Share

7. ingin pisah

"tidak aku tidak mau perceraian adalah perkara yang sangat dibenci Tuhan dan tidak boleh dilakukan kecuali dengan alasan yang sangat mendesak. Aku tidak pernah berbuat selalu dimata menyakitimu aku selalu menafkahimu lahir dan batin dan juga bersikap baik kepadamu dan anak-anak Jadi kau tidak punya alasan untuk meminta cerai dariku, Mutiara."

"Mas, dengan menyembunyikan hubunganmu seperti itu kau telah cukup memberiku alasan untuk meninggalkanmu."

"Bahkan pengadilan agama pun akan mempersulit alasan permintaan caramu hanya karena aku menikah lagi. Kau akan kerepotan karena harus membayar biaya dan mendatangkan saksi juga keluarga kita akan merasa sangat malu dengan semua ini."

Apa itu berusaha memegang kedua bahuku lalu menatap mataku berusaha untuk membujuk diri ini agar tidak terpaku dengan keputusanku. Tapi hati ini sudah terlampau sakit bagai ditusuk duri, berdarah-darah dan sulit disembuhkan lagi. Aku ingin segera lepas dari ini agar aku tidak lagi memandang wajahnya. Bukan karena aku benci, aku khawatir rasa cintaku menyakiti dan membunuhku secara perlahan.

Lalu, aku hanya menggelengkan kepala sambil mendesah lemah. Kutolak setiap tatapan dan bujukan darinya. Waktu semakin bergulir dan hampir menunjukkan pukul 11.00 malam. Aku mulai merasa mengantuk dan kelelahan ditambah dengan tekanan mental yang sudah menguras energiku. Aku benar benar lelah.

"Aku mau istirahat Mas Aku mau tidur."

"Tolong jangan menghindariku mutiara, aku tahu kau tipikal istri yang tidak akan meninggalkanku, kalau masalah di antara kita belum selesai."

"Ini bukan permasalahan yang bisa diselesaikan dengan mudah, ini adalah sebuah pukulan yang sangat menyakitkan untukku, aku sangat terluka Mas, sangat."

Kusingkirkan tangannya dariku lalu aku ke atas keranjang kemudian merebahkan diriku ke atas tempat tidur. Sambil menunggui dirinya Aku berusaha untuk menyembunyikan air mata yang mau tidak mau harus menetes lagi di atas bantal.

Hendak memejamkan mata tapi aku terus teringat dengan wanita berbaju biru dan jilbab Milo tadi siang. Dia sangat cantik elegan dan berpenampilan mewah. Dia terlihat bekerja di perusahaan yang sama dengan suamiku artinya mereka selalu bertemu di waktu.

Lantas Kalau bertemu tiap waktu apa saja yang mereka lakukan, apakah mereka selalu makan siang bersama atau berjumpa mesra di jam-jam sepi? Apakah Mas Faisal juga menggenggam tangannya dan memeluknya dengan mesra seperti perlakuannya padaku? Apakah mereka juga berciuman dengan hangat sampai lupa segalanya hingga bercinta dengan penuh gairah? Kalau dipikir, Semua itu menyiksa batin dan perasaanku hingga aku nyaris saja menggila dan ingin berteriak.

"Ah, Tuhan, hatiku sesak tiada terkira tolong bantu aku untuk menyembukan luka yang kian menyakitkan ini," gumamku sambil kembali mengusap air mata di pipi.

Mau disembunyikan sekuat apapun tetap saja Mas Faisal yang ada di sisiku mengetahui kalau diri ini sedang menangis. Dangan perlahan dia menyentuh bahuku lalu pelan-pelan dari belakang tangannya menyelusup ke sela pinggangku. Dia merangkulku dari belakang selalu mengecup tengkuk ini dengan begitu lama. Aku merasakan sentuhan bibir dan Helaan nafasnya yang hangat di bagian leher belakangku, biasanya aku menyukai hal itu dan tentu saja rangsangan demikian membuat libido ini akan meningkat, tapi kali ini aku sama sekali tidak terpengaruh. Bahkan setelah 24 tahun untuk pertama kalinya aku sama sekali tidak tertarik dengan sentuhan suamiku.

"Kau menjauhlah, beri aku ruang dan waktu untuk berpikir dan menyembuhkan luka dan rentetan sakit yang kau berikan."

"Aku hanya memelukmu aku tidak melakukan hal yang melampaui batas sebagai seorang suami."bukannya malah melepaskanku pria itu semakin erat memeluk diri ini ke dalam pelukannya.

"Aku tidak sanggup dengan sakit ini Mas, semakin kau memeluk semakin menganga luka di hati ini." Suara ini karena sudah tidak sanggup lagi menahan kesedihan. Air mata yang terus aja tumpah dari tadi siang membuatku semakin lemah dan tidak berdaya bahkan kepalaku berdenyut dan mulai pusing.

"Aku lemas dan ingin tidur dengan tenang jadi tolong jangan ganggu aku."

"Aku minta maaf Mutiara, Aku mungkin tidak bisa mengendalikan diri saat menahan kerinduanku pada Rima. Tapi di puncak semua itu kau tetaplah wanita yang bertahta di hati ini, Kau adalah wanita dengan kasta tertinggi yang menguasai jiwaku, Aku benar-benar mencintaimu mutiara."

"Di bagian yang mana kau mencintaiku?" Perih dan sesak nafas ini saat bertanya seperti itu, rasa-rasanya aku tidak mau menerima kalimat manis dan ungkapan cinta darinya karena itu sakit di telinga dan menghujam dadaku bagai tombak yang tajam.

"Pengabdianmu, kasih sayangmu dan penghormatanmu kepadaku, juga dedikasimu terhadap anak-anak kita."

"Sudah kubilang aku hanya wanita yang dikontrak di dalam akad nikah. Jadi aku hanya melaksanakan tugasku. Anggaplah karena kau sudah memberi nafkah maka aku membayarnya dengan melayanimu."

Sejenak suamiku terdiam tangannya terasa terguncang dan dari tarikan nafasnya aku bisa tahu kalau dia sedang menangis. Entah dia merasa sangat malu dengan kata-kata yang baru saja kuucapkan ataukah dia menyesal telah melukai hatiku, tapi yang pasti itu di antara kedua alasan di atas.

"Kenapa kau menangis?"

"Aku menyesal tidak memberitahumu dari dulu agar kau dan terima bisa berdamai dan kita bisa hidup bahagia dalam satu atap dan keluarga."

Astagfirullah bukannya dia menyesal karena menyakitiku malah penyesalannya karena tidak segera menyatukan Rima di dalam atap kami. Astaghfirullah, hatiku semakin berdarah saja.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Noer Kithrin
typonya gak kira-kira, ayah jadi ayam, kami jadi kamu bingung bacanya ...
goodnovel comment avatar
Hasnawati Mulyadi
ya Allah...
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
gila laki"
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status