Share

Drama Cinta Sang Duda
Drama Cinta Sang Duda
Author: Galuh Arum

Dikhianati Kekasih

Rinjani kembali meremas ujung kebayanya saat sebuah ijab kabul terdengar dari mulut Pratama Putra—kekasihnya yang menikah dengan kakak kandungnya. Hatinya bagai teriris pisau saat impiannya hancur berkeping-keping.

Harusnya pria berbaju pengantin itu menyebut namanya dalam sebuah ijab kabul. Akan tetapi, peristiwa dua bulan lalu membuat mimpi menjadi istri sah Tama harus kandas begitu saja karena ia memergoki sang kakak dan kekasihnya sedang memadu cinta. Rinjani kembali memejamkan mata, ia kembali teringat kejadian malam itu.

 Rinjani yang baru pulang dari luar kota mendadak tak tenang saat melihat mobil kekasihnya terparkir di halaman rumah. Ia mengerutkan dahi, mengingat dirinya saja baru pulang dan di rumah hanya ada sang kakak. Kedua orang tuanya pun sedang berada di luar kota.

Dengan hati begitu kacau, gegas ia masuk ke rumah. Untung saja ia memiliki kunci duplikat hingga memudahkan ia masuk. Seperti biasa ruang tamu gelap karena memang sudah terbiasa. Namun, ia mendengar suara dari kamar sang kakak.

Seketika jantungnya berdetak begitu kencang. Suara desahan menggelikan terdengar semakin kencang saat langkahnya mulai mendekati kamar sang kakak.

“Ah ... enak, Sayang. Lagi.” Suara manja sang kakak terdengar sangat jelas.

Tangan Rinjani bergetar saat mulai memutar kenop pintu kamar sang kakak.

“Astagfirullah, apa yang kalian lakukan!” pekik Rinjani sembari menutup wajahnya karena malu melihat kedua pasang tubuh tanpa sehelai benang. Yang membuatnya kembali meringis pilu adalah saat posisi sang kekasih berada di atas kakaknya.

Kedua pasangan itu menghentikan aktivitas mereka. Tama gegas memakai baju dan mencoba mengejar Rinjani yang berlari ke arah kamarnya.

“Jani, dengarkan aku!” Tama menarik lengannya dengan kasar.

“Cukup! Jangan pernah sentuh aku, aku toh jijik sama kalian.” Rinjani mengambil jarak antara dirinya dan Tama.

“Aku bisa jelaskan,” ucap Tama.

“Menjelaskan jika kalian ada hubungan? Apa yang aku lihat itu, sudah cukup membuktikan kalian itu pasangan selingkuh yang menjijikkan.” Rinjani menarik napas dalam, dalam hidupnya ia tak pernah membayangkan jika akan memergoki kekasihnya memadu cinta dengan kakak kandungnya sendiri.

“Jani, dengarkan aku.” Tama kembali mencoba menjelaskan pada Jani.

“Lepas, sejak saat ini kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Dan, itu kan yang kamu mau, apa yang kamu dapat dari Ka Ratna, apa yang nggak pernah aku kasih. Aku bisa mengerti, tapi setidaknya jangan sama kakak aku!” pekik Rinjani.

“Ratna yang merayu aku, Jani.”

Sebuah tamparan keras mengenai pipi Tama. Tangan mungil Rinjani sudah tak tahan untuk menghajar pria di depannya. Setelah ia mencicipi cawan indah dari sang kakak, bisa-bisanya ia mengatakan jika sang kakak yang merayu dirinya.

“Satu hal yang kamu harus ingat, nggak akan ada asap jika tidak ada api.”

Rinjani terkesiap saat seseorang menepuk lembut pundaknya. Bayangan menyedihkan itu pun buyar seketika. Ia mengusap embun di mata yang hampir saja tumpah.

“Sabar, ya, Sayang.” Suara lembut sang ibu membuatnya tenang kembali.

“Apalagi yang bisa aku lakukan selain sabar? Aku berada di sini pun dengan perasaan yang tak karuan. Bahkan, Mama dan Papa meminta aku tetap tenang melihat pernikahan ini.” Rinjani pun tak mau hadir, tetapi ia harus membuktikan pada sang kakak jika dirinya sudah move on.

“Maafkan Kakakmu, Jan,” ucap wanita berkebaya pink itu.

“Harusnya dia yang meminta maaf padaku. Bukan Mama,” balas Rinjani.

“Mama tahu.”

Rinjani beranjak dari tempat duduk. Ia memilih meninggalkan tempat itu dan mencari ketenangan di luar sana. Ia tak pernah menduga jika akan terjadi hal yang begitu menyedihkan dalam hidupnya.

Menyaksikannya sang kekasih menyebut nama kakaknya dalam ijab kabul. Dia harus kuat dalam cobaan ini. Harusnya ia datang bersama pasangan yang ia selalu katakan pada sang kakak. Namun, setelah menelepon sahabat lamanya, ternyata pria itu tak bisa menolongnya. Dalam kegundahan hatinya, ia tak sengaja menabrak seseorang.

“Jalan pakai mata dong, Mbak,” omel pria dengan jas Navy.

Rinjani terkesiap menatap pria dengan wajah tampan di hadapannya. Walau usianya terlihat tak muda lagi, tetapi pria itu berhasil membuat Rinjani tak berkedip. Rinjani terkesiap saat pria itu menjentikkan jarinya di depan wajahnya.

“Mbak, enak saja Anda memanggil saya Mbak. Apa saya kelihatan tua seperti Anda?”

Kini giliran pria itu yang terkesiap saat mendengar protes Rinjani hanya karena dirinya memanggil dengan sebutan Mbak.

“Lalu saya harus memanggil apa? Tante, Bude, apa Bule?” Kembali lesung pipi pria itu membuat ia semakin memesona saat tersenyum melihat tingkah Rinjani.

“Ih, aku masih muda. Memangnya Anda, tua.”

“Loh, harusnya kamu minta maaf sama saya. Jalan nggak lihat-lihat, lagi patah hati apa?”

Pertanyaan pria itu sangat tepat membuat dirinya menyunggingkan bibir. Hatinya kembali sesak mengingat jika dirinya sedang patah hati. Dalam kegalauannya, ia dikejutkan dengan tingkah pria di hadapannya yang tiba-tiba menggandeng tangannya.

Netra Rinjani membulat dan hampir saja menendang pria itu jika saja tak mendengar seorang wanita menyapanya.

“Kamu ada di sini?” Seorang wanita dengan gaun merah begitu elegan menyapa Rinjani dan pria di sampingnya.

Rinjani awalnya tidak mengerti mengapa pria itu tiba-tiba menggandeng tangannya. Namun, saat melihat wanita di depannya ia sadar jika ada hal yang membuat pria itu terpaksa mendekati dirinya.

“Iya, menemani pujaan hati.” Pria itu menoleh ke arah Rinjani dan tersenyum manis.

Rinjani mengerjapkan mata, ia pun paham jika dirinya di perkenalkan sebagai kekasih pria di sampingnya.

“Yang benar saja kamu, Rik, wanita ini terlalu muda untuk kamu,” ucap wanita bergaun merah.

“Umur tidak masalah, kan, Sayang. Yang penting, setia dan bisa mengurus aku. Benarkan, Sayang?”

“I—iya.” Rinjani terpaksa mengatakan hal itu karena pria itu mengencangkan genggaman tangannya hingga membuat Rinjani kesakitan.

Wanita itu terlihat tidak suka, “Semoga kalian langgeng.”

Setelah mengatakan hal itu, wanita itu langsung melangkah bersama pria yang baru saja menghampirinya.

“Aw ....”

Erik Parajadinata memekik kesakitan saat Rinjani menginjak kaki pria itu. Langsung saja Rinjani melepas genggaman pria itu dan menjauh.

“Maksud kamu apa bilang aku pujaan hati kamu. Astaga, aku nggak mungkin punya selera Om-om seperti Anda.”

Erik menatap heran wanita di hadapannya. Ia pun refleks saat melihat Andini—mantan istrinya yang datang bersama dengan kekasih barunya. Pria itu hanya ingin memberitahu jika dirinya sudah move on dari wanita itu. Seketika ia menemukan ide saat Rinjani berada di sampingnya. Ia pikir juga wanita di sampingnya tidak jelek untuk diakui sebagai kekasih.

“Jangan kepedean kamu. Aku hanya refleks saja. Kamu juga bukan selera saya.”

Rinjani mengerucutkan bibir. Namun, ia kembali mengulas senyum saat sebuah ide muncul di kepalanya.

“Om harus bantu saya juga. Berhubung Om bilang saya kekasih Om, sekalian saja saya minta tolong sama Om buat pura-pura jadi pacar saya.”

“Saya, jadi pacar kamu?”

“Pura-pura, Om.”

“Nggak, saya nggak mau.”

“Sebentar saja, cuma memperkenalkan sama kedua orang tua sama kakak saya. Setelah itu anggap aja kita sudah putus.”

“Saya bilang, no.”

Pria itu melangkah meninggalkan Rinjani.

“Om, Tante itu masih ada loh, apa mau aku bilang ke dia kalau Om sebenarnya nggak kenal sama saya. Om Cuma mengaku-ngaku!”

Teriakan Rinjani membuat Erik membulatkan mata dan kembali berbalik badan. Dengan senyum penuh kemenangan, Rinjani yakin pria itu akan kembali menghampirinya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status