“Kata Papi juga, apa. Jangan jadi dosen, Jonathan!” Setelah mendengar kabar dari besannya, Albert dan juga Tiara langsung pulang ke Indonesia dua hari setelah mendapat kabar Laura dirundung di kampus dan kini kedua orang tuanya tengah menghampiri Jonathan di rumahnya. Memarahi anaknya itu karena sudah mengambil keputusannya sendiri yang ingin menjadi dosen.“Berulang kali Papi katakan pada kamu, Jonathan. Bukan sekali dua kali. Kata Papi juga lebih baik jadi CEO di kantor yang sudah Papi sediakan untuk kamu. Kamu hampir mencelakai istri kamu sendiri, Jonathan!” Laura kemudian menghampiri kedua orang tua Jonathan. “Aku nggak apa-apa kok, Pi. Jangan marahi Jonathan lagi, yaa. Dia nggak salah apa-apa. Akunya aja yang cengeng emang. Sama mereka yang nggak terima kalau aku udah jadi istrinya Jonathan.” Laura tak ingin Albert terus menyalahkan Jonathan hanya karena sudah membuat Laura terluka walau hanya sedikit. “Tidak, Laura. Suami kamu yang sudah gegabah karena sudah membiarkan kamu
Senyum itu terlukis di bibir Jonathan kala mendengar pertanyaan Laura. Ia kemudian menarik tangan perempuan itu kemudian memiringkan kepalanya. Mencium bibir Laura dengan lembut sebagai jawaban atas pertanyaan yang ditanyakan oleh Laura. “Kamu bisa mencintaiku, aku akan memberimu cinta yang lebih dari ini. Kamu bisa mencintaiku saja sudah buat aku bahagia. Laura, jangan bertanya hal yang sudah pasti aku akan menjawabnya dengan mengangguk.” Jonathan berbicara tepat di depan wajah perempuan itu. Embusan napas yang dia keluarkan pun sangat terasa oleh perempuan itu. Mata itu saling menatap kemudian Jonathan kembali mencium bibir itu karena menurutnya ciumannya tadi kurang lama. “I love you,” bisik Jonathan seraya mengadukan keningnya dengan kening perempuan itu. Laura mengulas senyum dengan mata menatap Jonathan. Sungguh lembut tutur kata Jonathan hingga membuatnya nyaman berada di samping lelaki itu. “Dari awal kamu jadi suami aku, kamu selalu memperlihatkan segala kelembutan yang
Jonathan menatap Laura denga lekat. “Kamu.”Laura mengerutkan keningnya. “Aku? Aku kenapa? Ada apa denganku?” tanyanya ingin tahu.Jonathan menghela napasnya dengan pelan seraya menatap Laura dengan lekat. “Aku sering memperhatikan kamu sejak dulu.”Laura terdiam. Ia kemudian tertawa mendengarnya. Menepuk-nepuk paha lelaki itu seraya mentertawakan kejujuran suaminya itu.“Serius? Kamu ... merhatiin aku? Asli? Kamu, suka sama cewek tengil kayak aku? Jo! Sumpah aku nggak mau berhenti ketawa gimana ini.”Laura kembali tertawa hingga membuat Jonathan menggaruk rambutnya.“Satu lagi, Lau. Virza bercinta sama perempuan itu karena dia lagi mabuk. Itu akal-akalan papa kamu supaya kamu berhenti mencintai Virza.”Seketika Laura berhenti tertawa kemudian menatap datar wajah Jonathan. “Asli?” tanyanya kemudian.Jonathan menganggukk
Tok tok tok!“Masuk!”Jonathan kemudian masuk ke dalam ruang kerja Gerald di kampus untuk memberikan surat pengunduran diri sebagai dosen di sana.“Jadi, beneran mau resign?” tanya Gerald kemudian.Jonathan menganggukkan kepalanya. “Iya. Aku mau fokus kerja di perusahaan Papi saja. Sepertinya di sana jauh lebih aman ketimbang di sini.”Gerald terkekeh pelan. “Ya sudah. Nanti aku bantu untuk mengumpulkan semua dosen dan guru besar untuk memberi tahu kalau kamu mengundurkan diri. Kena marah siapa? Papa, atau papi kamu?”“Papi. Kalau Papa lebih ke Laura aja sih. Kamu tahu sendiri, Laura kayak gimana.”Gerald menganggukkan kepalanya. “Dia emang berisik, sok berani padahal penakut. Bikin repot orang aja emang itu anak satu. Maaf ya, udah bikin kamu jatuh cinta sama dia.”“No problem. Laura orangnya asyik, unik. Aku cinta dia
Kiara kemudian melepaskan tangannya dari rambut perempuan itu. “Kalau tahu elo ada di sini, udah gue bawa buktinya. Nanti aja deh, sekalian aja minggu depan. Biar buktinya makin banyak.”Kiara kemudian menerbitkan senyum menyeringai kepada Laura. Setelahnya, pergi begitu saja sembari mengenakan kacamata hitamnya lagi.“Ah, satu lagi. Bilang sama Jonathan, temui gue kalau rahasia yang dia sembunyikan nggak mau terbongkar dan tersebar ke mertua dan orang tuanya. See you!” Kiara melambaikan tangannya kemudian kembali melangkahkan kakinya.Laura menghela napasnya dengan pelan kemudian duduk dengan lemas di kursi panjang. Tapi, tidak dengan Misya. Dia menghampiri Salsabila yang terlihat senang melihat Laura lemah tak berdaya seperti itu.“Eh, Salsa. Elo kenal, sama si ulet bulu itu?” tanya Misya dengan nada kesalnya.“Enak aja lo, sebut dia ulet bulu. Tuh! Temen elo yang ulet bulu. Sampe segi
Jonathan memijat keningnya kemudian menatap Laura yang tengah menatap kosong sembari mengunyah snack yang ada di dalam toples."Kamu ... nggak mau mandi dulu? Udah jam empat," kata Jonathan mencari cara supaya paket yang dikirim oleh Kiara, tidak diterima oleh Laura.Ia sebenarnya tidak tahu, apa yang dikirim oleh Kiara kepadanya. Hanya saja, Laura yang mudah emosi itu khawatir tidak percaya padanya bila sesuatu yang tidak bisa dimaafkan adalah paket yang dikirim oleh Kiara."Nanti aja, belum pengen. Aku mau tidur dulu deh. Jam enam nanti bangunin, yaa."Jonathan menghela napas lega mendengarnya. "Ya sudah kalau begitu. Aku ke depan dulu, yaa. Jam enam nanti aku bangunin."Laura mengangguk. Ia benar-benar tidak peduli atau bertanya kepada Jonathan, apa yang dibicarakan Kiara kepadanya. Ia hanya tahu, bila Jonathan akan menemui perempuan itu agar berhenti mengganggunya."Permisi, Pak. Ada paket untuk Non Laura." Security rumah tersebut member
Jonathan menghapus pesan tersebut kemudian menyimpan ponselnya dengan kasar ke atas meja.“Kenapa, Jo?” tanya Laura kemudian.Jonathan menatap Laura dengan tatapan sayunya. “Aku bingung, Laura. Harus dimulai dari mana. Sementara aku tidak merasa kalau aku sudah menghancurkan Kiara.”Laura mengerutkan keningnya. “Tidur, dengan dia? Kamu ... udah tidur dengan dia?”Jonathan menggelengkan kepalanya. “Nggak, Laura. Kalau iya, aku udah jujur sama kamu.”“Terus ... kalau nggak merasa, kenapa harus takut? Aku nggak bakalan percaya juga, kalau emang nggak ada bukti. Kalaupun iya, bodo amat. Itu masa lalu kamu. Yang penting jangan diulangi lagi.”Jonathan menelan saliva dengan pelan. “Laura. Aku mohon sama kamu, beleive me. Jangan terkecoh oleh jebakan yang dilakukan Kiara.”“Kiara itu jahat. Dia pasti akan melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang dia mau. Dan d
Jonathan menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Aku nggak pernah merasa sudah tidur dengan Kiara, Pa. Kalaupun iya, aku pasti mengakuinya.”“Laah! Kenapa Kiara bilang begitu?”“Karena ada buktinya, Papa. Ada fotonya,” jelas Laura kemudian.“Aahh! Foto. Kalau hanya foto sih, gampang. Udah jaman modern sekarang tuh, Laura. Tinggal edit-edit tipis, jadi deh. Jangan percaya kalau hanya foto. Video aja bisa dimanipulasi.”Laura lantas terdiam mendengar ucapan papanya itu. Hanya melirik Jonathan yang tengah menatapnya dengan tatapan yang cukup dalam.“Sudahlah. Jangan terkecoh dengan hal begituan. Jangan bikin Papa pusing. Masalah kakak kamu aja udah bikin Papa stress. Ini, malah mau bikin masalah baru lagi.” Jason menghela napas kasar. “Laura?” panggilnya kemudian.“Heung?” ucapnya pelan.“Pulang. Kelonan sono. Yakin deh, semuanya akan hilang dalam se