Langkah Svarga menderap di lorong yang menghubungkan ke rungan pemulihan, gema suaranya sampai membuat beberapa petugas medis di sana memberikan tatapan peringatan.Svarga tidak peduli, rumah sakit ini milik kerabatnya dan dia terlalu khawatir dengan kondisi Zaviya saat ini.Dia singkap tirai yang menutupi sebuah ruangan yang diarahkan oleh perawat tadi.“Zaviya … istri saya di mana?” Svarga bertanya kepada perawat pria yang duduk dibalik meja.“Sebelah sini, Pak!” Seorang perawat wanita memanggilnya dari salah satu bilik.Svarga bergegas ke sana, Zaviya berbaring dengan mata terpejam dan alat oksigen menutup bagian mulutnya.“Tolong Bapak bangunkan istrinya ya, nanti kalau sudah bangun panggil saya.” Sang perawat wanita paruh baya berpesan.Beliau pergi usai mendapat anggukan kepala dari Svarga yang tatapannya terkunci pada Zaviya.Kondisi Zaviya tampak menyedihkan dengan kepala diperban dan kaki di gips.Svarga menyingkap selimut yang membalut tubuh Zaviya.Ternyata istrinya hanya m
“Pulang Bang! Aku bisa jagain istri aku di sini sendiri!” Svarga tidak berteriak tapi terdengar jelas dan tegas bahkan terselip kesal di sana padahal Ghazanvar yang menolong istrinya.Anggap saja Svarga egois dan tidak tahu berterimakasih karena sesungguhnya dia cemburu dengan Ghazanvar.Kenapa harus Ghazanvar yang ada di tempat kecelakaan Zaviya, kenapa bukan dirinya?Dan kenapa dia tidak memiliki sikap hangat seperti Ghazanvar yang jadi disukai orang-orang termasuk mertuanya?Sampai Reyshaka saja begitu hati-hati bila bicara dengannya.Kenapa semua orang seolah menganggapnya aneh?Langkah Ghazanvar sontak terhenti mendengar kalimat Svarga barusan.Pria itu juga sudah menangkap makna tersembunyi dibalik kalimat Svarga.Zaviya sendiri syok mendengar Svarga mengusir Ghazanvar dengan nada sinis, apakah suaminya tidak tahu kalau Ghazanvar yang telah menolongnya?Zaviya sempat berpikir mungkin terjadi sesuatu antara mereka selama dirinya di ruang operasi. “Oke … aku pulang, ayo Mi!” Ghaz
“Tanda tangan sebelah sini dan sebelah sini, Pak ….” Willy menyodorkan iPad ke depan Svarga beserta pen-nya dan Svarga langsung melakukan tanda tangan di atas layar sebanyak dua kali sesuai permintaan Willy.“Untuk data tiga bulan lalu sudah saya kirim ke email Pak Svarga beserta laporan yang Bapak minta.” Willy berujar sembari memasukan iPadnya ke dalam tas.“Oke … saya kerjakan dulu nanti saya kirim balik,” balas Svarga mengakhiri diskusi mereka yang dilakukan di ruang rawat Zaviya.Svarga tidak pergi ke kantor meski kedua orang tua Zaviya datang untuk merawat putrinya.“Baik, Pak … saya akan kembali ke kantor.” Svarga menganggukan kepala memberi ijin setelah itu Willy berpamitan kepada kedua mertua dari bosnya tidak lupa pamit kepada Zaviya.“Semoga lekas sembuh Ibu Zaviya.” “Makasih Pak Willy.” Dan sekretaris Svarga pun pergi meninggalkan ruangan tersebut.Svarga membuka MacBook, dia mulai menyelesaikan pekerjaannya.Cukup lama Svarga duduk di sofa untuk bekerja, ayah bunda jad
“Oke … besok kami akan pulang.” Ayah mengulang kalimatnya di depan Svarga.“Aku siapkan privat jet untuk mengantar Ayah sama Bunda pulang besok,” kata Svarga sembari mengotak-ngatik ponselnya meminta seseorang menyiapkan privat jet.Gila sih, Svarga sampai bersedia menyiapkan privat jet demi mengantar mertuanya pulang ke Surabaya sehingga dia bisa bebas bergerak dan bersikap kepada Zaviya.*** Selama di rumah sakit, Svarga full menemani Zaviya, dia merawat istrinya selayaknya seorang suami dengan penuh kasih sayang dan perhatian meski wajah datar dan dinginnya tetap terpatri.Seperti pagi ini, dia meminta Willy menunda jadwal zoom meeting karena harus menemani Zaviya theraphy berjalan.Svarga mendapat banyak lirikan dari perawat perempuan muda saat menuntun Zaviya belajar berjalan.Tampang Svarga yang cool dan gesture tubuhnya yang masculin membuat rahim para perempuan yang melihatnya menghangat.Dan saat dia harus menjawab panggilan telepon tapi tetap membantu Zaviya berjalan bolak-
“Aku minta asisten rumah tangga kita untuk jagain kamu di sini … kamu udah bisa jalan, kan? Kalau butuh apa-apa kamu minta tolong dia,” kata Svarga menjawab tanda tanya di wajah Zaviya saat asisten rumah tangga mereka tiba-tiba ada di sini.“Oooh ….” Zaviya tersenyum kecut.Zaviya menggerakan tangannya meminta Svarga mendekat.Pria itu mengikis jarak mendekati sisi ranjang lalu membungkuk karena Zaviya memperlihatkan gesture ingin membisikkan sesuatu ke telinganya.“Dia jutek, ah … aku males sama dia.” Itu yang Zaviya bisikan di telingan Svarga.Raut wajah Svarga berubah tidak bersahabat.“Ya udah iya, oke.” Zaviya akhirnya bersedia menerima keputusan Svarga hanya agar mereka tidak berdebat.Demi cinta kepada Svarga, Zaviya si bungsu bersedia menekan ego.“Aku udah charge hape kamu semalaman, simpan di dekat kamu jadi kalau ada apa-apa kamu bisa hubungi aku.” Svarga memberikan ponsel kepada Zaviya.“Kalau aku chat, kamu akan balas?” Mata Zaviya memicing sanksi.“Pasti aku balas.” Svar
“Tapi … hari ini, Zaviya ditemani tante Zara theraphy … Svarga inginnya mamanya Svarga yang menemani Zaviya theraphy.”Jadi Svarga cemburu dan merasa kalah oleh Ghazanvar lantaran maminya Ghazanvar perhatian kepada Zaviya sedangkan mamanya hanya melakukan panggilan telepon saja untuk mengetahui kondisi Zaviya.Cemburunya Svarga kepada Ghazanvar sudah merasuk sukma dan mendarah daging sampai dia sudah tidak mengenal logika lagi.“Oh ya Tuhan, sayaaang … Mama pikir kenapa, oke-oke … Mama bicara dulu sama papa, kamu tahu sendiri papa enggak bisa mama tinggal.” Mama Kejora tertawa di dalam hati karena entah kenapa dia merasa Svarga seperti anak kecil.“Iya Ma … kalau bisa aja, kalau enggak ya enggak apa-apa.” “Oke sayang … salam ya sama Zaviya.” “Iya, Ma.” Keduanya pun sepakat memutus sambungan telepon. *** Hari ini Svarga memiliki janji dengan Gladys.Iya, Gladys yang dijuluki nenek sihir oleh Zaviya.Gladys sahabat kecil Svarga tapi naksir Svarga dan Svarga tidak menyadarinya.Per
Plak!Tante Zara menjitak kepala putra pertamanya menggunakan brosur yang baru saja beliau ambil dari tempat brosur bahan akrilik yang tergantung di dinding.“Aw … Mi, apaan sih!” Ghazanvar berseru pelan memprotes dengan wajah memberengut kesal.“Kamu ngapain godain Svarga terus, Hah?!”Ghazanvar menyengir sembari menggaruk kepala yang tadi maminya jitak menggunakan brosur.Tante Zara mendelik, melangkah lebih dulu menyusuri lorong untuk kembali ke ruangannya.Mereka berdua baru saja keluar dari ruang rawat Zaviya.“Abang enggak godain Svarga kok, Mi … Abang godain Zaviya.” Ghazanvar mengaku saat mereka sudah berada di ruangan Direktur Utama rumah sakit ini.“Jangan macem-macem, Bang … istri orang itu,” tegur maminya serius.Ghazanvar tertawa sembari menghempaskan bokongnya di sofa.“Mi, kenapa bukan Abang sih yang dijodohin sama Zaviya?”Tante Zara mencebikan bibirnya sebal mendengar pertanyaan aneh putranya.“Jangan macem-macem, Bang ah! Mami enggak suka! Masih banyak ce
“Gara-gara aku digendong kak Ghaza ke kamar mandi tadi sore waktu mau pipis.” Zaviya mengakui dosanya.“Kamu denger ultimatum aku ke Ghaza, kan? Aku enggak suka kamu disentuh sama dia dan kamu malah minta disentuh.”Meskipun Svarga mengucapkannya dengan nada rendah tapi sungguh menohok hati Zaviya hingga terasa sekali perihnya.“Tapi aku enggak minta disentuh, mama Kejora yang minta tolong kak Ghaza gendong aku ke kamar mandi karena khawatir kaki aku sakit kalau dipake lari ke kamar mandi.” Zaviya menyanggah, nada suaranya masih rendah.“Makanya nanti lagi kalau udah kerasa mau pipis langsung ke kamar mandi jangan ditahan-tahan jadi enggak perlu lari-lari, kan!” Svarga memberikan sedikit penekanan membuat Zaviya terdiam.Zaviya tidak bisa mendebat Svarga karena ucapan pria itu ada benarnya dan dia tahu percis Svarga cemburu kepada Ghazanvar tapi masih bersedia disentuh pria itu.Fix, seratus persen Zaviya yang salah di sini. Zaviya harus mengakuinya meski sulit.Svarga tidak pe