Adzan subuh berkumandang, perlahan Evan menggeliat lalu menyalakan lampu.Begitu Evan berbalik ia melihat Aira tidar begitu nyenyak dengan balutan selimut. Begitu Evan berdiri, ia melihat bercak darah di seprai membuatnya tersenyum simpul sambil menatap Aira.'Terima kasih,' batinnya lalu berjalan ke kamar mandi. Pukul 5.30; Aira menggeliat dan melihat ke samping, Evan sudah tidak ada. Pelan-pelan ia bangkit karena merasa sakit di bagian intimnya.Saat Aira berdiri dengan balutan selimut, ia melihat bercak darah Aira langsung melepas seprai dan membawanya ke kamar mandi tidak lupa ia membawa baju ganti.***Pukul 6.20; Aira sudah selesai semuanya tapi ia belum berani keluar karena masih sakit saat jalan.Tidak lama kemudian, Evan masuk ke kamar dengan pakaian yang sudah lengkap ia melihat Aira sedang duduk di ranjang."Kak," panggil Aira membuat Evan berbalik menghadap Aira."Aku nggak ngajar dulu hari ini," sambung Aira membuat Evan diam lalu mengangguk kemudian ia berbalik kembali
"Udah belum?" tanya Evan yang masih menghadap pintu."Udah," jawab Aira sambil membentuk jilbab pashminanya, Evan yang melihat Aira begitu polos langsung mendekat."Gini doang?" tanya Evan lagi membuat Aira menyergit."Apanya?" Aira balik bertanya. Evan melihat lipstik di meja Aira, ia langsung mengambilnya."Sini saya pakein kamu benerin hijab aja," lanjut Evan membuat Aira mematung saat Evan mengoleskan lipstik tersebut ke bibirnya."Loh ... gimana bikinnya biar nggak belepotan, ya?" gumam Evan membuat Aira menahan tawa melihat Evan begitu serius, kayak lagi mewarnai yang takut keluar garis.Tanpa membuang waktu Evan langsung mengulurkan jari telunjuknya untuk meratakan lipstik Aira.Aira terus memperhatikan Evan yang begitu serius meratakan lipstiknya."Selesai," lanjut Evan lalu ia mendongak, ia melihat Aira tengah memperhatikannya, sedetik kemudian pandangan mereka beradu."Yuk," ajak Evan mengalihkan pandangannya lalu ia berbalik hendak keluar.Aira terlebih dahulu menarik tanga
Adzan subuh berkumandang; perlahan Aira menggeliat dan membuka matanya.Ia merasa perutnya berat, Aira melihat Evan yang masih tertidur pulas sambil memeluknya.Perlahan Aira memindahkan tangan Evan dan mengambil bantal guling untuk dipeluk Evan, lalu ia berlalu ke kamar mandi.15 menit kemudian; Aira sudah segar keluar dari kamar mandi, ia kembali memakai gamisnya yang tadi malam."Baju kerjaku di kamar samping lagi," gumamnya lalu perlahan membuka pintu kamar.Ia melihat kesana-kemari melihat apa Ayah dan Ibu sudah bangun.Setelah merasa aman, ia langsung keluar rumah tidak lupa sebelum ia keluar ia membuka jendela kamar Evan.Disisi lain Evan mulai menggeliat ia meraba-raba ke samping tapi tidak ada Aira.Ia langsung duduk sambil mengerjap membuka matanya dan melihat keseluruh kamar, tapi ia tidak melihat Aira. Tiba-tiba, ada bunyi jatuh dari jendela Evan langsung berdiri untuk mengecek ke jendela. "Siapa disana," ucap Evan lalu menarik gorden. Aira langsung mendongak sedetik kem
Seminggu telah berlalu dan seminggu itu pula Evan dan Aira benar-benar menjadi suami-istri seutuhnya.Walaupun Evan masih sangat cuek dan dingin, itu tidak menjadi masalah besar buat Aira.Pagi ini, Aira dan semua guru sedang rapat di kantor."Ini rapatnya kok belum mulai-mulai ya?" tanya Aira."Lagi nunggu tamu katanya," jawab Farra sambil memainkan ponselnya. "Tamu apa? Kok aku nggak tau," "Ya mana kamu tau, kamu kan sering banget libur.Itu lagi nunggu tamu atasan dari sebuah perusahaan katanya mau ngasih bantuan untuk murid-murid yang kurang mampu di sekolah kita," lanjut Farra."Perusahaan apa itu?" Aira terus bertanya membuat Farra berhenti memainkan ponselnya lalu melihat Aira."Ya ... mana aku tau 'lah liat aja sendiri nanti." kesal Farra.Beberapa menit kemudian masuk kepala sekolah yang di iringi dengan para tamu dan staf lainnya.'Loh, itu bukannya Kak Evan?'batin Aira lalu ia menyenggol-nyenggol lengan Farra."Apa lagi sih, Ai?" tanya Farra yang masih setia dengan ponseln
"Ayo ... balik ke kantor," ucap Evan tiba-tiba dari belakang Tio dan Farra membuat keduanya langsung menghadap ke belakang."Cepet banget sih bentar lagi kek," rengek Tio membuat Evan memutar mata malas lalu memalingkan wajahnya ke samping.Dari kejauhan ia melihat Aira sedang berjalan menuju kantor, Evan terus memperhatikannya sampai Aira masuk ke dalam."Disamperin bukan di liatin aja," sindir Tio membuat Evan langsung tersadar dan Farra terkekeh."Lu mau ikut atau gua tinggal?" ancam Evan."Dih ... kok ngancem sih iya gua ikut. Dek, Mas pergi dulu ya," ucap Tio yang dibalas anggukan oleh Farra."O iya Far kalian biasa pulang jam berapa?" tanya Evan membuat Farra menaikan alisnya sebelah."Jam 1 setelah dzuhur," jawab Farra membuat Evan lang mengangguk."Lu mau jemput Aira ya," goda Tio tapi tidak dihiraukan oleh Evan, ia malah berjalan menuju parkiran."Maklum Dek itu julukannya bos kutub," ucap Tio pada Farra lalu ia mengejar Evan.Sampai di kantor Evan langsung ke ruangannya, set
Pukul 5.00; Evan menggeliat perlahan membuka matanya. Ia meraba kasur tapi tidak ada Aira, ia langsung berdiri mencari Aira tapi hasilnya nihil.'Apa dia udah pindah ke samping,' batin Evan lalu ia bergegas ke kamar mandi.Disisi lain, Aira tengah membersihkan kamarnya yang sudah seminggu di tinggal. Setelah itu ia bersiap untuk berangkat ke sekolah."Aku lewat belakang aja kali ya kalo keluar, malas banget soalnya kalo liat dia terus." gumannya di depan kaca."Dia pikir aku perempuan murahan apa? Aku nggak minta makan sama dia, aku bisa sendiri." lanjutnya lalu mengambil tasnya dan keluar dari pintu belakang.Sedangkan Evan sedari tadi ia menunggu Aira tapi tidak kunjung lewat sudah hampir jam 7.30. Tanpa membuang waktu ia langsung berjalan menuju kamar samping.Tok! Tok!"Aira ..." panggil Evan tapi tidak ada sahutan, ia melihat ke jendela Aira tapi hasilnya tetap nihil. Tanpa membuang waktu Evan langsung berangkat ke kantor.Di sekolah; Aira dan Farra sedang ngobrol di kursi dekat
Disisi lain, Aira dan Farra masih ngobrol di ruang tengah."Ai kita tidur dimana?" tanya Farra membuat Aira langsung berfikir."Tapi Far kataku mending kamu temenin Ibu Kak Tio deh, kasian takut sedih banget sendiri di kamar," usul Aira."Tapi kamu sendiri gimana?" tanya Farra lagi."Aku mah gampang di kamar belakang aja, tasku juga di situ kalo gitu aku kesana deh," ucap Aira yang dibalas anggukan oleh Farra lalu Aira berdiri dan berjalan ke kamar. Aira hampir sampai ke kamar, ia berpapasan dengan Tio.Tapi tatapan Tio ke Aira beda seolah-olah ingin mengatakan sesuatu. "Kak," sapa Aira, lidah Tio terasa kelu hendak menjawab sapaan Aira.Dengan segera ia tersenyum lalu mengangguk tanpa menjawab Aira lalu ia berjalan melewati Aira.'Kak Tio pasti masih sangat sedih di tinggal sama Papanya,' batin Aira lalu ia masuk ke kamar.Disisi lain Evan menunduk, ia masih belum percaya kalo ia mengatakannya pada Tio.'Gimana ini? Jangan sampe orang kantor tau kalo gua udah nikah, apa kata orang
"Dek, Aira itu orangnya seperti apa?" tanya Tio kembali membuat Farra mendongak dan mengingat sikap Aira."Aira baik, penyayang, setia tapi kalo udah marah susah Mas." "Maksud kamu susah seperti apa?" lanjut Tio."Kalo Aira marah itu tandanya dia udah nggak suka dan susah bujukinnya. Gini Mas misalnya aku sama Aira udah lama sahabatan, Aira itu susah buat marah.Tapi sekalinya marah itu bisa nggak mau ngeliat aku lagi, gitu loh Mas di bilang egois ya gitu 'lah Mas.Dan yang aku kenal Aira itu bukan tipe cewek yang bergantung pada cowok." lanjut Farra membuat Tio mangut."Evan itu adalah cowok paling egois yang pernah Mas kenal, walaupun dia sahabat Mas dari kecil ya tetap aja sifat egoisnya nggak ilang," terang Tio."Mas kata Ibu kita tunangan dulu, gimana menurut Mas?" tanya Farra mengalihkan pembicaraan membuat Tio langsung mengangkat alisnya sebelah."Kalo Mas jangan dulu Dek, Mas maunya kita langsung nikah aja tunggu keadaan membaik," jawab Tio yang dibalas anggukan oleh Farra."