Mataku terus memindai setiap sudut ruangan. Namun, tidak aku temukan sosok Saka sama sekali. Ah, bukankah tadi dia pamit ke toilet. Apa aku cari ke toilet aja ya?
Ide gil4. Nanti kalau beneran itu dia. Bisa makin bahaya dong.
"Ehem." Suara deheman muncul di belakangku.
"Nilam Cahaya, apa kabarnya?" tanyanya sok ramah.
"Masih sendiri aja, nggak laku ya," cibirnya. Mulutnya masih pedas seperti dulu. Emang dasar julid!
"Nggak, dia adalah tunanganku sekarang. Kenapa?" Aditya muncul untuk membela.
Sejak dulu, dialah orang yang selalu membelaku dari Si mulut julid itu.
"Kamu ... kayak kenal deh. Tapi siapa?" Putri mulai mengingat Aditya.
"Aditya Zavir," sahut Aditya dan Putri pun kaget.
"Aditya yang ...."
"Iya Aditya yang giginya tonggos, yang dulu sering kamu hin4 itu. Lelaki yang tidak akan laku karena memiliki gigi tonggos," tegas Aditya membuat mulut Putri seketika terkatup.
"Cie cie." Vika muncul secara tiba-tiba. Memang titisan demit deh kayaknya tuh anak.
Eh, tapi ngomong-ngomong dia datang sama siapa? Masak sendiri sih.
"Datang ma siapa, Vik?" Aku celingukan.
Saat itu juga, aku menangkap sosok yang tak asing bagi mataku. Ya, dia adalah Arshaka. Dia datang dengan siapa? Apa dia ke sini untuk mencariku?
Eh, tapi untuk apa dia cari aku. Wah, gawat ini. Aku harus ngumpet. Jangan sampai aku ketemu dia di sini. Bisa dipermalukan aku. Apalagi aku belum siap jika Aditya tahu aku sudah tidak perawan lagi.
"Aku ke toilet sebentar," pamitku langsung pergi tanpa menunggu persetujuan dari siapa pun.
"Heh! Nilam!" teriak Putri dan aku tidak peduli. Terhindar dari Saka saja aku sudah beruntung.
Sialnya, saat aku pergi ke toilet. Ada seorang pria memanggilku lalu ingin menangkapku.
Aku pun langsung berlari dan menghindar. Entah siapa pria itu. Namun, yang aku tahu dia bukan Saka. Hingga aku sembunyi di balik mobil pun masih saja dikejar. Siapa dia?
Gegas aku menghubungi Aditya. Tempat ini tidak aman bagiku. Entah siapa yang tadi mengejarku. Sepertinya dia ingin menangkapku.
Apakah Bibi berhut4ng dan menjadikan aku sebagai jamin4n lagi?
Jika benar, wanita itu emang harus diberi pelajaran.
Saat aku sedang ngedumel dalam hati. Pria itu menelpon seseorang. Namun, saat kudengar dia menyebut nama bos. Siapa bosnya?
"Aku baru saja melihat wanita itu lagi, Bos. Aku tidak salah lihat kali ini. Wajahnya sama persis dengan yang di hotel."
Wanita di hotel? Bukankah itu aku? Apa jangan-jangan pria itu adalah anak buah Saka?
Mau apa dia mencariku? Semakin mencurigakan saja.
Aditya mulai menampakkan batang hidungnya. Namun, aku masih tetap sembunyi hingga ponselku berdering. Gegas aku menerima sebelum bunyi teleponku terdengar oleh pria suruhan Saka.
"Jangan berisik, aku ada di belakang mobil Alphard warna hitam," jawabku berbisik.
Terlihat Aditya celingukan. Kemudian dia menghilang entah kemana.
Saat ini aku sudah seperti maling dikejar warga saja. Sembunyi dan sport jantung.
Tiba-tiba ada tangan yang menyentuh pundakku. Aku segera menoleh. Berharap jika itu bukan orang yang mencariku.
Benar saja, dia adalah Aditya. Bersyukur aku bisa aman malam ini. Yang menjadi pertanyaan bagiku adalah, buat apa Saka mencari wanita yang bersamanya malam itu. Makin tidak aman aja hidupku.
Aku pikir setelah bercerai akan bebas, ternyata malah makin kacau saja.
"Siapa yang mengejarmu?" tanya Aditya seraya melindungi kepalaku menggunakan jas miliknya.
"Aku nggak tahu siapa mereka. Saat aku ke toilet. Dia langsung ingin menangkapku. Makanya aku lari terus sembunyi," jawabku dengan tangan menutupi wajah.
"Ya sudah, kita pulang aja. Kamu ceritakan nanti setelah tiba di rumah," kata Aditya menuntunku masuk mobil.
Selama di jalan aku hanya diam, jika aku diincar oleh Saka. Aku harus berubah penampilan. Jika masih dengan make up yang sama, maka dengan mudah dia akan menangkapku. Dasar pria angkuh, apa pun yang dia mau harus bisa di dapatkan.
Setibanya di rumah, Aditya ikut masuk. Ia langsung menjatuhkan bobot tubuhnya di atas sofa.
"Huft, lama sekali aku nggak tidur di sofa ini," desisnya.
Aku hanya membalas dengan tersenyum. Kemudian duduk di hadapan Aditya.
"Eh, ngomong-ngomong Mak Lampir kemana?" tanyanya setelah terdiam beberapa saat.
"Udah pergi, habis aku marahi tadi," sahutku apa adanya.
"Pergi?" Aditya berjingkat. "Nggak salah?" imbuhnya.
"Nggak, aku balik kerja dia dah nggak ada di rumah. Barang-barangnya juga nggak ada," balasku menyenderkan tubuh di sofa.
"Sadar diri kali, kalau rumah ini bukan miliknya," jawabnya.
"Mungkin."
"Terus, perusahaan gimana? Masih dipimpin sama dia?"
Nah, aku jadi ingat kalau aku butuh suntikkan dana.
"Udah nggak, aku mau urus sendiri. Dia hanya menghabiskan uang papa saja. Kebetulan nih, aku minta saran sama kamu tentang perusahaan yang mau menanamkan saham. Ada nggak?" Aku mulai menegakkan tubuh.
"Perusahaan papi pasti mau tuh," jawabnya semangat.
"Papi?" tanyaku heran. Setahuku dia tidak memiliki papi.
"Iya, papi mendirikan perusahaan baru. Yang memimpin kakak tiriku. Nanti aku coba bicara sama papi deh, siapa tahu dia mau," jawab Aditya.
Semoga saja papinya mau. Aku bisa sedikit bernapas lega. Semoga saja berhasil.
Eh, tapi, sejak kapan Aditya punya papi baru?
"Sejak kapan kamu punah papi baru?" tanyaku heran.
"Sudah lama, sejak aku lahir, sebenarnya aku bohong sama kalian. Aku takut kalau jujur, pasti nggak ada yang mau berteman sama aku. Soalnya aku hanya anak dari istri kedua papi. Apalagi, kakak tiriku selalu melarang aku untuk mengakui papi sebagai ayah," terangnya membuatku merasa iba. Kasihan sekali dia. Pasti dulu batinnya sangat terteka.
Namun, Aditya hebat. Walaupun dia seperti itu. Semangatnya begitu luar biasa. Hingga kini dia masih tetap bersemangat.
"Oalah. Hebat kamu ya, aku nggak nyangka kamu akan sekuat itu. Coba aku, pasti dah nyerah sejak lama tuh."
Aditya tersenyum sungging. "Aku bertahan demi mami, dia mencintai papi dan ikhlas menerima. Lalu, buat apa aku menyerah."
Motivasi yang luar biasa. Benar juga. Aku juga tidak boleh nyerah demi perusahaan papa. Aku harus mempertahankannya!
Aku tersenyum mendengar kata-katanya. Dan yang menjadi pertanyaan bagiku sekarang adalah, kenapa bukan Aditya yang menjadi pemimpin perusahaan barunya.
"Kenapa bukan kamu yang memegang perusahaan baru?" tanyaku yang mungkin terkesan mencampuri.
"Kakak tiriku tidak pernah mau mengalah. Dia selalu mengatakan jika aku adalah pria lemah. Nggak bisa mengurus perusahaan yang baru dirintis itu. Apalagi soal warisan Opa. Dia lah yang paling bersemangat, yang lain nolak buat nikah. Dia sendiri yang mau. Entah gimana nasibnya sekarang?" Aditya tersenyum seperti menghina.
"Berarti kakak tirimu haus akan harta dan tahta, ya?"
"Bukan haus lagi sih. Tapi aku akui, dia memang lebih dari segala-galanya. Dia hebat. Tidak sepertiku. Hanya bisa sembunyi di ketek emak," lirihnya terdengar menyakitkan.
"Nah loh, baru aja diomongin udah nelpon dia. Bentar aku angkat dulu ya." Aditya bangkit dari duduknya dan sedikit menjauh dariku.
"Apa? Tanda tangan surat? Ok, aku akan segera ke sana."
Tanda tangan surat apa? Kok aku jadi kepo gini sih.
"Apa? Tanda tangan surat? Ok, aku akan segera ke sana."Tanda tangan surat apa? Kok aku jadi kepo gini sih."Aku harus pulang, kata kakakku aku harus tanda tangan surat pengalihan perusahaan.""Loh katanya dia ....""Dia sudah mendapatkan warisan dari Opa, makanya perusahaan yang dia pegang selama ini diberikan padaku sesuai dengan perjanjian. Siapa saja yang mau menikah, maka dia akan mendapatkan perusahaan pusat dan cabangnya akan dibagi aku dengan adikku," jelasnya, sedangkan aku masih bingung, tapi juga ikut bersyukur."Terus perusahaan barunya?" tanyaku berharap jika bukan kakak Aditya yang memegang."Tetap kakakku yang pegang, dia yang pandai mengembangkan perusahaan. Diantara kami bertiga, hanya dia yang pandai mengambil keputusan," jawab Aditya yang menjadikan harapanku sia-sia.Pasti kakak tiri Aditya tegas. Dia dipercaya oleh papinya. Saat membayangkan wajah kakak tiri Aditya, kenapa wajah Saka yang ada dalam pikiranku. Dari sifat dan watak yang diceritakan oleh Aditya, Sak
POV ArshakaSetibanya di ruang keluarga. Aku tidak menemukan istriku. Sepertinya dia kabur saat aku sedang menaiki tangga. Sebab, terdengar suara deru mobil keluar dari depan rumah ketika aku tiba di ruang keluarga.Gegas aku berlari ke arah balkon. Aku sangat penasaran dengan wajah dari istriku itu. Dan sayangnya, aku tetap saja tidak bisa melihat wajahnya sama sekali.Kaca mobil tertutup rapat, sehingga menyulitkan aku untuk melihatnya. Bikin aku semakin penasaran saja."Dia sudah tanda tangan kontraknya dan juga surat cerai!" seru Mami hingga terdengar dari arah balkon."Baguslah kalau begitu. Itu artinya aku akan segera menjadi pemegang perusahan utama," jawabku keluar dari kamar yang dulu sering aku tempati, tetapi tidak dengan sekarang.Mami hanya terdiam. Tidak menyahut apalagi membalas. Terlihat aneh sih, tapi biarlah. Lebih baik aku istirahat saja. Mumpung hari ini aku free. Sekali-kali tidur di siang hari kayaknya enak juga.Aku kembali masuk ke dalam kamar. Rapi dan masih s
Seketika aku menelan saliva dengan kasar mendengar suara Saka dari seberang telepon. Ya Tuhan, apa malam ini Saka akan ....Kejadian malam kemarin saja masih membekas dalam ingatan. Dan ini ... membayangkan saja aku sudah merasa takut. Apalagi suara Saka terdengar sangat menakutkan.Mendengar suara Saka membuatku bergidik ngeri. Apalagi suara itu sama persis saat Saka berbisik tepat di belakang telingaku seraya mencvmbu.Apa jangan-jangan dia emang kecandvan obat seperti itu? Kok ngeri sekali bayanginnya.Ibarat kata, sekali mencoba kok jadi tuman."Mari, Non, saya antar," ucap seorang pria berbadan kekar yang disebut Rul.Entah namanya siapa, mungkin Ruli, Amrullah, atau bisa jadi Ruliyah."Kemana?" tanyaku khawatir.Sebab, sambungan telepon juga belum terputus, sedangkan Saka sudah terdiam.Mami mengambil ponsel dari tanganku dengan cekatan."Segera ajak dia ke apartemen Saka!" Perintahnya terdengar gusar.Semakin mencekam saja keadaannya. Apa yang akan Saka lakukan nanti?Terus gim
Suara itu mengagetkanku. Lelaki yang sama di hotel dan mengejarku itu kembali hadir. Mau apa lagi dia?Tanpa peduli apa pun. Aku langsung berlari menuju lift dan segera menutup sebelum pria itu ikut masuk.Nggak di sini, nggak di sana. Aku sudah seperti tersangka m4ling saja. Dikejar dan dikejar.Huft! Akhirnya aku tiba di mobil Vika. Wanita itu sudah menunggu sejak tadi. Sampai-sampai dia ketiduran di mobil."Minggir, biar aku aja yang nyetir!"Wanita itu mengerjapkan mata. Mau marah tapi nggak jadi karena lelaki itu berteriak."Berhenti!""Siapa sih dia?" tanya Vika yang ternyata masih mengenakan gaun yang sama ketika reunian. Begitu juga denganku. Ya, kalau aku kan karena sibuk berlari saat dikejar."Anak buah Saka," jawabku menambah kecepatan agar jauh dari pantauannya."What?" Mata yang tadinya masih mengantuk, kini terbuka lebar."Anak buah Saka? Ngapain dia ngejar kamu?" sambungnya.Aku mengendikkan bahu. Sebab, aku sendiri juga tidak tahu alasan apa Saka memerintah anak buahny
POV RihanaSejak kakak tiriku meninggal dan menitipkan anak gadisnya padaku. Aku terpaksa harus merawatnya. Hingga ada sebuah tawaran menggiurkan dari keluarga Abraham saat perusahaan yang aku kelola mengalami penurunan pendapatan selama setahun karena kesalahan di divisi marketing. Banyak produk yang kadaluarsa karena tidak laku. Alhasil, mengalami kerugian yang sangat banyak.Apalagi, saat produksi juga banyak mengalami kegagalan.Aku gak mau rugi. Ketika keponakanku menikah dengan keluarga kaya raya itu. Aku menggunakan kesempatan yang ada untuk memeras mereka. Meminta banyak uang pada mereka dan aku simpan sendiri untuk membuat usaha baru yang memang aku kuasai.Saat di detik-detik terakhir pernikahan Nilam. Aku menjebak mereka agar tidak bercerai. Namun, b0dohnya Nilam, dia malah menolak u4ng pemberian dari Saka. Padahal niatku adalah baik, supaya dia tidak susah jika perusahaan benar-benar sudah jatuh di tangan Abraham.Aku memikirkan hidupnya supaya enak. Eh, malah ditolak."B
POV RihanaSejak kakak tiriku meninggal dan menitipkan anak gadisnya padaku. Aku terpaksa harus merawatnya. Hingga ada sebuah tawaran menggiurkan dari keluarga Abraham saat perusahaan yang aku kelola mengalami penurunan pendapatan selama setahun karena kesalahan di divisi marketing. Banyak produk yang kadaluarsa karena tidak laku. Alhasil, mengalami kerugian yang sangat banyak.Apalagi, saat produksi juga banyak mengalami kegagalan.Aku gak mau rugi. Ketika keponakanku menikah dengan keluarga kaya raya itu. Aku menggunakan kesempatan yang ada untuk memeras mereka. Meminta banyak uang pada mereka dan aku simpan sendiri untuk membuat usaha baru yang memang aku kuasai.Saat di detik-detik terakhir pernikahan Nilam. Aku menjebak mereka agar tidak bercerai. Namun, b0dohnya Nilam, dia malah menolak u4ng pemberian dari Saka. Padahal niatku adalah baik, supaya dia tidak susah jika perusahaan benar-benar sudah jatuh di tangan Abraham.Aku memikirkan hidupnya supaya enak. Eh, malah ditolak."B
Tiba-tiba saja ada yang membekap mulutku hingga akhirnya aku tak sadarkan diri dan ketika mata mengerjap. Aku pun kaget.Di mana aku sekarang?Kepala berdenyut dan terasa mual. Tempat ini sangat gelap. Hanya ada pencahayaan dari sinar rembulan yang menembus di kaca jendela."Di mana dia?" Suara yang tak asing bagiku mulai terdengar.Bibi. Jadi dia yang menculikku. Mau apa lagi dia? Tidak bisakah dia membiarkan aku hidup tenang."Di dalam, Bos," jawab seorang wanita."Bagus, ini bayaran untukmu dan ini buat sekongkolmu itu!"Suara derap langkah kaki kian mendekat. Knop pintu pun mulai bergerak. Pasti Bibi akan masuk ke ruangan ini.Gegas aku kembali tidur. Pura-pura pingsan sepertinya ide bagus."Hm. Dasar anak nakal! Tidak bisakah kamu tidak menyusahkan hidupku! Disuruh nurut aja susah amat!"Aku sedikit membuka mata saat Bibi duduk di tepi ranjang membuka tas lalu mengambil ponsel."Aku harus menghubungi keluarga Abraham segera. Aku malas mengurusi anak sialan ini!"Suara ponsel berd
POV AdityaRindu terhadap seseorang membuatku mempercepat skripsi kuliah. Seorang gadis berusia 24 tahun, hanya terpaut 1 tahun saja denganku. Dia lah Nilam Cahaya, sejak SMA aku sudah jatuh hati padanya. Namun, aku tak pernah berani mengungkapkan isi hatiku padanya.Sampai aku tiba dan bertemu dengannya pun, tetap saja tak berani mengutarakan cinta. Hanya sekedar menyanjung saja. Apalagi, kini wajahnya semakin terlihat cantik dan bertambah dewasa.Hingga sesuatu terjadi, entah ada masalah apa dengan Nilam. Gadis itu menghilang begitu saja hingga satu bulan lamanya.Vika yang merupakan teman dekat sekaligus sahabat juga tidak tahu di mana dia berada. Aku sampai frustasi mencari keberadaannya.Hingga sebuah fakta aku dapatkan. Saat aku masuk ke dalam kamar kakak tiriku atas perintah Mami Chintya.Sebuah baju yang sempat aku belikan pada Nilam, berada di