Seketika aku menelan saliva dengan kasar mendengar suara Saka dari seberang telepon. Ya Tuhan, apa malam ini Saka akan ....Kejadian malam kemarin saja masih membekas dalam ingatan. Dan ini ... membayangkan saja aku sudah merasa takut. Apalagi suara Saka terdengar sangat menakutkan.Mendengar suara Saka membuatku bergidik ngeri. Apalagi suara itu sama persis saat Saka berbisik tepat di belakang telingaku seraya mencvmbu.Apa jangan-jangan dia emang kecandvan obat seperti itu? Kok ngeri sekali bayanginnya.Ibarat kata, sekali mencoba kok jadi tuman."Mari, Non, saya antar," ucap seorang pria berbadan kekar yang disebut Rul.Entah namanya siapa, mungkin Ruli, Amrullah, atau bisa jadi Ruliyah."Kemana?" tanyaku khawatir.Sebab, sambungan telepon juga belum terputus, sedangkan Saka sudah terdiam.Mami mengambil ponsel dari tanganku dengan cekatan."Segera ajak dia ke apartemen Saka!" Perintahnya terdengar gusar.Semakin mencekam saja keadaannya. Apa yang akan Saka lakukan nanti?Terus gim
Suara itu mengagetkanku. Lelaki yang sama di hotel dan mengejarku itu kembali hadir. Mau apa lagi dia?Tanpa peduli apa pun. Aku langsung berlari menuju lift dan segera menutup sebelum pria itu ikut masuk.Nggak di sini, nggak di sana. Aku sudah seperti tersangka m4ling saja. Dikejar dan dikejar.Huft! Akhirnya aku tiba di mobil Vika. Wanita itu sudah menunggu sejak tadi. Sampai-sampai dia ketiduran di mobil."Minggir, biar aku aja yang nyetir!"Wanita itu mengerjapkan mata. Mau marah tapi nggak jadi karena lelaki itu berteriak."Berhenti!""Siapa sih dia?" tanya Vika yang ternyata masih mengenakan gaun yang sama ketika reunian. Begitu juga denganku. Ya, kalau aku kan karena sibuk berlari saat dikejar."Anak buah Saka," jawabku menambah kecepatan agar jauh dari pantauannya."What?" Mata yang tadinya masih mengantuk, kini terbuka lebar."Anak buah Saka? Ngapain dia ngejar kamu?" sambungnya.Aku mengendikkan bahu. Sebab, aku sendiri juga tidak tahu alasan apa Saka memerintah anak buahny
POV RihanaSejak kakak tiriku meninggal dan menitipkan anak gadisnya padaku. Aku terpaksa harus merawatnya. Hingga ada sebuah tawaran menggiurkan dari keluarga Abraham saat perusahaan yang aku kelola mengalami penurunan pendapatan selama setahun karena kesalahan di divisi marketing. Banyak produk yang kadaluarsa karena tidak laku. Alhasil, mengalami kerugian yang sangat banyak.Apalagi, saat produksi juga banyak mengalami kegagalan.Aku gak mau rugi. Ketika keponakanku menikah dengan keluarga kaya raya itu. Aku menggunakan kesempatan yang ada untuk memeras mereka. Meminta banyak uang pada mereka dan aku simpan sendiri untuk membuat usaha baru yang memang aku kuasai.Saat di detik-detik terakhir pernikahan Nilam. Aku menjebak mereka agar tidak bercerai. Namun, b0dohnya Nilam, dia malah menolak u4ng pemberian dari Saka. Padahal niatku adalah baik, supaya dia tidak susah jika perusahaan benar-benar sudah jatuh di tangan Abraham.Aku memikirkan hidupnya supaya enak. Eh, malah ditolak."B
POV RihanaSejak kakak tiriku meninggal dan menitipkan anak gadisnya padaku. Aku terpaksa harus merawatnya. Hingga ada sebuah tawaran menggiurkan dari keluarga Abraham saat perusahaan yang aku kelola mengalami penurunan pendapatan selama setahun karena kesalahan di divisi marketing. Banyak produk yang kadaluarsa karena tidak laku. Alhasil, mengalami kerugian yang sangat banyak.Apalagi, saat produksi juga banyak mengalami kegagalan.Aku gak mau rugi. Ketika keponakanku menikah dengan keluarga kaya raya itu. Aku menggunakan kesempatan yang ada untuk memeras mereka. Meminta banyak uang pada mereka dan aku simpan sendiri untuk membuat usaha baru yang memang aku kuasai.Saat di detik-detik terakhir pernikahan Nilam. Aku menjebak mereka agar tidak bercerai. Namun, b0dohnya Nilam, dia malah menolak u4ng pemberian dari Saka. Padahal niatku adalah baik, supaya dia tidak susah jika perusahaan benar-benar sudah jatuh di tangan Abraham.Aku memikirkan hidupnya supaya enak. Eh, malah ditolak."B
Tiba-tiba saja ada yang membekap mulutku hingga akhirnya aku tak sadarkan diri dan ketika mata mengerjap. Aku pun kaget.Di mana aku sekarang?Kepala berdenyut dan terasa mual. Tempat ini sangat gelap. Hanya ada pencahayaan dari sinar rembulan yang menembus di kaca jendela."Di mana dia?" Suara yang tak asing bagiku mulai terdengar.Bibi. Jadi dia yang menculikku. Mau apa lagi dia? Tidak bisakah dia membiarkan aku hidup tenang."Di dalam, Bos," jawab seorang wanita."Bagus, ini bayaran untukmu dan ini buat sekongkolmu itu!"Suara derap langkah kaki kian mendekat. Knop pintu pun mulai bergerak. Pasti Bibi akan masuk ke ruangan ini.Gegas aku kembali tidur. Pura-pura pingsan sepertinya ide bagus."Hm. Dasar anak nakal! Tidak bisakah kamu tidak menyusahkan hidupku! Disuruh nurut aja susah amat!"Aku sedikit membuka mata saat Bibi duduk di tepi ranjang membuka tas lalu mengambil ponsel."Aku harus menghubungi keluarga Abraham segera. Aku malas mengurusi anak sialan ini!"Suara ponsel berd
POV AdityaRindu terhadap seseorang membuatku mempercepat skripsi kuliah. Seorang gadis berusia 24 tahun, hanya terpaut 1 tahun saja denganku. Dia lah Nilam Cahaya, sejak SMA aku sudah jatuh hati padanya. Namun, aku tak pernah berani mengungkapkan isi hatiku padanya.Sampai aku tiba dan bertemu dengannya pun, tetap saja tak berani mengutarakan cinta. Hanya sekedar menyanjung saja. Apalagi, kini wajahnya semakin terlihat cantik dan bertambah dewasa.Hingga sesuatu terjadi, entah ada masalah apa dengan Nilam. Gadis itu menghilang begitu saja hingga satu bulan lamanya.Vika yang merupakan teman dekat sekaligus sahabat juga tidak tahu di mana dia berada. Aku sampai frustasi mencari keberadaannya.Hingga sebuah fakta aku dapatkan. Saat aku masuk ke dalam kamar kakak tiriku atas perintah Mami Chintya.Sebuah baju yang sempat aku belikan pada Nilam, berada di
Mata memindai setiap sudut ruangan. Sepertinya ini bukan kamar biasa, tetapi rumah sakit. Siapa yang membawaku ke sini? Apakah mungkin keluarga Abraham?Suara yang tak asing bagiku mulai terdengar menyusuri jalan di depan ruangan ini. Vika.Gadis itu tertawa. Bersama siapa dia saat ini? Apa mungkin Arshaka?Aku mencoba bangun meski kepala masih terasa pusing. Apalagi aku juga mual. Apa masuk angin gara-gara kedinginan semalam ya?Aku terbangun saat matahari sudah menyingsing. Ketika mata mengarah ke jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi.Handel pintu bergerak. Pasti Vika yang membuka. Aku berpura-pura masih memejamkan mata."Masih belum sadar?"Ya ampun, jadi Vika sama Aditya."Belum," jawab Vika lesu."Ya udah, karena dia belum bangun. Aku akan pergi lagi. Salam buat
Sebenarnya aku sakit apa sih? Kenapa rasanya aneh begini?Rasa mual yang sangat luar biasa benar-benar mengganggu aktivitasku. Dari sore hingga malam aku terus merasa perutku seperti diaduk-aduk. Ingin muntah terus menerus."Coba panggilkan dokter, Vik ," titah Aditya.Vika pun bergegas keluar dari ruangan ini untuk menemui dokter. Hingga beberapa menit kemudian dia kembali dengan dokter yang berbeda."Maaf ya, Mbak, saya periksa terlebih dahulu," katanya sebelum memeriksaku dan aku membalas dengan anggukan.Selesai diperiksa, Aditya lah yang paling antusias dengan hasilnya ."Bagaimana keadaannya, Dok?" wajahnya menatap serius ke arah dokter."Apa Anda suaminya?" tanya dokter dan Aditya mengangguk.Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres di sini. Jangan-jangan dugaanku benar.Wah. Aditya tidak bo