Share

Bab 0002

Sena tidak pernah benar-benar ingat bagaimana ia bisa tiba di rumahnya malam itu. Yang bisa Sena ingat hanyalah dirinya menangis sepanjang perjalanan dan ia mulai berhalusinasi seolah semua orang menatapnya jijik dan mencemooh dirinya yang kotor.

Sena pikir, malam kelamnya sudah berakhir begitu ia tiba di rumah, tapi ternyata ia salah. Sena malah disambut dengan kondisi rumahnya yang berbeda dengan saat ia tinggalkan tadi.

"Ya Tuhan, apa lagi ini? Mengapa lampu rumah menyala? Pintunya juga terbuka. Siapa di rumah? Apa ada pencuri?"

Sena begitu panik dan langsung saja berlari ke arah rumahnya walau langkahnya tertatih karena bagian sensitifnya masih terasa perih. Namun, ia tidak peduli dan segera masuk ke dalam rumah.

"Siapa di sana? Keluar dari rumahku!" pekik Sena dengan gagah berani sambil mengangkat tas selempangnya.

Sena tahu mungkin ia begitu bodoh kalau berpikir tas selempangnya bisa melumpuhkan pencuri, tapi sungguh ia tidak bisa berpikir lagi, ia hanya tahu ia harus menyelamatkan rumahnya, satu-satunya harta yang masih ia punya, peninggalan kedua orang tuanya.

Sena pun terus melangkah ke arah sumber suara di dalam kamarnya dan sambil mengumpulkan kekuatannya, Sena pun membuka pintu kamarnya, berniat menyerang pencurinya.

Namun, ketika melihat sosok yang ada di depannya, perasaan Sena langsung bergejolak tidak karuan. Marah dan benci bercampur menjadi satu.

"Giana! Akhirnya kau pulang juga, akhirnya kau pulang setelah kau menghancurkan segalanya! Kau masih ingat kau punya rumah, hah?

Perbedaan umur di antara mereka yang hanya dua tahun lebih membuat Sena tidak pernah memanggil Giana dengan sebutan kakak. Bahkan banyak yang mengira mereka kembar walaupun wajah mereka sebenarnya tidak begitu mirip.

Giana yang mendengar suara Sena itu pun menoleh dan baru saja akan menyahuti Sena, tapi ia malah menganga menatap penampilan Sena.

"Apa ini, Sena? Apa yang kau lakukan dengan memakai gaunku?" sembur Giana tajam. "Kau mau belajar menjadi pencuri, hah? Lepaskan gaunku dari tubuhmu! Lepas!" bentak Giana sambil menghambur ke arah Sena dan menarik gaun itu dari tubuh Sena.

"Akhh, apa yang kau lakukan, Giana? Aku hanya meminjamnya, aku akan mengembalikannya nanti!"

"Apa aku sudah mengijinkannya? Berani sekali kau menyentuh barangku, Sena! Asal kau tahu kalau gaun ini sangat mahal. Kau bekerja berbulan-bulan saja belum tentu bisa membeli gaun ini. Tapi sial! Apa itu? Gaunnya robek?" pekik Giana saat ia melihat ujung gaun yang sepanjang lutut itu nampak robek.

Seketika Sena pun menatap nanar ke ujung gaunnya yang pasti robek karena pria bengis itu memaksa menariknya tadi.

"Apa yang kau lakukan sampai gaunnya robek, Sena? Dan kau bahkan memakai sepatuku. Bau apa ini? Parfumku juga? Dasar pencuri! Berani sekali kau memakai semua barangku. Sekarang cepat lepaskan! Lepaskan gaunku, Sena!"

"Aku bisa melakukannya sendiri, Giana! Lepaskan tanganmu!" seru Sena sambil menahan tangan Giana yang terus menarik gaun itu sampai gaun itu sedikit melorot dan membuat kulit di atas dada Sena tersibak.

Giana pun sampai menganga sejenak melihat tanda merah di sana. "Tanda apa itu, Sena? Tanda apa di dadamu?"

Sena sendiri sontak menutupi tanda yang pasti dibuat oleh pria bengis itu saat menodainya tadi. Namun, Giana langsung tertawa kesal dan menatap jijik pada adiknya itu.

"Oh, ternyata kau mau belajar menjadi wanita murahan, hah? Apa kau baru saja menghabiskan malam bersama seorang pria, hah? Pasti pria itu yang membuat tanda di tubuhmu kan? Pantas saja aku bisa merasakan aroma parfum mahal seorang pria." Giana sedikit memajukan wajahnya dan ia memejamkan matanya sejenak merasakan aromanya.

"Dasar wanita sok suci! Kau terus menasihati aku setiap kali kita bertemu sampai aku muak mendengarnya, tapi ternyata kau tidak ada bedanya dengan aku. Murahan!" sembur Giana tanpa perasaan.

Hati Sena begitu tertusuk sekarang. Rasanya Sena ingin mengumpat dan berteriak di depan wajah Giana. Sena bisa tahan kalau hanya harus bekerja melunasi hutang, toh Sena sudah melakukannya begitu lama, tapi kalau harus kehilangan masa depannya seperti ini, bagaimana ia masih bisa menghormati kakaknya setelah semua ini?

Sena pun menatap kakaknya dengan tatapan kecewa yang tidak bisa dijelaskan lagi.

"Tahukah kau apa yang terjadi padaku karena kau, Giana? Aku kehilangan kehormatanku karena seorang pria yang mempunyai dendam padamu, apa kau tahu itu?"

Giana yang mendengarnya pun membelalak dan terdiam sesaat. "Apa? Apa maksudmu?"

"Aku dinodai, Giana. Dia bilang kau sudah meninggalkan adiknya dan dia mengira aku adalah kau!"

Giana pun membelalak makin lebar saat ini. Tentu saja ia sudah biasa tidur dengan banyak pria, jadi kehilangan kehormatan bukan hal yang luar biasa lagi bagi Giana. Tapi seseorang yang bisa melakukan hal itu, menangkap dan menodai Sena berarti orang itu pasti bukan orang yang baik dan Giana pun mulai merasa takut.

"Sial! Siapa adiknya saja aku tidak tahu. Tapi kalau dia salah menangkapmu berarti ada kemungkinan dia akan mencariku lagi kan? Aku tidak boleh tertangkap, aku tidak boleh tertangkap!"

Giana pun mulai panik dan kembali mencari sesuatu di dalam laci kamar Sena. Namun, Sena yang mendengar ucapan Giana malah makin sakit hati.

"Aku baru saja dinodai! Tubuhku bahkan masih sakit, tapi kau sama sekali tidak peduli?!" Sena mencoba menunjukkan betapa hancur dirinya di hadapan Giana.

Ia berharap, kakaknya itu mau sedikit berempati. Hanya saja, harapannya terlalu tinggi. Sebab, Giana justru memandang sang adik dengan rendah.

"Kehilangan kehormatan tidak membuatmu mati, Sena. Lain hal jika mereka yang menemukanku. Jadi, jangan manja! Terima saja nasibmu!" desis Giana sambil mulai melempar keluar semua isi laci milik Sena.

"Kau benar-benar tidak punya perasaan, Giana! Jangan bongkar lagi! Sebenarnya apa yang kau cari, Giana?"

Sena mencoba menghentikan Giana, tapi Giana mengempaskan tangan Sena. Terjadi saling menarik dan mendorong antara Sena dan Giana sampai akhirnya Giana mendorong Sena kasar sampai Sena jatuh terduduk di lantai.

"Akh!" Sena meringis dan menatap tak percaya pada kakaknya.

Dan tepat saat itu, akhirnya Giana pun menemukan apa yang ia cari yaitu sertifikat rumah. Giana mengangkat map sertifikat itu sambil tersenyum puas, sedangkan Sena langsung membelalak melihatnya.

"Apa yang mau kau lakukan dengan itu, Giana? Kembalikan padaku!"

Sena menahan rasa sakit di tubuhnya dan bangkit berdiri untuk merebut sertifikat itu dari Giana, tapi dengan cepat Giana mengamankan sertifikat rumah itu.

"Aku akan menjual rumah ini, Sena! Aku membutuhkan banyak sekali uang untuk investasi dan aku harus menjual rumah ini!"

"Jangan gila! Aku tinggal di mana kalau kau menjual rumah ini? Ini satu-satunya peninggalan Ayah dan Ibu, Giana!"

"Ayah dan Ibu sudah mati, mereka tidak akan peduli lagi pada rumah ini dan kau juga bisa mencari tempat tinggal lain, aku tidak peduli. Aku butuh uang, Sena, dan aku harus menjual rumah ini!" seru Giana lagi yang langsung mendorong Sena dan melarikan diri dari rumahnya.

"Berhenti, Giana! Kembalikan padaku! Giana!" Sena berteriak sambil mengejar Giana sampai keluar rumah, tapi terlambat.

Giana sudah masuk ke dalam mobil yang baru saja datang menjemputnya. Sena sempat memukul-mukul kaca mobil itu dan terus memanggil Giana, tapi mobil itu pun langsung tancap gas dan melaju kencang pergi dari sana sampai Sena pun langsung jatuh terjerembab di jalanan depan rumahnya.

"Akhh, Giana! Kembali, Giana! GIANAAA!!!" teriak Sena dengan tangisan yang begitu memilukan.

**
Comments (1)
goodnovel comment avatar
amymende
cerita bodoh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status