Sementara itu. Kaki dibalut sepatu kulit yang ujungnya bundar dan memiliki hak tipis, Kimberly terus saja mengikuti langkah Yuksel yang begitu ringan. Punggung yang biasa memimpin perang itu begitu lebar di mata Kimberly. Membayangkan ketika buku-buku jemarinya mencengkram di sana ketika bersetubuh. Membuat Kimberly menggelengkan kepala seketika. Namun, satu hal yang membuat Kimberly tak mengerti. "Kenapa aku tak ingat sama sekali, ketika dia menyentuhku, bahkan dua kali sekaligus," gumam Kimberly dengan dahi yang mengerut.Langkah kaki Yuksel perlahan berhenti. Kepala menoleh sedikit, menatap pada Kimberly yang sibuk dengan pemikirannya. Hingga tak sadar ada penghalang besar yang menghalangi jalan, sontak tubuh Kimberly menabrak punggung Yuksel."Apa yang kau pikirkan, istriku?" tanya Yuksel dengan sorot mata tajam.Kimberly mengangkat matanya setelah mengelus dahi yang lumayan sakit. "Kau mau membawaku ke mana?"Ya hanya itu yang bisa Kimberly ucapkan. Dari pada kepergok sedang me
Rasa malu tiba-tiba saja menyergap dalam diri Kimberly. Ketika mulut tak kuasa menahan satu desakan atas kenikmatan. Namun, ada suara lebih memalukan dari itu semua.Daging basah yang saling bertemu di bawah sana. Telah menciptakan suara yang merajai kesunyian labirin. Kimberly yang semula terlena oleh sentuhan Yuksel, tiba-tiba terlintas seruan di dalam otaknya.Tanda organisasi di dada Yuksel!"Grand Duke," sebut Kimberly pelan dengan tangan merambat pada Yuksel yang masih memakai atasan.Yuksel menyeringai. "Kenapa? Kau sangat menikmatinya, istriku?""Tolong lepaskan kemejamu, biarkan aku memandang--"Mulut Kimberly lebih dulu dibungkam oleh bibir Yuksel. Sebelum melanjutkan ucapannya. Apalagi melancarkan kegiatannya membuka pakaian Yuksel dan melihat tato itu.***"Sungguh, kau pria hina, Grand Duke."Yuksel yang tengah memakai jubah jadi menyeringai. Menatap pada Kimberly yang dalam keadaan berantakan, pakaian tersebar di sekitar ranjang. Sem
Semburat senyum di bibir Emma begitu cerah. Memandang Kimberly yang telah diakui oleh Grand Duke. Mungkin sebentar lagi akan memberikan suara tangis bayi pertama di kediaman pangeran kelima. Itulah keinginan Emma.Suara ketukan di pintu, menyita perhatian Emma juga Kimberly. Tak pernah Kimberly dapati Madam Ane begitu hormat terhadapnya. Menunduk selalu dan baru menatap mata ketika sudah di hadapannya."Apakah Lady ingin makan sekarang?""Ya?" Kimberly terheran, "memangnya kalian menyiapkan makan untukku? Selir ini?"Madam Ane kan pelayan pribadi Yuksel. Tiba-tiba menawarkan makanan padanya. Itu hal yang sulit untuk dimengerti."Betul Lady. Ayam goreng manis, nasi dan jus sudah tersaji di depan. Jika Lady ingin makan sekarang, saya akan menyuruh pelayan masuk," jabar Madam Ane pelan, namun tatapan mata begitu tajam."Ah ya, aku ingin makan sekarang."Tenaga habis terkuras karena ulah Yuksel. Tentunya perut Kimberly yang sudah keroncongan harus diisi, buka
Kimberly pun syok. "Ah, Yuksel."Secara alami, Kimberly ingin mengusap wajah suaminya. Namun, tangan Kimberly langsung dicekal oleh Yuksel. Hal itu membuat Kimberly beranggapan, kalau suaminya marah besar.Namun Yuksel menggeleng. "Tak apa, aku bisa sendiri."Yuksel benar-benar membersihkan sendiri makanan di wajah. Kimberly menelan ludahnya, nyawa Kimberly tak akan terancam hanya karena menyembur Grand Duke kejam ini? Yuksel menatapnya membuat pandangan Kimberly buru-buru diturunkan."Apa kau sudah selesai makan? Aku akan membawamu berkeliling kediaman," ujar Yuksel pelan.Kimberly langsung bangkit dari duduk. "Ya ayo! Emma."Yuksel mengerutkan dahi, melihat sang istri yang biasanya sangat pembangkang. Tiba-tiba menjadi penurut dalam sekejap. Terburu Emma mengikuti Kimberly yang sudah berjalan lebih dulu keluar kamar."Ayo, Grand Duke," sebutnya membuat Yuksel ikut berdiri dan mendekatinya.Ketika Kimberly keluar kamar dan memandang melalui jendela b
Meski tahu ada yang tidak beres. Namun, Yuksel nampak tak peduli dengan kondisi pelayan pribadi Kimberly. Hanya fokus sarapan bersama Kimberly di dalam kamar.Netra biru Kimberly mendelik. Merasa heran dengan sarapan yang dibawa sampai kamar. Padahal biasanya Yuksel sarapan bersama pangeran kelima dan Arabella di ruang makan. "Ada apa istriku?" tanya Yuksel begitu menyadari tatapannya.Mata Kimberly mengedar, menatap para pelayan yang siaga menunggu sang tuan selesai sarapan. "Anu, memangnya kau tidak makan di ruang makan, Grand Duke."Yuksel yang telah tahu kebiasaan Kimberly hanya sopan ketika ada orang lain, langsung menyahut. "Memangnya kau sudi makan di hadapan ayahku dan Arabella?"Mendengar hal itu. Kimberly memilih melahap sarapannya saja, tak berceloteh lagi. Dari pada menyahut dan membuat para pelayan membicarakan ketidak sudi itu. Melihat ada sisa kunyahan di sudut mulut. Yuksel tanpa ragu langsung mengusap mulutnya, namun satu yang membuat Kimbe
Netra Kimberly mendelik Yuksel serius. "Bisakah kau berpura buta dan tuli hanya untuk hari ini saja?"Yuksel mengusap kepalanya. "Baiklah. Apa pun yang kau lakukan, aku akan membelamu.""Kalau begitu, aku minta tolong padamu Yuksel. Tolong suruh pelayan terpercaya milikmu untuk merawat Emma selama aku pergi," pintanya."Baiklah. Aku akan meminta pengawal pribadiku berjaga di sini."Seketika itu juga Kimberly menoleh. Pengawal pribadi Yuksel kan pria yang selalu membawa pedang itu kan? Pria loh! Kimberly tentunya langsung menggelengkan kepala. Tentu membuat Yuksel mengerutkan dahi."Kenapa istriku?""Dia pria Yuksel. Mana mungkin aku membiarkan Emma berdua saja dengan pengawalmu itu."Yuksel tersenyum. "Dia berjaga di luar istriku.""Ya tapi tetap saja kan. Dia pria," celetuknya."Baiklah, aku akan menyuruh Madam Ane untuk merawatnya dan Aiden yang berjaga di depan."Soal itu ... Kimberly mulai mengangguk setuju. Sementara sorot matanya penuh dengan dendam. Jelas hal itu membuat Yukse
Madam Ane terlihat terkejut atas perintah yang keluar dari mulut Kimberly. "Lady, membutuhkan seember air untuk apa?"Sorot mata Kimberly menunjuk Arabella dengan jelas. "Untuk menyegarkan otak, sekaligus mengalirkan ide-ide jahat untuk keluar dari otaknya."Madam Ane ikut melirik pada Arabella. "Lady, tolong jangan lakukan itu.""Kenapa? Apa kau akan menentangku Madam Ane? Kalau begitu biar aku saja yang mengambilnya."Melihat tubuh Kimberly yang mulai berjalan pergi. Membuat Madam Ane memejamkan mata. Nampak penuh dengan kembimbangan. Jika menolak, maka akan berurusan dengan Grand Duke yang dimabuk cinta. Tapi, jika menyetujui, maka akan diamuk oleh pangeran kelima."Bawakan seember air." Pada akhirnya Madam Ane menuruti.Kimberly menatap Madam Ane yang nampak takut. "Terima kasih Madam Ane.""Tidak masalah Lady. Paling saya hanya akan ditegur pangeran kelima saja."Soal itu ... Kimberly sangat tahu. Apalagi Arabella berasal dari keluarga yang cukup dihormati oleh pangeran kelima. B
Langit malam mulai merajai kota Lefan. Terlihat Kimberly mematung dengan mata kosongnya. Sementara Yuksel telah berpakaian lengkap. Melihat sang istri yang tak segera memakai baju, membuat Yuksel mendekat dan berniat membantu."Menyingkir dariku Grand Duke."Dahi Yuksel mengerut. Padahal beberapa waktu lalu, Kimberly sangat menurut. Tapi, dimulai dari saat Yuksel menikmati Kimberly, sang istri mulai berbeda. Kembali bersikap kasar."Kimberly, kau bukan wanita yang tidak tahu terima kasih kan?" sindir Yuksel sedikit kesal, "lekas pakai bajumu."Yuksel menatap labirin yang sebentar lagi akan menghilang. Jika sampai hilang, maka akan ada mata yang melihat tubuh tanpa busana milik Kimberly. Meski sibuk dengan pemikirannya sendiri, Kimberly mulai memakai bajunya."Kenapa kau tidak memiliki tanda organisasi di dadamu?" tanya Kimberly lagi.Bahkan, ketika mata Kimberly meneliti seluruh tubuh suaminya. Benar-benar tak tersentuh oleh tanda organisasi yang dimaksud oleh ayahnya, Aaron Barnes. A