Pagi-pagi sekali, Diana sudah berkutat di dapur. Efek tak bisa tidur semalaman karena memikirkan ibu angkatnya, ba'da subub ia sudah berkutat di dapur. Membuat nasi goreng dan roti bakar untuk sarapan. Bi Ijah berkali-kali sudah melarang. Tak tega melihat majikannya di depan kompor dengan perut besar. Apalagi sesekali Diana menekan punggungnya yang mulai pegal. Namun, dasar Diana, ia tetap melakukan aktivitas meski sudah dilarang. Katanya biar persalinannya nanti lancar. Bahkan andai Desta nggak memaksa, ia tetap ingin pergi mengajar. Tepat pukul 6 pagi semua sarapan sudah terhidang di meja makan. Delapan puluh persen Diana yang membuatnya. Setelah siap, wanita itu segera masuk ke kamarnya. Semenjak usia kandungannya mencapai tujuh bulan, Desta memindahkan kamar mereka di kamar tamu yang ada di lantai satu. Jadi, Diana tak perlu susah payah naik turun tangga. "Mas, sarapannya sudah siap, tuh!" Diana mendekati suaminya yang asik dengan HP pintarnya. "Dari habis subuh kamu menghilan
Pertama kali bertemu orang yang melahirkan ke dunia seumur hidupnya, Diana seperti mimpi dan tak ingin bangun lagi. Selama ini ia mengira ibunya Meta adalah orang yang telah melahirkannya juga. Ternyata dia salah.Dan kini, wanita yang telah menyediakan rahimnya untuk dia tumbuh selama sembilan bulan lebih, talah ada di depan mata. Mereka masih berpelukan melepaskan rindu. Seolah hanya ada mereka berdua di sini. Bahkan, Diana sampai melupakan suaminya. Dalam kondisi normal, ia akan merasa malu bersikap seperti ini di depan suaminya. "Apa kalian nggak menganggap kami ada?" ucap Daniel dengan nada cemburu. Sepasang wanita kembar beda usia itu melerai pelukannya. Lalu menatap tajam pada pria yang barusan berbicara. Seolah mengerti dengan tatapan itu, Daniel memilih untuk duduk di samping Desta. "Apa setelah bertemu kalian akan bersekutu untuk memusuhiku? Kenapa tatapan kalian seperti itu?" cicitnya membuat ia mendapat lemparan dua bantal sofa secara bersamaan. "Tuh, kan ... benar. Bah
Diana, gadis manis berkacamata itu tampak menggigil kedinginan di bawah guyuran hujan yang membasahi seluruh tubuhnya.Perlahan ia memelankan laju motor matic-nya dan berhenti di depan rumah."Desta? Kenapa dia ada di sini, bukankah seharusnya dia bersama Meta ke acara pertemuan keluarga?"Dengan memeluk tubuhnya sendiri, Diana melangkah menuju pintu. Membukanya dengan kunci cadangan yang ia bawa, mengabaikan sosok pria yang tampak tertidur di kursi teras dekat pintu itu."Sayang, akhirnya kamu pulang juga. Kamu membuatku tersiksa karena menunggu terlalu lama," ucap pria itu serak sambil memeluk tubuh Diana dari belakang.Gadis itu membeku mendapati dirinya berada dalam dekapan seseorang yang sebentar lagi akan menjadi iparnya. Lelaki itu semakin mengeratkan tubuhnya membuat sesuatu yang berusaha ditahannya sejak tadi semakin bergolak.Menyadari posisinya yang salah, Diana berusaha melepaskan diri dan masuk rumah. Dadanya berdebar kencang sa
Gadis yang selalu mendapatkan kasih sayang penuh dari keluarganya itu tersenyum sinis menatap kakak perempuannya. Mencemooh ucapan Diana yang membuatnya semakin benci pada fakta itu. Meta benci pacarnya salah mengenali orang, padahal jelas-jelas penampilan mereka berbeda. Diana dengan pakaian yang serba tertutup, sementara dirinya selalu memakai pakaian seksi yang menampakkan lekuk tubuhnya. Sangat aneh jika kekasihnya sampai salah mengenali orang. Namun kenyataan itu tak bisa ia terima. Hatinya sakit jika harus menerima kenyataan sang kekasih hampir saja melecehkan kakak perempuannya yang hampir tak pernah bergaul dengan pria. Sementara padanya Desta selalu menjaga diri. Tak pernah melakukan hal-hal yang diinginkan Meta layaknya pasangan kekasih zaman sekarang, sekalipun dia sering memancingnya."Tidak, Meta. Tidak! Dia mabuk dan mengira aku adalah kamu. Kamu bisa lihat ini!" tunjuk Diana pada bajunya
Diana hanya menanggapi dengan senyuman dan kembali berkutat pada hasil kerjaan siswa. Sebagai guru matematika, ia memang menjadi idola para siswa. Cara penyampaiannya yang gamblang dan santai membuat para siswa enjoy belajar matematika. Padahal biasanya mapel itu adalah momok yang menakutkan. Dan di tangan Dianalah, belajar matematika semudah belajar membaca. Pukul setengah empat sore, Diana pulang dengan perasaan gamang. Hatinya kembali berdenyut mengingat kejadian kemarin. Semua orang mengucilkannya di rumah. Ah, mungkin ini takdir yang harus diterimanya. Rumah terlihat sangat sepi. Perlahan ia membuka pintu dengan kunci cadangan. Namun belum juga ia memasukkan kunci dengan sempurna, pintu sudah terbuka sendiri karena tersenggol tangannya. Itu berarti tidak dikunci yang menandakan di rumah ada orang.&nbs
Aroma minyak kayu putih menyengat hidung. Perlahan kelopak mata Diana terbuka. "Sudah bangun, heh?" Ucapan itu membuat bulu-bulu halus Diana berdiri. Ia kira sendirian di sini. 'Kenapa pria itu masih ada di sini?', batin Diana bersenandika. "Kenapa, kaget aku masih disini? Cepat minum obat ini, dan pulang. Kamu sudah membuang banyak waktuku!" Setelah melempar Paracetamol ke pangkuan Diana, pria itu melangkah keluar meninggalkan Diana seorang diri. Meski hatinya sakit diperlakukan seperti itu, ia tetap berterimakasih karena ia masih mau peduli meski sangat jutek. Suara pintu terbuka, menampilkan sosok perempuan muda seum
Desta menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari keberadaan Diana. Namun sepertinya gadis itu menghilang entah kemana, hingga nalurinya menuntun untuk berjalan ke samping rumah. Sepasang mata kelamnya membelalak saat mengetahui sosok gadis yang membuatnya kehilangan kekasih tergeletak di depan pintu rumah belakang. Dengan cepat ia melangkah menuju gadis itu. Hampir saja dia mengulurkan tangan untuk memastikan apakah gadis itu pingsan atau sekadar tertidur di sana. Namun egonya sebagai lelaki melarangnya untuk berbuat demikian. Akhirnya dia memilih berbalik dan melangkah meninggalkan gadis itu. baru beberapa langkah ia berjalan, telinganya mendengar rintihan Diana hingga memaksanya untuk menghentikan langkah dan berbalik menatapnya.Diana merasakan pening yang luar biasa. Badannya kembali menggigil. Sepertinya ia benar-benar sakit sekarang. Secepatnya ia harus masuk sebelum dia pingsan di sini
DiabaikanDesta tampak kacau. Pikirannya terbagi antara masalahnya dengan Meta dan juga gadis yang sedang terbaring lemah di brankar ini. Kilas balik kejadian saat ia berusaha melecehkannya kembali membuat otaknya mendidih. Dia memang bersalah, tapi tak bisakah semuanya diperbaiki? Kenapa semua orang tak mau mendengarkan penjelasannya? Meta, gadis yang selalu membuat hari-harinya hidup, terlihat sangat terluka akibat perbuatannya. Pergerakan kecil dari pasien di hadapannya mengalihkan pandangan. Netranya menatap tajam gadis itu."Akhirnya bangun juga kamu. Ck, menyusahkan saja!" ucapnya ketus membuat Diana langsung sadar. Netra mereka bertemu. Untuk sesaat semuanya hening. Diana yang baru saja tersadar merasa aneh dengan keberadaan Desta di dekatnya. "Kenapa kamu bisa ada di sini? Apa yang terjadi?" tanyanya dengan suara bergetar. Tak bisa dipungkiri, aura dingin pria ini membuat Diana gemetar ketakutan. Ucapan pria