Alicia menatap Eric dengan tatapan jijik. "Kamu pikir semua masalah bisa diselesaikan dengan uang, huh? Benar-benar tidak tahu malu," desisnya seraya tersenyum mencemooh.Sekali lagi Alicia menendang tubuh buntal Eric dengan kasar, membuat pria itu tersungkur lebih dekat ke pinggiran atap.“Seberapa banyak uang yang kamu miliki, tidak akan pernah bisa membayar kesalahanmu, Eric Blunt,” ucap Alicia yang telah berjongkok di hadapan pria paruh baya itu. Tangannya mencengkeram erat dagu yang berlipat tersebut dengan kuat.Wajah Eric terlihat sangat pucat. Pandangannya memudar karena darah telah mengalir deras dari pelipisnya. “Kamu … wanita … iblis,” gumamnya dengan suara yang terdengar seperti bisikan.Alicia menyeringai lebih lebar mendengar gumaman Eric yang lemah. "Wanita iblis, ya?" katanya dengan nada sarkastik. "Sudah lama aku tidak mendengar seseorang memanggilku seperti itu."'Sepertinya wanita ini sudah gila,' batin Eric, tidak berani memancing kemarahan wanita itu lebih jauh.“K
Reinhard tersenyum lega. ‘Ternyata dia memang masih menunggu,’ batinnya.Ia pun bergegas menghampirinya. “Anya,” panggilnya dengan lantang.Alicia yang terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri pun tersentak. Ia pun berbalik dan menatap Reinhard yang telah berhenti di hadapannya.Dengan cepat, Alicia menegakkan punggungnya, bersiap menghadapi apa pun yang akan ditanyakan suaminya. Namun, keningnya mengernyit saat melihat wajah Reinhard yang dipenuhi senyuman lebar. ‘Ada apa dengannya?’ batinnya dipenuhi kebingungan. ‘Sepertinya dia … tidak marah?’Padahal Alicia sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi amarah suaminya karena telah membuatnya menunggu terlalu lama.Dalam pikirannya tadi, Reinhard mungkin telah meninggalkannya di tempat itu atau mungkin jangan-jangan telah mendatangi ruangan kerjanya dengan niat melabraknya untuk melampiaskan emosinya.Namun, saat ini Reinhard tidak menunjukkan tanda-tanda seperti yang dikhawatirkannya. ‘Apa yang terjadi?’ tanya Alicia dalam hati.“Rein
“Tidak hati-hati?” Reinhard mengangkat alisnya, tampak tak percaya. Alicia sudah menduga jika alasannya sangat buruk. Namun, ia tidak memiliki pilihan selain tetap bersikukuh dengan alasan tersebut. ‘Cih! Ini semua gara-gara ikan buntal itu,’ gerutu Alicia di dalam hati. Alicia menyadari jika ia kehilangan kendali dirinya dalam menghadapi Eric Blunt. Ia sudah terlalu lama tidak menggunakan kekuatan fisiknya untuk menghadapi seseorang sehingga ia harus mengerahkan seluruh tenaganya untuk menghadapi pria itu tadi. Saat menarik tubuh Eric dengan dasi pria itu dan ketika ia mengikat tubuh gempal pria itu dengan tali tambang yang ditemukannya di atap, Alicia tidak menyadari jika ia sudah melukai dirinya sendiri. Namun, Alicia tidak menyesal karena ia harus menindak tegas perbuatan tak senonoh dan menjijikkan pria paruh baya itu terhadapnya dan para wanita yang lain. Setidaknya ia berharap, hukuman dan pelajaran yang diberikannya akan membuat pria paruh baya itu jera dan tidak ak
Dengan tatapan yang terpaku pada Reinhard, Alicia kembali teringat dengan momen di mana pria itu pernah beberapa kali berperilaku tak terduga seperti ini padanya di masa lalu.Kehangatan tangan besar Reinhard yang tengah mengusap lembut puncak kepalanya saat ini mengingatkan Alicia akan perasaannya yang pernah menggelora hebat setiap kali berada di dekat pria itu.Dulu, Alicia juga sangat tersentuh dengan kelembutan dan perhatian kecil yang diberikan Reinhard hingga ia menyadari bahwa perasaan itu telah tumbuh menjadi benih-benih cinta yang menguasai hatinya.Dengan bodohnya, Alicia terus berusaha menunjukkan kepada Reinhard betapa dirinya sangat menginginkan balasan cinta darinya. Akan tetapi, perjuangan cintanya hanya berbalaskan penolakan dingin dan perhatian Reinhard ternyata hanya bentuk dari rasa sayang seorang kakak kepada adiknya.“Alicia, kamu sudah kuanggap seperti adikku sendiri. Jadi, berhentilah berpikiran aneh.”Pernyataan Reinhard kala itu seperti pisau yang menancap di
“Selamat datang, Tuan Muda Hernandez.”Salah seorang pelayan berpakaian kimono menyambut kedatangan Reinhard dengan senyuman ramah dan sikap hormat, menggunakan tata cara ala Jepang yang penuh sopan santun. Pelayan senior itu ditunjuk secara khusus oleh manajer restoran tersebut untuk melayani Reinhard dan Alicia.Tentu saja tidak ada yang mengetahui identitas Alicia sebagai istri dari Reinhard. Mereka hanya mengira Alicia sebagai tamu penting dari Reinhard saja.“Kami telah menyiapkan ruangan privat untuk Anda. Silakan ikuti saya.” Pelayan itu membimbing mereka menuju ke ruangan yang dimaksud.Netra Alicia mengedar ke sekeliling restoran yang terlihat penuh dengan para pengujung. Suasana restoran dipenuhi dengan tawa dan percakapan yang terdengar meriah.Aroma masakan Jepang yang menggugah selera juga mengisi udara di sekitar restoan tersebut dan membuat perut Alicia semakin meronta. Namun, perhatiannya teralihkan dengan dekorasi tradisional Jepang yang sangat detail dan membuatnya te
‘Dia … mau menciumku?’Alicia meneguk salivanya dengan bersusah payah, pikiran itu terus berputar di kepalanya sementara pandangannya terpaku pada sosok di depannya.Mata Reinhard yang menatap dalam, seakan menembus jiwanya, ditambah sentuhan lembut jemari pria itu di wajah Alicia, menciptakan kehangatan yang menggetarkan seluruh tubuhnya.Napas Alicia tercekat, dan jantungnya berdebar tak menentu di bawah tatapan intens pria itu, membuatnya seolah waktu berhenti di sekitar mereka.Alicia merasa dirinya terperangkap dalam keheningan yang hanya dihiasi oleh suara aliran air dan desiran daun bambu yang tertiup oleh angin di sekelilingnya.Ia berusaha untuk mengendalikan akal sehatnya, tetapi sentuhan lembut Reinhard yang terus menjelajahi wajahnya dan deru napas hangat pria itu yang menyapu kulit wajahnya membuat Alicia semakin sulit untuk menampik perasaan yang selama ini dikuburnya rapat-rapat.Walaupun Alicia menyadari jika perasaannya ini hanya akan berakhir melukainya, tetapi ia mas
“Tapi, aku yakin dengan firasatku. Kamu dan wanita itu ….”Debar jantung Alicia berpacu semakin tidak karuan. Tatapan Reinhard saat ini terlihat berbeda, membuat Alicia berpikir jika pria itu hendak mengungkapkan sesuatu hal padanya.Akan tetapi, tiba-tiba saja terdengar suara tawa bising dari luar jendela dan mengaburkan pendengarannya atas kelanjutan dari kalimat Reinhard tersebut.Kening Alicia pun berkerut. Ia masih mencoba menangkap sisa-sisa kalimat Reinhard, tetapi suara tawa dan kebisingan dari orang-orang tersebut semakin menganggu.Alicia pun menghela napas frustrasi. Ia berniat menoleh ke arah sumber kebisingan tersebut, tetapi Reinhard malah menahan wajahnya sehingga fokus Alicia kembali tertuju padanya.“Jangan hiraukan mereka,” bisik Reinhard dengan lembut.Alicia tertegun. Lagi-lagi ia merasakan perasaan yang menggebu-gebu. Tatapan intens pria itu berniat merengut kembali akal sehatnya. Akan tetapi, detik berikutnya Reinhard memutuskan kontak mereka lebih dulu dan membu
Diam-diam Alicia mencuri pandang ke arah Reinhard di saat pria itu menikmati makannya. Ia tidak bisa menahan rasa ingin tahunya tentang apa yang ada di dalam pikiran pria itu.Tatapan Reinhard saat memanggil nama aslinya tadi kembali berputar di dalam ingatannya. Sesaat tadi Alicia dapat merasakan kerinduan yang begitu mendalam dan tak terucapkan.‘Apa aku saja yang sudah terlalu berlebihan?’ batin Alicia, kembali tenggelam dalam kekhawatirannya. ‘Jika dia memang sudah mengetahui semuanya tentangku, tapi kenapa dia terlihat sangat tenang?’Jika memang Reinhard telah mengetahui rahasia dan identitasnya, kenapa pria itu tidak marah? Alicia sudah membohonginya dan seharusnya Reinhard membencinya, bukan?Tapi, kenapa Reinhard malah bersikap selembut dan perhatian ini padanya? Apa Reinhard hanya berpura-pura agar ia lengah dan mengaku bahwa dirinya adalah Alicia?‘Sebenarnya apa yang kamu rencanakan, Xavier?’ Alicia kembali berpikir di dalam hati. Wajahnya diliputi dengan keresahan yang ta
Sebelum Reagan sempat menjelaskan, Reinhard kembali mencecarnya dengan sinis, “Apa karena dia putra Paman Alexei? Apa karena dia masih keluarga Hernandez, makanya Papa tidak mau merusak hubungan kalian?”“Rein─” Reagan mencoba menyela.Namun, Reinhard melanjutkan dengan nada suara yang semakin meninggi. “Pa, mau bagaimana pun, Nick sudah keterlaluan! Mau sampai kapan kita membiarkan dia semena-mena seperti ini? Jelas-jelas dia sudah mengancam kita secara tidak langsung.” Reinhard benar-benar sudah tidak bisa menoleransi tindakan sepupunya tersebut. Terlebih lagi, Nicholas sudah berani melibatkan Alicia dan mengirim orang untuk melecehkannya!Ini bukan pertama kalinya Nicholas ingin mencari gara-gara dengannya. Reinhard berpikir ia harus mengambil tindakan meskipun harus menyelesaikan dengan cara kekerasan sekalipun.Namun, meskipun mendengar penjelasan Reinhard, Reagan tetap pada pendiriannya. Ia menegaskan, "Mau dia mengancam atau tidak. Kamu tidak usah mencampuri masalah ini lagi,
Satu alis Selina terangkat, lalu menegur putranya dengan dingin, “Kamu sudah terluka parah, masih bilang tidak apa-apa? Apa kamu anggap Mama bodoh dan buta, Rein?”Reinhard menghela napas panjang, lalu bergegas menjawab, “Bukan begitu, Ma. Aku─”“Di mana Anya? Apa dia juga tidak tahu keadaanmu?” Selina mengedarkan pandangannya ke sekitarnya, tetapi tidak melihat menantunya tersebut.“Dia ….” Reinhard melirik sekilas ruangan di belakangnya.Selina pun mengerutkan keningnya. “Dia di dalam? Apa dia juga terluka?” tanyanya, mulai panik.Reinhard mengangguk pelan. Sebelum ia sempat menjelaskan, ibunya telah berjalan menuju ke ruangan itu, tetapi Reinhard berhasil menahannya dengan cepat.“Ada apa, Rein? Kenapa Mama tidak boleh masuk?” tanya Selina dengan bingung. Ia menatap putranya dengan tajam.“Bukan begitu, Ma. Tapi, aku hanya tidak ingin Mama membuatnya kaget. Dia baru bisa tenang setelah mengalami hal yang …,” Ucapan Reinhard terhenti sejenak.“Apa yang terjadi padanya?” Selina mendes
“Tuan Muda, apa Anda berpikir kalau dia diam-diam membangun Joker lagi bersama Tuan Muda Nick?” terka Owen yang cukup terkejut dengan kecurigaan Reinhard.Reinhard menyeringai tipis, lalu menjawab dengan tenang, "Segala kemungkinan bisa terjadi, Owen.""Saya sempat mendengar ada pertentangan sengit waktu Paman Alexei memutuskan untuk membubarkan Joker. Mungkin masih ada orang-orang yang tidak bisa menerima keputusannya,” papar Reinhard lebih lanjut.Owen pun tertegun di seberang telepon tersebut selama beberapa detik. “Mungkin saja Ken Stewart termasuk salah satunya,” gumamnya, melanjutkan dugaan Reinhard.Reinhard mengangguk samar meskipun Owen tidak dapat melihatnya. Saat ini pikirannya mulai dipenuhi kecemasan tak berujung.Reinhard berharap kecurigaannya tidak benar. Namun, ia tidak dapat memungkiri kenyataan bahwa Nicholas Hernandez memiliki ambisi yang sangat besar untuk menghancurkannya hingga berani menyentuh orang yang ia kasihi demi melihatnya menderita!Sorot mata amber Rein
“Semalam saya juga sangat terkejut. Saat tiba di lokasi, tidak ada yang tersisa. Kita kehilangan dua orang bawahan kita dalam ledakan itu dan kedua pelaku sudah tidak bernyawa,” papar Owen dengan suara yang penuh kekesalan.Owen tidak pernah menyangka hal seperti ini akan terjadi. Padahal ia sudah memastikan keamanan mereka adalah yang terbaik, tetapi ternyata kewaspadaan mereka masih terlalu rendah hingga tidak mengetahui ada orang yang diam-diam mengawasi mereka.Rasa bersalah tentu saja memenuhi hatinya karena merasa gagal dalam pengaturan tersebut dan ia juga harus kehilangan dua rekannya.Sementara, Reinhard menutup matanya sejenak. Ia mencoba menahan gejolak emosinya atas penjelasan yang disampaikan Owen terkait insiden yang terjadi pada bawahannya.Meskipun para pelaku yang telah menculik dan melakukan tindakan pelecehan terhadap Alicia harus kehilangan nyawanya dalam insiden tersebut, tetapi Reinhard tetap merasa tidak puas.Bukan karena ia ingin mengorek informasi dari mereka,
Seiring detak jarum jam yang terdengar samar di ruangan itu, Reinhard tetap memeluk Alicia erat, membiarkan wanita itu merasa aman dalam kehangatan pelukan yang tidak ingin ia lepaskan.“Aku di sini. Aku akan selalu bersamamu. Jangan takut.”Reinhard masih mencoba menenangkan Alicia, tanpa tahu wanita itu sudah terlelap karena rasa lelah dan kenyamanan yang membuainya.“Alicia, aku benar-benar minta maaf padamu. Maaf kalau dulu aku sering membuatmu terluka dengan sikap dan ucapanku,” tutur Reinhard dengan suara yang penuh rasa sesal.Keheningan yang diterima Reinhard tidak membuatnya berhenti untuk mengutarakan perasaannya. Reinhard tidak berpikir untuk mengharapkan jawaban segera dari wanita itu. Reinhard hanya berharap Alicia dapat memaafkannya walaupun ia sadar bahwa dirinya tidak pantas dimaafkan setelah apa yang pernah dilakukannya kepada wanita itu.“Aku tahu aku terlambat menyadari semuanya. Tapi kali ini, aku tidak akan membuang kesempatan lagi. Aku mencintaimu, Alicia. Sanga
Reinhard menghampiri Alicia, lalu duduk di kursi yang ada di samping ranjang pasien. Dengan hati-hati dan penuh kelembutan, ia meraih tangan istrinya tersebut. “Al─” Belum sempat Reinhard mengucapkan apa pun, Alicia telah menarik kembali tangannya dan mendekap kedua tangannya di depan dada. Reinhard terdiam, matanya menatap lekat-lekat wajah Alicia yang tertunduk. Hatinya mencelos melihat sikap istrinya yang tampak menjaga jarak darinya. “Ada apa? Apa kamu merasa tidak nyaman atau … kamu masih marah karena aku meninggalkanmu selama seminggu tanpa kabar?” Reinhard mencoba menginterogasi wanita itu dengan penuh kesabaran, mencari tahu hal apa yang membuat wanita itu bersikap waspada padanya. Namun, Alicia hanya menggeleng pelan, tidak menatapnya secara langsung. Seperti Reinhard duga, wanita itu memang menghindarinya. Reinhard tertegun sejenak, memperhatikan gerak-gerik wanita itu dengan seksama. Ia mencoba menyelami pikiran wanita itu meskipun ia tidak dapat memahaminya sepenuhn
Masih dengan pikiran yang diselimuti kebingungan, Alicia terpaku dalam pelukan Reinhard yang hangat. Tubuhnya masih terasa lemah dan pikirannya masih samar-samar mengingat kejadian terakhir sebelum kesadarannya menghilang. “Re...” Suara Alicia yang serak, tertahan. Ia terbatuk keras, membuat Reinhard segera melepaskan pelukannya dengan panik Reinhard memegang kedua bahunya dan memandangnya dengan khawatir. “Sayang, kamu tidak apa-apa? Apa aku membuatmu sesak?” tanyanya, panik. Alicia masih terbatuk-batuk beberapa kali. Ia mencoba menarik napasnya dalam-dalam sebelum kembali menatap Reinhard. Netranya menyusuri wajah Reinhard yang kusam. Ia pun bertanya-tanya di dalam hati, apa yang membuat pria ini sampai seperti ini, lalu ia melirik lengan Reinhard yang terbalut perban. Ingatan samar akan kebakaran tadi malam muncul kembali di pikirannya. Hatinya seketika dipenuhi rasa bersalah. Walaupun ia merasa senang dapat selamat dari kebakaran tersebut, tetapi ada perasaan sesak yang sulit d
Reinhard menggenggam tangan Alicia lebih erat, seolah berusaha mentransfer kekuatan dan harapan kepada wanita yang masih terbaring tidak sadarkan diri itu. “Aku memang bukan suami yang baik. Tapi, aku ingin memperbaiki semuanya dan memberikanmu kebahagiaan, Alicia.” Reinhard masih mengutarakan harapan dan penyesalannya. Suaranya terdengar lelah, tetapi ia berusaha untuk tetap terjaga. Tidak sedikit pun ia ingin melewatkan kesempatan untuk bersama wanita itu. Sudah satu minggu ia tidak melihatnya. Ia menyadari bahwa wanita itu memang kurusan seperti yang terlihat dalam rekaman video yang diperlihatkan Owen sebelumnya. “Sepertinya … aku yang sudah membuatmu menderita,” terka Reinhard atas sikap dinginnya selama satu minggu terakhir. Manik mata amber Reinhard tampak basah. Ia membuka maskernya, lalu mengecup lembut jari-jari Alicia yang masih tidak memberikan respon apa pun padanya. “Aku tidak akan pernah mengecewakanmu lagi. Berikan aku kesempatan untuk menebus semuanya, Alicia.”
Ponsel Reinhard masih berdering. Ia tidak ingin ibunya khawatir, tetapi tidak memiliki pilihan lain selain menjawabnya.“Halo, Ma,” jawab Reinhard dengan suara yang dibuat setenang mungkin. Ia beranjak dari tempat duduknya setelah Austin selesai membalut lukanya.Dengan tubuh bertelanjang dada, Reinhard berjalan menuju ke salah satu sudut ruangan sembari melayangkan pandangan tajamnya kepada Austin yang sibuk membereskan peralatan medisnya di meja.Telinga Reinhard terasa panas mendengar kekhawatiran yang dilontarkan ibunya di ujung telepon. Ia dapat membayangkan ekspresi panik wanita paruh baya itu. Di satu sisi, nada sendu yang mempertanyakan keadaannya membuat Reinhard merasa bersalah.Akan tetapi, Reinhard mencoba menghiburnya dan berkata, “Ma, tenanglah. Semua baik-baik saja. Aku hanya mengalami luka kecil.”“Ya, saking kecilnya sampai aku harus menghabiskan banyak perban untukmu,” cibir Austin dengan suara gumaman yang hanya bisa terdengar oleh dirinya dan Reinhard saja.Reinhard