Share

3. Hari yang Sial

P.O.V Misyka

Sialan. Aku dikerjain sama wanita udik itu. Bisa-bisanya dia menyuruhku untuk menjadi babu di rumah ini.

Padahal niat awal aku ke sini untuk sekedar mencari perhatian pada atasan sekaligus pemilik perusahaan tempat di mana aku bekerja sekarang.

Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Bukan perhatian yang aku dapat, tetapi kesialan yang menimpa.

Semua ini gara-gara si Salsa udik itu.

Alasan lemasnya itu pasti cuma akal-akalannya saja supaya bisa membalas perlakuan kasar ku sebelumnya pada dia.

Aku pikir, Pak Zein pergi bersama istrinya, sehingga mengira bahwa Salsa itu babu di sini. Namun, ternyata dia sendirilah istri dari bosku itu.

Bukan salah aku dong mengira dia babu, karena penampilannya yang udik dan kumel itu.

Lagian, orang kaya kok pakainya daster murahan. Mana muka kucel, lusuh, jelek begitu. Sungguh tidak pantas bersanding dengan Pak Zein yang tampan, berwibawa, kaya, cool, sempurna 'lah pokoknya.

Pantasnya, orang seperti Pak Zein itu, bersanding denganku yang cantik, suple, pintar, berpendidikan tinggi, rapih, rajin, wangi. Dan yang terpenting, aku pasti bisa memuaskan Pak Zein di atas ranjang.

Apa saat Pak Zein menikahi wanita itu matanya sedang sakit? Sehingga tidak bisa melihat dengan jelas seperti apa wajah dan rupa wanita itu. Atau mungkin selera Pak Zein yang rendah sehingga tidak bisa membedakan mana wanita berkelas, dengan wanita kampungan. Atau ... Bisa saja wanita udik itu memakai pelet untuk menjerat Pak Zein.

Ya, asumsi terakhirku pastilah yang benar.

Tidak mungkin Pak Zein menikahi wanita kampungan model itu dengan cinta dan suka rela jika tidak dibantu hal-hal mistis.

Tenanglah Pak, aku akan membebaskan Anda dari jeratan manusia udik itu, dan hidup bahagia bersamaku selamanya.

---

Setelah kedua manusia itu menghilang dibalik tembok, tak lama aku pun menyusul mereka ke dalam, tetapi bukan untuk ikut istirahat apalagi ke kamar. Melainkan untuk mencari dapur di mana wastafel tempat piring kotor berada.

Area dapur yang letaknya bersebelahan dengan ruang tengah ini, membuatku dengan mudah menemukannya.

Mataku terbelalak melihat pemandangan dapur yang mencolok mata. Bagaimana tidak, dapur yang mewah dengan meja mahal serta pernak pernik mahalnya, berubah menjadi gudang perabotan kotor. Parahnya, lantai serta meja dapur sangat berantakan, lengket dan berminyak.

Ternyata selain udik, wanita itu juga jorok dan pemalas. Sungguh malang nasibmu, Pak Zein.

Aku mendengus. Mau tak mau mengerjakan pekerjaan yang sama sekali belum pernah aku kerjakan ini.

"Kalau bukan karena Pak Zein, tak sudi aku mengerjakan semua ini."

"Kalau bukan karena ingin mendekatinya, aku pasti sudah membuat surat pengunduran diri karena telah direndahkan begini." Aku terus saja menggerutu sambil mengusap satu persatu piring kotor dengan spons yang berbusa.

Sial, benar-benar sialan si Salsa itu. Awas saja. Aku pastikan dalam waktu dekat posisi ratu yang dia banggakan itu akan berhasil aku lengserkan. Akulah yang akan menggantikan singgasananya di istana ini.

Dan jika saat itu tiba, kamu akan kubuat seperti hidup di neraka.

Tepat setelah aku selesai mengelap meja dapur, suara khas anak kecil terdengar dari belakangku.

"Tante lagi ngapain? Bunda sama Ayah mana?"

Aku menoleh untuk memastikan kalau itu suara anak Pak Zein. Dan tentu saja benar, anak yang bertanya padaku itu adalah Naura, sebab dialah satu-satunya anak kecil di rumah ini.

Aku mengukir senyum setelah benar-benar melihat sosok cantik dan lucu tengah memandangiku. Terbesit sebuah ide untuk langkah awal masuk ke dalam kehidupan Pak Zein.

Jika aku berhasil mendekati anak ini, besar kemungkinan aku juga bisa dengan mudah mendapatkan ayahnya.

Benar-benar ide yang cemerlang bukan? Kamu memang brilian Misyka.

"Tante ..." Panggilnya membuatku tersadar dari lamunan.

Aku berjongkok mensejajari bocah perempuan yang usianya mungkin sekitar 6 tahun itu.

"Kenapa, Sayang?"

"Ayah sama bunda mana, Tante?"

"Kamu gak tahu di mana ayah dan bunda? Owh, kasihannya Naura cantik, pasti kamu diabaikan sama mereka," kataku dengan nada dibuat nelangsa sambil merangkulnya.

Tapi sayang, gadis kecil itu menepis tanganku yang bahkan belum menempel di pundaknya sama sekali.

"Enggak, kok. Bunda kan lagi hamil adiknya Naura, jadi harus banyak istirahat. Ayah pasti lagi temenin bunda di kamar."

'Kalau sudah tahu, ngapain tadi nanya ke aku? Dasar bocil!' batinku menggerutu.

"Iya, mereka lagi asik bermain di kamar, melupakan anak cantik di depan Tante ini." Aku masih berusaha sabar merayunya.

"Kalau gitu, Tante temenin Naura main, ya?" pintanya dengan mengerlingkan mata polosnya.

'Giliran ada maunya sok manis, tadi aja, tanganku di tepis.' tentu saja itu cuma kuucapkan dalam hati.

"Siap tuan putri. Tante yang cantik ini akan menemani putri cantik bermain."

"Hore ...!" sahutnya girang.

Kemudian aku berdiri. "Lestgo ..." ajakku bersemangat.

Tapi Naura hanya diam.

"Kenapa?" tanyaku heran.

"Tapi lantainya kotor, Tante. Mainnya nanti aja ya kalau Tante udah selesai ngepel."

Aku terperangah mendengar penuturan bocah kecil yang bermakna perintah itu.

Jadi maunya apa sebenarnya datang ke sini? Mengajak bermain atau menjadi pengawas pekerjaanku?

Kuputar bola mata malas. Menghadapi bocil emang ngeselin. Makanya aku gak pernah suka sama anak kecil sejak dulu.

"Ya sudah, Tante nyapu ngepel dulu, kamu duduk di sofa sambil nonton TV, ya!"

"Iya, Tante."

Setelah berhasil menemukan channel kesukaan Naura, aku bergegas mengambil alat bersih-bersih di belakang.

Aku harus segera menyelesaikan pekerjaan ini sebelum Pak Zein keluar dari kamarnya.

Akan aku tunjukkan pada Pak Zein, bahwa selain cantik, pintar dengan urusan kantor, aku juga rajin dan pandai dalam mengurus rumah dan anak.

Supaya si udik itu juga sadar kalau dia bukanlah tandingan berat bagiku.

Aku tahu alasan dia meminta bantuanku hanyalah untuk mengerjaiku. Tetapi sayangnya, aku jauh lebih cerdas darinya. Justru karena ulahnya itulah, Pak Zein akan semakin terpesona dengan Misyka.

Kau hanya wanita kampung yang udik Salsa. Kau bukanlah tandingan Misyka sang brilian.

----

Hampir satu jam aku menyelesaikan pekerjaan rumah yang cukup besar ini. Meskipun hanya menyapu dan mengepel saja, tetapi hal itu sudah sangat menyiksaku. Belum lagi rengekan Naura yang terus menerus meminta ku segera menyelesaikan pekerjaan supaya bisa bermain dengannya.

Meskipun aku terlahir di keluarga yang tidak mempunyai pembantu, akan tetapi aku tidak pernah melakukan pekerjaan kasar macam ini. Biasanya selalu mamaku yang menyelesaikan pekerjaan rumah sendirian.

Habis ini aku harus melakukan perawatan untuk kulit dan kukuku supaya tidak kasar.

Ya Tuhan ... Kenapa berat sekali ujian mendekati suami orang.

"Tante ...."

Sepertinya Naura memanggilku lagi.

Aku sedang mengistirahatkan diri di dapur dengan sebotol air mineral yang aku ambil di dalam kulkas.

"Iyaa, Sayang. Tante di dapur," sahutku setengah berteriak.

Tak lama kemudian, gadis cilik itu muncul.

"Katanya cuma sebentar terus mau main sama Naura? Kok Tante lama, sih?" ungkapnya pelan.

Aku mendengus sebal. 'Gak lihat apa, aku habis ngapain!' sungutku dalam hati.

"Iya, ini bentar lagi, ya."

"Sekarang Tante ...." Dia mulai merengek lagi.

Dari pada dia menangis mengundang perhatian Pak Zein, tak ayal, aku pun menurutinya meski badanku masih sangat capek.

"Ya udah, ayo ... Mau main apa?"

"Main kuda-kudaan ya, Tante. Udah lama Naura gak main itu sama bunda."

Apa! Kuda-kudaan?

Ya Tuhan ... Apalagi ini!!!

Ingin sekali aku menjerit dan berubah menjadi reog sekarang!

Salsa ... Awas kamu!

.

.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
for you
kayak ga ada laki laki lain aja di dunia novel ini perempuan selalu jadi jalang suami orang
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status