Halo, mohon bantuan gem nya ya untuk cerita ini. Terima kasih banyak❤️
PoV Author***Acara pertunangan Krisna dan Hana berjalan dengan lancar. Banyak sekali pose foto yang berhasil dibidik untuk mendokumentasikan hari bahagia mereka. Sengaja, beberapa tetangga dari kampung Endang, mereka undang, termasuk Hanin, Fifi, dan Bu Hajjah Halimah, juga Pak RT beserta istrinya. Dan masih banyak lagi.Memang, acara pertunangan ini dimeriahkan, mengingat Krisna adalah putra bungsu keluarga Bastian. Mereka sudah lama tidak mengadakan acara semewah ini setelah pernikahan Endang beberapa tahun yang lalu.Beruntung rumah Tini memiliki halaman yang luas. Sehingga nuansa alam menjadi pilihan utama mereka dalam menyelenggarakan acara penting ini. Tak lupa pula, Hartini datang anak-anaknya, Endang yang mengundang mereka."Masya Allah, ini baru acara lamaran udah meriah kayak gini ya," celetuk Hanin, menatap takjub pada dekorasi pertunangan Krisna dan Hana."Horang kaya mah bebas, Mbak Han!" sahut Fifi cekikikan. Endang menonjok pelan lengan Fifi, membuat wanita itu mering
PoV Endang *** Tidak terasa, waktu cepat sekali berlalu. Hari ini, hari dimana Krisna akan melepas masa lajangnya bersama Hana. Kentara sekali raut bahagia Krisna, begitupun Ibu dan Ayah. Pihak keluarga Hana pun demikian. Aku menyesal sekali karena tidak mencegah kepergian Bu Andin waktu itu. Siapa yang menyangka jika Kenan, lelaki yang ambisius dengan Hana malah membunuh Bu Andin dengan menjatuhkannya ke dalam jurang. Sehari setelah proses pertunangan Krisna dan Hana, kami sekeluarga kelelahan dan menonton acara berita bersama. Bagai dihantam godam yang besar, saat aku mendengarkan sebuah siaran tentang seorang wanita yang dibuang di kawasan puncak. Penyiar televisi mengatakan nama Bu Andin karena kebetulan dompet korban memang masih berada di saku celana. Mataku membeliak lebar kala itu, benar saja, setelah tayangan pengangkutan jenazah, tidak lama, orang tua korban turut diwawancarai, tidak salah lagi. Itu orang tua Bu Andin. Aku berteriak memanggil Mas Danu yang kebetulan seda
DIKIRA MISKIN KARENA TIDAK MEMAKAI PERHIASAN (1)Jangan lupa sertakan komentarnya ya, terima kasih dan selamat membaca!____________________"Eh, ada Mbak Endang, mau belanja apa nih? Pasti tempe sama tahu, ya?" celetuk Bu Andini, tetangga sebelah rumahku.Aku hanya tersenyum menanggapi cibirannya."Ya pasti tempe sama tahu lah, Bu Andin. Mana mampu mbak Endang beli ayam atau ikan," sahut Mbak Anggi dengan senyuman mengejek."Iya ya, ngapain juga aku tanya, buang-buang suara aja," ujar Bu Andin dengan tawa khas-nya.Aku masih diam, enggan menanggapi ucapan para ibu-ibu julid di kampungku. Hanya karena aku tidak pernah membeli ikan atau ayam di tukang sayur, mereka se
DIKIRA MISKIN KARENA TIDAK MEMAKAI PERHIASAN (2)__________________________Aku pulang dengan perasaan dongkol. Andai saja sejak awal Mas Danu sudah mengijinkan untuk memperkenalkan siapa kami sebenarnya, kupastikan mereka tidak mungkin berani menghinaku seperti tadi.Gegas kusiapkan sarapan untuk Mas Danu karena pagi ini dia harus datang lebih awal. Lagipula nanti setelah Mas Danu berangkat, aku dan Mbak Hanin sudah sepakat untuk membuat kue-kue lagi seperti biasanya.Tanpa memperdulikan lagi cemoohan para tetangga tadi, aku mulai mengeksekusi bahan belanja di atas meja dapur. Udang asam manis menjadi pilihan pagi ini, menu favorit Mas Danu.Setelah kupastikan Mas Danu berangkat, aku menelpon Mbak Hani untuk segera datang ke rumah, agar tidak terlalu siang kami menutup kue-kue itu di warung-warung terdekat."Hari ini kita
DIKIRA MISKIN KARENA TIDAK MEMAKAI PERHIASAN (3)_________________________"Menangislah, jika bisa membuat Mbak Hanin tenang." Aku mengusap punggungnya yang sedikit bergetar."Belum lagi ibu mertua yang sering sakit-sakitan, membuat suami saya harus mendahulukan kepentingan ibunya daripada istri dan anaknya, saudara Mas Handoko lepas tangan untuk biaya berobat ibu mereka, jadilah Mas Handoko yang menanggung semuanya, meskipun ibu mertua tinggal dengan adik perempuannya." Mbak Hanin bercerita panjang lebar tentang kehidupannya. Mendengar kisah pilu Mbak Hanin, membuatku tersadar, jika aku harus lebih banyak bersyukur karena hidup berkecukupan dan dikelilingi keluarga yang baik."Saya yakin semua masalah ada jalan keluarnya, jangan bersedih. Allah selalu bersama hamba-nya, Mbak! Semoga pabrik tempat suami Mbak Hanin bekerja segera
DIKIRA MISKIN KARENA TIDAK MEMAKAI PERHIASAN (4)___________________________Aku terbatuk-batuk akibat debu kenalpot motor milik Bu Andin. Mereka benar-benar keterlaluan kali ini!Mbak Hanin menghampiriku dengan raut muka cemas. Ditatapnya para tetangga yang semakin menjauh mengendarai motor."Kamu nggak papa, Mbak En?" tanya Mbak Hanin seraya menepuk-nepuk punggungku lembut.Aku menggelengkan kepala samar dan mencoba menarik nafas kemudian menghembuskannya perlahan."Benar-benar orang kaya yang sombong," celetuk Mbak Hanin gemas."Suatu saat mereka akan dapat balasannya," gumamku lirih dengan menatap punggung milik Bu Andin dari kejauhan."Apa, Mbak? Maaf, saya nggak den
DIKIRA MISKIN KARENA TIDAK MEMAKAI PERHIASAN (5)___________________________Para pengendara banyak yang berhenti dan mulai mengerumuni tubuh Dea yang tergeletak di jalan. Beberapa pengendara lain, berusaha mengejar dua orang lelaki yang kuduga pelaku yang menyebabkan Dea terpelanting hingga ke tengah jalan.Aku memutar motor dan berhenti tepat di depan tubuh Dea, segera kutelepon ambulans dan membawa Dea ke rumah sakit terdekat.Kami berdua mengikuti laju ambulans yang terkesan berkejar-kejaran dengan pengendara lain. Suara sirine menggema di jalanan membuat para pengendara lain menyingkir dengan sigap.Sesampainya di Rumah Sakit, Dea segera dilarikan ke UGD, dan kami menunggu sambil menanti kedatangan Mbak Anggi kesini.Tangan Mbak
"Assalamualaikum, Dek," ujar Mas Danu, setelah aku mengangkat telepon darinya."Waalaikumsalam, kenapa, Mas.Tumben belum pulang?" jawabku, mengingat jam sudah menunjukkan pukul 3 sore, tapi Mas Danu tak kunjung sampai di rumah."Mungkin Mas pulang terlambat, ada sedikit masalah di pabrik, Krisna dan aku sedang menyelidiki beberapa hal," kata Mas Danu membuatku seketika teringat dengan perkataan Mbak Hanin tadi."Ada masalah apa?" tanyaku penasaran."Ada banyak sekali dana pabrik yang 'missed', laporan penjualan kain setahun belakangan laku keras, bahkan laporannya sedang mas selidiki ini, tapi sayang, uang penjualan tidak masuk ke dalam laporan keuangan," jelas Mas Danu, membuatku memiliki pikiran