Beberapa waktu yang lalu ... setelah Celine ditangkap oleh polisi, Prims dan Arley sepakat untuk memeriksakan kandungan. Karena takut terjadi sesuatu yang buruk.Namun, bukan sesuatu yang buruk yang mereka dapatkan melainkan sebuah kabar yang sangat baik, ‘Selamat, Nona Prims dan pak Arley akan mendapatkan anak kembar.’Mereka benar-benar tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya hari itu.Arley bernyanyi sepanjang waktu di rumah. Jodie bahkan mengatakan jika Arley sedang menggelar konser tunggal.Kadang menunjukkan bakat dalam bervokal, kadang dia menjadi rapper. Kadang juga jika dia sedang mood, dia akan bermain piano. Lain hari jika ia sedang memiliki energy tambahan, dia akan mengajak Prims karaoke di dalam kamar.Ternyata ... Arley jauh lebih bahagia daripada Prims yang sedang mengandung.Begitu mengetahui hal itu, mereka menjadi lebih hati-hati.Prims merasakan pergerakan di dalam perutnya. Dari gerak lembut hingga semakin terasa.Saat ia bercermin, dari yang semula rata, sek
“Kamu ... jadi apa?” ulangi Arley, memandang Prims yang kedua pipinya memerah, terlihat ingin menangis tetapi sedang ia coba tahan sebisa mungkin. “Kalau aku bukan ditakdirkan menjadi manusia, dan aku adalah kodok. Apakah kamu masih akan tetap mencintaiku?” Arley membuang napasnya dengan pelan, jika ia lakukan itu dengan kasar Prims bisa benar-benar menangis, pikirnya. “Kenapa kamu tanya begitu?” “Jawab saja ....” Tapi ... bukankah sepertinya Arley tak perlu menanyakan apa alasanya? Ia pernah membaca bahwa kecemasan pada ibu hamil meningkat dua kali lipat pada saat mereka mendekati hari perkiraan lahir. Meski tadinya Arley mengira Prims tidak akan khawatir seperti itu karena ia selalu terlihat tenang, siapa sangka ternyata kekhawatirannya itu justru terjadi pada pagi buta seperti ini? “Iya, tentu saja aku akan mencintaimu,” jawab Arley kemudian. “Kenapa kamu mencintaiku padahal aku seekor kodok?” “Kenapa lagi memangnya? Jika di dunia manusia Arley lahir lebih dulu daripada Pr
“Kenapa?” tanya Arley seraya mengguncang lembut tangan mereka yang saling menggenggam. Mungkin karena melihat Prims yang terus terdiam sedari tadi makanya Arley bertanya demikian. Prims mengedipkan matanya lebih dari satu kali, memandang Arley yang tinggi menjulang dan tampan seperti biasanya. “Huh?” “Kamu diam saja, ada yang sedang kamu pikirkan?” “Tidak ada, Arley. Hanya ... bingung karena pilihannya sangat banyak.” “Kalau kamu bilang kita sebaiknya beli yang warna netral saja, kita bisa ambil satu yang hitam dan satu yang putih. Atau kamu mau biru dan merah?” “Sepertinya aku lebih suka dengan hitam dan putih.” Arley mengangguk tak keberatan. Banyak barang yang mereka beli hari itu. Sebagian bisa langsung mereka bawa dan sebagiannya nanti akan dikirim, paling lambat besok staf toko bilang. Lelah berputar dan menghabiskan uang—yang sebenarnya tak akan habis-habis juga—Prims meneguk minuman dingin yang ia minta dari Arley saat mereka duduk di tempat istirahat. Tak j
Arley menoleh ke arah di mana Richard menunjuk Prims duduk.Dan itu benar.Prims telihat kesakitan dengan membungkuk dan memegangi perutnya.“SAYANGKU!” panggil Arley seraya berlari kea arahnya. Menerjang bahu Richard yang tubuhnya berputar seperti baru saja ditaabrak angin puting beliung.“SAYANGKU!”Arley merangkul bahu Prims dan membantunya bangun.“Kamu baik-baik saja? Kamu sudah akan melahirkan sekarang? Tapi barang-barangnya ‘kan ada yang belum selesai di antar? Akh, si kembar hari perkiraan lahirnya maju ya ternyata?”Banyak sekali pertanyaan Arley yang bahkan Prims bingung harus menjawabnya dari mana terlebih dahulu.Ia mencengkeram lengan Arley yang berbalut dalam kemeja lengan panjang hitam yang ia gulung hingga ke siku itu semakin erat.“Ayo kita ke rumah sakit!” ajak Arley pada Prims yang tak kuasa menjawabnya.Arley menoleh pada Richard yang berdiri di sebelah kirinya dan meminta tolong padanya dengan mengatakan, “Antar kami ke rumah sakit, Rich!”“Aku?”“Memangnya ada la
Suara tangisan bayi mengguncang ruang president suite tempat di mana mereka berada. Prims melihat senyum para perawat saat mereka mengatakan, “Laki-laki, ganteng sekali ... selamat ....” Tapi ini belum selesai. Prims kembali merasakan gejolak yang sakitnya seperti sebelumnya. Dengan bantuan dokter yang memberi aba-aba untuk mereka, sekali lagi .... Prima tidak bisa menjelaskan bagaimana leganya ia sekarang. Tangisan anak keduanya ikut terdengar. Lebih keras daripada yang pertama. Wajah penuh kekaguman dari para perawat dan dokter yang ada di sana membuat Prims ingin segera mendengar kabar baiknya. “Selamat, Nona Primrose. Bayinya kembar sepasang.” Prims melebar kedua bola matanya, ia menatap dokter saat bibirnya yang gemetar bertanya, “Jadi bayi saya yang ke dua adalah perempuan?” “Iya, benar.” Prims menangis terharu saat Arley memeluknya. Mereka tidak bisa menggambarkan seberapa bahagia mereka sekarang ini. Untuk beberapa lama setelah Arley memeluk Prims, ia diminta keluar
.... “Sudah selesai ‘kan dia minumnya? Biar aku baringkan dia di box baby-nya, Sayangku,” ucap Arley setelah Prims menepuk lembut punggung Rose. “Sudah, Arley.” Arley yang belum lama ini membaringkan Rhys menerima anak gadisnya dan menidurkannya dengan nyaman di dalam box bayi milik mereka masing-masing. “Tadi Jay, Lucia dan Richard ada di luar, mereka mau melihat keadaan kamu dan anak-anak sebentar.” Prims tidak keberatan, ia mengangguk kemudian Arley beranjak menuju ke pintu. Membukanya dan mempersilahkan mereka masuk. Yang dituju oleh Jayden serta Richard pertama kali adalah pada si kembar yang terlelap. Wajah mereka terlihat tak percaya bahwa ada makhluk sekecil itu yang tertidur di dalam kotak bernama bayi, Rhys dan Rose. Sedangkan Lucia berlari menghampiri Prims dengan tersenyum sangat cerah. “Nona Primrose ....” Ia menghambur ke pelukan Prims dan Prims membalasnya dengan senyum yang sama cerahnya. Ia pikir ... semakin jauh ia mengenal Lucia, ia tahu mengapa Jayden dib
.... Arley masuk kembali ke dalam ruangan setelah ia berpisah dengan Richard yang sekali lagi izin untuk membawa mobilnya pulang sementara waktu. Ia kembali ke dalam dan melihat Prims yang berbincang berbisik-bisik dengan Lucia. Arley mendengar, “Nona setelah ini istirahatlah, aku dan Jay akan pulang. Kami akan datang besok lagi.” “Iya, Lucia.” Melihat itu ... Arley tahu bahwa Prims nyaman dekat dengan Lucia. “Pak Tom dan Nyonya Katie bilang kalau malam hari ini mereka tidak bisa datang, Pak Arley,” kata Jayden. “Aku sudah beri tahukan ke Nona Primrose barusan. Mereka akan datang besok,” lanjutnya. “Iya, Jay. Tidak apa-apa. Nanti aku akan hubungi papa biar besok datang ke rumah sakit sekalian memeriksakan kakinya yang terkilir itu.” “Pak Arley bisa jaga malam di sini sendiri sama Nona?” tanya Jayden sembari memiringkan kepalanya sekilas ke kiri dengan seberkas rasa ragu. “Iya, kenapa memangnya?” “Mintalah bu Jodie untuk datang dan membantu kalian kalau kewalahan. Atau ambilla
Jika tidak ingat Prims sedang berada di dalam kamar tempat di mana anak-anaknya baru saja tertidur dengan lelap, ia bisa berteriak dan memukuli Arley. Dengar 'kan apa yang baru saja dia bilang? Dia bawa pompa katanya? Bibirnya itu? Kadang-kadang ... Prims bahkan lupa jika ia memiliki suami, seorang pria dewasa berdarah panas yang baru sekali jatuh cinta seumur hidupnya. Dan itu pada Prims. Baik, Prims memang suka. Tetapi lihat saja apa yang ia lakukan di saat yang bisa dibilang sedikit genting seperti ini! Prims turun dari ranjang, melewati Arley yang mengekor di belakangnya dengan polos. Melihat Prims memeriksa tas yang semalam diantar oleh Wil, berisi pakaian miliknya dan juga pakaian untuk si kembar selama mereka berada di rumah sakit. "Ada, ini sudah disiapkan sama Bu Jodie ternyata." Prims mengambil benda yang ia sebut sebagai pompa asi itu keluar dari dalam tas. Membawanya kembali ke ranjang, kali ini ... Arley tidak hanya diam saja dengan wajahnya yang polos, tetapi m