Share

Hanna dan Hafiz yang Bertemu kembali

Bab 4 Hanna dan Hafiz yang Bertemu kembali 

"Lupakan dia! Sheila lebih baik dari siapapun!" tegas Yunita pada anak lelakinya itu. Lalu pergi begitu saja tanpa menunggu respon darinya. 

Yoongi hanya bisa menghela napasnya. Begitu sulit mengubah pikiran Ibunya yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Meski begitu kali ini Yoongi tidak akan menyerah begitu saja. Ia yang akan menikah dan ia sendiri lah yang seharusnya menentukan siapa pendamping hidupnya. Walaupun saat ini ia tak begitu yakin dengan gadis yang telah memikat hatinya akan membalas cintanya. Sebab, ia sadar betul dinding pembatas antara dirinya dengan gadis ayu itu sangatlah tinggi.

antara dirinya dengan gadis ayu itu sangatlah tinggi.

***

"Demi kesehatanmu maafkan Mas ya belum bisa memberikan nafkah batin," kata Hafiz pada Mala usai mereka sampai di rumah.

Benar, tepat hari ini Mala sudah kembali ke rumahnya. Sebab hanya butuh sehari semalam ia di rumah sakit dikarenakan sakit yang ia alami bukanlah hal yang cukup serius.

Dengan keadaan yang masih lemas, Mala tersenyum lalu menjawab ucapan lelaki yang kini telah sah menjadi suaminya itu. 

"Aku ngerti, kok, Mas. Gak pa-pa," kata Mala dengan nada melemah.

Hafiz berterima kasih atas pengertian yang diberikan istrinya itu. Namun, ternyata bukan hanya karena keadaannya lah yang membuat Mala mau mengerti permintaan suaminya. Melainkan karena Mala tahu sesuatu hal yang sebenarnya membuatnya tak sadarkan diri saat acara pernikahannya kemarin.

Suatu hal yang cukup membuatnya sakit hati sekaligus begitu kecewa pada dirinya sendiri, pada suaminya juga sahabatnya, Hanna.

Betul. Kala itu tanpa sengaja Mala mendengar semua obrolan antaran Bu Sari dengan Hanna. Dan sesaat setelah itu lah Mala tak sadarkan diri saking syoknya ia mendapati kenyataan jika suaminya dan sahabatnya sebetulnya saling memiliki rasa yang sama. 

Teringat kembali akan hal itu membuat hati Mala mendadak sesak. Entahlah, padahal Mala tahu kalau suaminya dan sahabatnya itu saling tidak menahu akan perasaan mereka masing-masing. Meskipun demikian tetaplah hal itu membuat hati Mala terasa sakit.

"Lambat laun Mas Hafiz pasti akan mencintaku dan melupakan perasaannya pada Hanna," harap Mala dalam hati. Gadis yang baru saja memperbarui statusnya itu mencoba menguatkan dirinya sendiri. Walaupun sulit.

Disaat Mala tengah teringat kembali dengan kejadian yang teramat menyakitkan itu tiba-tiba saja ponselnya bergetar. Sebuah pesan WA dari Hanna. 

Mala memghela napasnya. Ia merasa berat untuk sekedar melihat pesan apa yang dikirim sahabatnya itu. Kendati demikian Mala tetap mencoba merespon Hanna supaya tak menimbulkan kecurigaan apapun terhadap gadis ayu yang sudah ia anggap seperti saudaranya sendiri itu. 

Apalagi Mala juga tahu jika Hanna lah yang Setia berada di sampingnya ketika masa-masa menjelang akad nikahnya kala itu. Ditambah dari cerita Ibunya, Hanna lah orang yang ikut panik dan khawatir ketika mengetahui dirinya pingsan.

Mala meraih ponselnya yang berada di nakas dekat tempat tidurnya. Lalu mulai membuka aplikasi berwarna hijau tersebut.

[Bagaimana kabarmu?] tanya Hanna melalui pesan singkat yang ia kirim.

[Alhamdulillah, aku baik-baik aja, kok, Han] balas Mala.

Dua sahabat itu pun terlibat dalam percakapan melalui pesan WA yang cukup lama. Hingga pada akhirnya Hanna memberanikan diri untuk menyampaikan sesuatu pada sahabatnya itu.

[Iya, besok datang aja ke rumah pas suamiku udah berangkat kerja] balas Mala sebelum mengakhiri percakapan mereka.

***

Pagi ini sebelum menuju ke tempat kerja Hanna sengaja mampir ke rumah Mala yang tidak jauh dari kontrakannya. Tujuannya apalagi kalau bukan karena Hanna ingin menyampaikan sesuatu yang sebelumnya sudah ia utarakan dengan sahabatnya itu kemarin via WA.

"Apa yang pengen kamu sampaikan, Han?" tanya Mala pada Hanna sesaat setelah obrolan ringan mereka lakukan.

Dengan raut wajah sendu Hanna lalu berkata, "aku cuma mau minta maaf karena pas hari pernikahanmu aku malah pergi."

Mala mengulas senyum. Ia kira sahabatnya itu akan menyampaikan sesuatu hal yang teramat penting. 

"Gak pa-pa, kok, Han. Aku ngerti," jawab Mala.

Seketika Hanna sedikit heran dengan jawaban Mala barusan. 

"Maksudnya?"

Mala terdiam sejenak. Tanpa sadar ia mengucapkan kata-kata yang hampir membuatnya menyinggung sahabatnya dari kecil itu.

"Mmm, maksdunya aku ngerti kalau kamu pasti juga capek karena ngebantuin aku sejak pagi. Kamu pasti butuh waktu buat menyendiri untuk menenangkan hati dan mengumpulkan kembali tenagamu," kilah Mala.

Meskipun apa yang dikatakan Mala benar adanya, tetapi entah bagaimana Hanna merasa jika jawaban dari sahabatnya itu tidaklah jawaban yang keluar dari hatinya. Tapi apapun itu Hanna tetap berusaha berpikir positif terhadap Mala. Apalagi kondisinya sekarang pasti belum sepenuhnya pulih. Jadi, betapa bod*hnya ia jika sampai dirinya berpikir negatif pada sahabatnya itu.

Waktu tak terasa sudah menunjukkan hampir pukul delapan pagi. Itu artinya Hanna harus bergegas ke tempat kerjanya dikarenakan ia harus mengajar tiga puluh menit dari waktu sekarang.

Dengan hati yang kembali terasa sesak, Mala terus menatap kepergian sahabatnya itu. Sekuat apapun ia menahan agar tak merasa sakit hati, namun nyatanya hatinya begitu rapuh. Walaupun ia tahu jika suaminya dan sahabatnya tak saling tahu akan perasaan mereka masing-masing.

Meski begitu, hati wanita mana yang tak was-was jika mendapati suaminya sendiri mencintai wanita lain? Terlebih wanita itu adalah sahabatnya sendiri.

***

Hanna dibuat terkejut setengah mati manakala tak sengaja melihat Hafiz yang sedang mengajar di salah satu kelas di sekolah tempat ia mengajar. Hanna mematung sembari terus menatap Hafiz yang tengah berdiri di dekat bangku salah satu muridnya. Bagaimana bisa gadis ayu itu melupakan laki-laki yang ia sukai itu jikalau mereka berada di satu sekolah yang sama.

"Astaghfirullah." Hanna tersentak ketika kedua matanya bertautan dengan kedua mata Hafiz.

Hafiz tersenyum kecil ketika melihat Hanna tersadar akan tatapannya dan bergegas lari meninggalkan tempat ia berdiri.

Dalam hati Hafiz merasa senang karena melihat wanita pujaannya itu. Namun di sisi lain ia juga merasa bersedih karena akan mustahil jika ingin mendapatkannya. Lantas, bagaimana bisa Hafiz melupakan gadis sandal jepit itu jika mereka akan bekerja di satu tempat yang sama?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status