Bella cemas akan keadaan Diki dan ia pun menghubungi nomor ponselnya. Saat sedang berbicara lewat telepon tiba-tiba saja ada suara senjata api yang terdengar di ruang tamu."Arghhhh!!!" Bella menjerit karena terkejut dan langsung mematikan ponselnya.Di tempat Diki ia terkesiap bukan main karena mendengar kalau Bella sudah menjerit barusan. Hatinya cemas, dan bertanya-tanya apa yang telah terjadi terhadap Bella?"Bell? Bella? Apa yang terjadi disana, Bella?" tanya Diki terhadap ponselnya yang ternyata panggilannya sudah terputus.Diki menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Lalu, kembali menelpon ke nomor Bella.Setelah beberapa kali menelepon, tapi sayang nomor Bella sudah tidak bisa di hubungi lagi dan Diki pun menjadi semakin panik saja."Alvin? Ya aku harus menghubungi nomor ponsel Alvin," gumam Diki berniat untuk menghubungi nomor Alvin.Diki pun mencoba untuk menghubungi nomor ponsel Alvin dan syukurnya ponsel Alvin bisa dihubungi.Diki menceritakan semua tentang Bella yang men
Diki terkesiap mendengar apa yang telah dikatakan oleh Pak Harianto. Kalau memang Diki bukan siapa-siapa? Kenapa juga Bi Ina menyuruhnya datang ke kota? Diki pun dibuat kesal dengan semua teka-teki ini."Kalau memang itu kenyataannya? Untuk apa saya datang kemari dan harus menemui bapak? Saya disuruh oleh Bi Ina datang kemari karena bapak lah yang bisa menerangkan siapa jati diri saya yang sesungguhnya?" tanya Diki penuh dengan penekanan, lalu ia membenturkan kepalanya ke stir mobil karena merasa sangat kesal. Niatnya datang ke kota ingin merubah nasibnya yang suram di desa dan ingin mengetahui tentang apa yang telah Bi Ina katakan itu ternyata hanya membuang-buang waktu saja. Terus sekarang bagaimana kalau sudah begini? Kenapa juga bisa seperti ini? "Mahira … dengan semua rasa letih dan rinduku jauh darimu nyatanya aku masih belum bisa merubah nasibku," gumam Diki akhirnya menangis sambil mengingat Mahira.Pak Harianto juga kasihan karena sudah mempermainkan Diki. Sebenarnya memang
"Apakah yang dikatakan ini yang sebenarnya?" tanya Diki, ia benar-benar tidak menyangka dengan apa yang telah dikatakan oleh pria paruh baya itu kepadanya.Pak Harianto pun memegangi wajah Diki."Sembunyikanlah wajah tampan ini, matamu yang berwarna hazel, hidung, dan dagu ini mirip sekali dengan Pak Wisnu Mahes. Dialah ayahmu," terang Pak Harianto jujur. Diki tersenyum dengan keadaan yang mempermainkan dirinya. Diki memandang ke arah langit yang sudah gelap tanpa ada sebuah bintang disana lewat kaca depan mobilnya. Bi Ina pernah mengatakan bahwa nama ayahnya adalah Budi dan ibunya bernama Wina. Tapi, mengapa semuanya jauh berbeda? Diki begitu merasa di dalam sebuah mimpi."Saya tidak tahu kenapa Hachiro sekarang terus menanyakan soal dirimu. Dia bahkan menculik saya karena dia menyangka kalau saya tahu dan menyembunyikan kamu, Tuan!" terang Pak Harianto memanggil Tuan mudanya dengan nama tuan."Kalau memang benar seperti itu? Kenapa saya di desa hidup dengan pas-pasan serta menjadi
Diki dan Harianto sampai di kediaman rumah Bella, anak dari Pak Harianto.Saat memasuki rumah itu, terlihat istri Pak Harianto yang sedang menangis pilu dan merintih di hadapan suaminya."Suamiku, putri kita diculik oleh para penjahat itu, gara-gara engkau bisa terbebas," ucap Istri dari Pak Harianto bersimpuh di hadapan Diki dan Pak Harianto yang baru masuk ke dalam rumah.Hati Pak Harianto begitu terluka dan ketakutan, ia takut akan hal buruk yang terjadi terhadap putrinya. Pak Harianto tidak bisa membayangkan kalau putrinya akan disiksa seperti dirinya. Jangan sampai putrinya menderita dan merasakan sakit. Tubuh Pak Harianto pun ambruk ke lantai.Sedangkan Diki ia tertegun dan terkesiap mendengar kabar kalau Bella ternyata juga sudah dibawa oleh para penjahat menyebalkan itu. Diki geram dengan tangan yang dikepal kuat-kuat karena merasa sangat emosi jiwa."Suamiku? Apa yang sebenarnya telah terjadi? Kenapa engkau diculik dan disiksa?
Diki berterima kasih kepada Pak Harianto dan Bi Ina yang telah menyelamatkan dirinya. Andai kalau Pak Harianto tidak melakukan itu, mungkin Diki sudah tiada dari kecil. Dengan bersembunyi seperti ini, Diki sudah bisa tumbuh menjadi dewasa dan bisa membalaskan dendamnya."Saya harap Tuan muda bisa mewujudkan balas dendam Tuan muda. Walaupun ada rasa ketakutan dan kecemasan di hati saya karena kondisi kita tidak mungkin bisa melawan komplotan Hachiro yang begitu banyak dan berkuasa."Diki memikirkan cara dan dengan cepat Diki bisa menemukan ide. Keturunan dari keluarga Mahesh tidak main-main, kemampuan IQ yang tinggi membuat Diki cepat berpikir."Tenang saja, Paman. Aku langsung menemukan ide untuk memulainya. Hanya saja kita harus bersabar untuk menyelamatkan Bella, dan kita harus segera bersembunyi dari tempat ini, kita harus pindah dengan cepat dan menyamar!"***Di tempat Alvin ia menggerutu kesal karena tidak bisa
Ada sosok wanita cantik yang terus memandangi ke arah Alvin dan Diki. Karena merasa tertarik, akhirnya wanita itu pun menghampiri mereka. "Hai ganteng kenalan, yuk!" Wanita itu menjulurkan tangannya ke arah Diki.Diki menoleh ke arahnya dan merasa aneh ada wanita yang tertarik kepadanya, yang saat ini sedang berpenampilan nerd.Alvin pun ikut mendongak dan melihat ke arah suara itu dan ia terkesiap karena wanita itu adalah mantan pacarnya.Wanita itu menjulurkan tanganya terhadap Diki, tapi tatapannya menatap Alvin."Kamu ngapain disini?" tanya Alvin. Nyatanya wanita itu ingin mencari perhatian dari sang mantan kekasihnya yaitu, Alvin.Wanita itu pun langsung meraih tangan Diki yang terletak diatas meja. Diki pun terkesiap dan langsung menarik kembali tangannya. "Kenapa kamu tidak mau berkenalan denganku?" tanya mantan Alvin kepada Diki dengan kesal karena merasa ditolak di hadapan mantan pacarnya. "Maaf!" Diki hanya meminta maaf.Wanita itu pun langsung duduk tanpa dipersilahkan
Saat ini Diki bersama dengan Aiko serta Hachiro. Sedangkan Alvin ia langsung pergi dan pura-pura tidak mengenal Diki Walaupun saat bergandengan mereka berbicara, tapi Hachiro juga tidak mengetahui itu."Ayo makan!" suruh Hachiro kepada Diki yang saat ini sedang duduk bersama dengan mereka. Diki pun yang sebenarnya sudah kenyang, tapi ia menuruti apa yang dikatakan ayahnya Aiko."Baik Om," jawab Diki tersenyum lembut.Diki berusaha untuk mengendalikan dirinya yang begitu menahan gejolak emosi yang sudah meletup-letup. Andai tidak ingat dengan keberadaan Bella yang entah dimana disembunyikannya? Maka Diki akan langsung menghabisi pria paruh baya ini sekarang juga.Diki meremas tangannya kuat-kuat karena ia begitu merasa sesak memandang wajah pria paruh baya ini jika mengingat bahwa orang ini lah yang telah menghancurkan keluarganya. Sedangkan Aiko terus saja menatap Diki yang terlihat cupu ini, entahlah dimata Aiko Diki terlihat begitu manis. Harchiro juga memandang tajam ke arah Dik
Diki tersadar di sebuah ruangan gelap. Diki mencoba membuka matanya yang begitu berat dan rapat. Diki melihat sekelilingnya dan melihat ada banyak foto dirinya bersama keluarganya, semakin dilihat foto itu semakin mengingatkan Diki akan bayangan masa lalu yang terus datang bertubi-tubi terhadap dirinya.Lalu, Diki melihat ke arah depan dan terlihat seorang kakek yang begitu tua sedang memunggunginya dan duduk di kursi kayu dan menghadap ke sebuah api yang menyala.Diki beringsut duduk dengan pertanyaan yang terus menerus menimpa otaknya yang masih terasa sakit.Perasaan Diki kacau ada rasa ketakutan karena menyangka dirinya sudah tertangkap oleh Hachiro, Diki pun semakin waspada, lalu mengecek senjata api yang ternyata masih aman di dalam kantong celananya."Si-siapa, kamu?" tanya Diki terkesiap.Kakek itu membalikan badannya dan menghadap ke arah Diki. Tiba-tiba saja Kakek tua itu memeluk Diki dan menangis tersendu-sendu."Maaf Tuanku, ternyata apa yang saya harapkan akan menjadi k