Share

7. Jadi Pengasuh Anak

"Aku tidak mau diulus sama olang setles yang suka menangis sendili lalu teltawa, itu sungguh menakutkan. Apa kamu tau?" ujar Lana ketus, persis seperti ayahnya ketika Nisa pertama kali melihatnya.

"Eh, maaf Den Lana. Anda mengingatkan saya dengan anak saya, dia sangat suka makan mie." Nisa jadi salah tingkah ditegur oleh anak kecil. Tidak menyangka kalau dia bisa baper ketika berdekatan dengannya.

"Apaan, anak kok seling dikasih mie instan. Ini tuh makanan tidak sehaaaat," ujar anak kecil itu menasehati Nisa, padahal mie instan dihadapannya sudah habis dia makan.

"Iya, Den. Saya mengerti, hanya kali ini saja, ya. Jangan bilang-bilang sama Bi Nia, ya." Nisa mengarahkan telunjuknya ke dekat bibir anak itu.

Lana langsung turun dari kursinya tanpa menjawab permintaan Nisa, berlari ke depan TV padahal mulutnya masih berminyak.

"Setelah saya selesai menjemur pakaian, kita mandi ya, Den Lana," seru Nisa, dia yakin anak kecil itu tidak memperhatikannya karena fokus anak kecil itu sudah ke mainannya yang tersimpan di laci ruang TV.

Nisa juga belum memperdulikannya dan meninggalkannya kembali ke jemuran yang belum selesai dijemur, setelah membereskan bekas makan majikan kecilnya.

Bi Nia datang sebelum makan siang, sehingga beliau bisa langsung memberi arahan untuk Nisa, makanan apa yang harus mereka buat siang itu untuk anak majikan mereka. Sementara makanan untuk para pekerja, cukup diberi nasi dan lauk beserta sayur bening saja.

"Nisa, sarapan apa yang kamu beri ke Den Lana?" tanya Bi Nia ketika Nisa menata makanan di atas meja makan.

Majikan kecilnya itu sudah duduk manis di tempat duduknya sambil tersenyum licik ke arah Nisa, rupanya Lana telah mengadukan Nisa yang telah mengijinkannya memakan mie instan.

"Siapa yang mengijinkan kamu memberinya makanan tidak bergizi seperti mie instan?" Sebelum Nisa sempat menjawab, beliau kembali bertanya. Tapi sepertinya beliau tidak butuh jawaban, hanya perlu mengomelinya saja.

"Saya tidak tau hubungan apa yang kamu miliki dengan Tuan Ferdi, sehingga kamu bisa bekerja disini. Kami yang bekerja disini saja harus dengan seleksi ketat. Lalu, seandainya beliu tau apa yang sudah kamu lakukan, kira-kira apa yang akan terjadi?"

Nisa hanya menunduk memandangi kaki meja yang terlihat sangat menarik. Bi Nia yang menurutnya baik dan perhatian, sekarang menjadi sangat mengintimidasinya.

"Untuk sekarang, saya akan memaafkanmu dan saya harap kamu jangan mengulanginya lagi, cukup kerjakan apa yang saya perintahkan kalau tidak mau dipecat seperti yang lainnya." Bi Nia berdiri di sisi Lana, menatap tajam ke arah Nia yang sudah selesai menata makanan di meja.

Nisa hanya mengangguk mengerti setelah beliau menyuruh Nisa melanjutkan pekerjaannya menata belanjaan yang baru saja beliau beli ke dalam lemari pendingin.

Paham sedikit dengan sifat Bi Nia yang tidak butuh penjelasan. Melirik majikan kecilnya sebelum meninggalkan tempat itu dan merasa lucu karena melihat anak kecil itu menyengir senang ketika dia dimarahi.

"Ayaaaah," teriak anak kecil itu ketika melihat Ferdi datang kemudian berlari ke dalam pelukan ayahnya.

Nisa yang ada di dapur, masih bisa melihat interaksi ayah dan anak itu meski sedikit terhalang sekat antara dapur dan ruang makan. Melihat kedekatan ayah dan anak itu membuat Nisa mengingat almarhum anaknya dan mantan suaminya yang tidak pernah sedekat itu, Rif'at tidak pernah menimang anak mereka.

"Rapatnya sudah selesai, Tuan?" tanya Bi Nia sambil menyambut tas kerja yang diserahkan pria itu ke arah kepala ART-nya.

"Hem, bisa makan bareng jagoan ayah hari ini, karena dia bersikap baik," jawab Ferdi sembari mencubit gemas pipi gembul anaknya. Lana tertawa senang.

"Wangi banget anak ayah, baru mandi, ya?" tanya Ferdi padahal hari sudah siang, namun dia bertanya dengan nada lembut sambil mengendus leher pria kecilnya.

"Udah dari pagi tadi, Yah, sama Mbak Nisa," jawab Lana lugas.

Kemudian, Ferdi membawa anaknya ke meja makan dan mendudukkannya di kursinya. Bi Nia kembali menyiapkan makanan untuk Tuan besarnya.

Nisa yang sedang menyiapkan makanan untuk para pekerja, membawa makanan itu ke belakang. Para pekerja makan di halaman belakang, di gazebo kacil.

Ferdi mengalihkan perhatiannya ke arah Nisa yang keluar masuk membawakan tempat nasi beserta lauk pauk untuk para pekerja makan siang ang, melihat Nisa yang sepertinya sudah membiasakan diri bekerja di rumahnya.

"Maaf, Tuan. Ijin melaporkan, bahwa saya tadi baru saja dari agensi penyedia pengasuh anak. Kata kepala agensi itu, saat ini tidak tersedia satu orang pun. Semuanya sudah ada job, tapi mereka akan mengusahakannya dalam minggu ini, ada," ucap Bi Nia sambil mengambilkan nasi untuk majikan besarnya beserta sop bakso ayam untuk tuan kecilnya.

"Ya. Kalaupun tidak ada juga tak apa. Kita masih ada Nisa yang mampu temani dan jaga Lana main." Ferdi mengalihkan perhatiannya dari Nisa ke makanan yang sudah tersaji di hadapannya.

Lana yang sangat senang karena bisa makan bersama sang ayah, mendengarkan pembicaraan ayahnya dengan kepala asisten rumah tangga.

"Ayah, aku tidak mau ditemani olang itu." Tunjuk Lana ke arah Nisa yang sudah menghilang lagi karena berjalan ke halaman belakang.

"Dia suka menangis sendili lalu teltawa, bukannya olang setles yang begitu?" lanjut Lana dengan tampang polosnya.

Ferdi tertawa mendengar penjelasan putranya. "Anak ayah memang pintar, tapi Mbak Nisa bukan orang stres, dia hanya sedih karena sudah kehilangan seseorang yang berharga," jawab Ferdi mengelus belakang kepala putranya.

Bi Nia yang masih berdiri di samping meja makan mendengarkan penjelasan tuan besarnya, beliau juga penasaran kenapa Ferdi malah membiarkan pembantu yang baru bekerja sehari menemani Lana yang begitu dia jaga. Menyuruh Nisa menjaga anak yang belum tentu wanita itu kuasai, apalagi Lana bukan anak yang biasa.

Ferdi bukannya tidak tau apa yang terjadi dengan Nisa selain diceraikan suami, dia baru saja menyuruh asistennya untuk mencari tahu tentang Nisa.

Ya benar, Ferdi sudah tahu tentang Nisa yang baru saja kehilangan putranya, bahkan saat dirinya tidak sengaja menabrak wanita itu adalah saat pemakaman anaknya.

Lana tidak berani membantah ayahnya, dia lalu menikmati makanannya dan berusaha agar makanan itu tidak berceceran karena makan bersama sang idola, ayahnya sendiri.

*

"Nisa, sebenarnya ada hubungan apa antara kamu dan Tuan Ferdi?" tanya Bi Nia ketika mereka sudah selesai makan siang bersama. Semua pekerja sudah kembali ke tempatnya masing-masing, ada yang pamit pulang karena pekerjaannya sudah selesai.

"Sa-saya... hanya kenalan Tuan Ferdi, Bi," jawab Nisa, dia ingin memberitahu yang sebenarnya kalau dia hanya korban kecelakaan, namun urung karena melihat wanita di hadapannya itu belum bisa ditebak seperti apa perangainya sesungguhnya.

Berangkat dari pengalamannya berumah tangga dengan Rif'at, Nisa menjadi waspada terhadap orang yang baru dikenal. Dia tidak ingin cepat membuka diri dengan orang yang awalnya baik, namun bermuka dua seperti mantan suaminya. Bermulut manis di depannya, namun menusuk di belakangnya, seperti ipar dan mertuanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status