Share

Masih Menunggu

Rumah itu gak terlalu besar, tapi bersihnya minta ampun. Benar-benar sudah siap huni karena semua perabotan telah tertata rapi. Pokoknya Sisy tinggal bawa badan sama baju doang. Gak salah aku jadi Om-om lover. Selain matang secara usia, Om Bas juga prepare banget tentang kewajibannya sebagai suami, yakni sandang, pangan, papan. Tinggal satu kewajiban anuan aja yang belum. Nah, kan! Ke sana lagi, ke sana lagi.

"Ini kamar kita, bereskan sendiri baju-baju kamu di lemari." Om Bas menarik koperku, masuk ke sebuah ruangan yang lumayan lega kalau dipakai buat anuan. Buat guling-guling maksudnya.

Kamar kita katanya. Berarti boboknya bareng-bareng kan, ya! Haseeek.

Ada ranjang berukuran nomor satu dengan seprei dan bed cover warna pastel di sana. Gak sabar kepingin rebahan, apalagi sudah dilengkapi AC yang bisa diatur temperaturnya. Pasti gak bakalan bikin masuk angin kaya kipas di rumah Ibuk.

"Sisy boleh tiduran di situ kan, Om?"

"Ya, bolehlah."

Yes! Otewe rebahan. Mana nyaman banget lagi, gak kaya kasur busaku yang panasnya minta ampun kalau siang-siang.

Om Bas melepas jaket dan kaos, lantas menggantinya dengan pakaian formal. Loh, mau ke mana? Bukannya pas di mobil tadi dia bilang mau buka segel buat ngetes keperawananku.

"Om mau ke mana?"

"Ya ke kantor lah, masa mau piknik."

"Oooh, kirain." Aku menunduk kecewa, cek kesabaran di dalam sini, masih tersisa seperempat.

"Kirain apa?"

"Mau buka segel."

"Lain kali saja, saya buru-buru takut kesiangan, soalnya ada rapat penting."

Sisy yang malang harus terima nasib ditolak lagi. Padahal udah ber-pose seksi ala putri duyung begini. Namun, harus berakhir dengan gigit jari.

"Berarti aku sendirian di rumah, dong!"

"Nanti siang Mama ke sini."

Yah, ada Mama mertua. Alamat gak bebas ngapa-ngapain Om Bas. Hiks! Begini amat cobaanmu, Sy.

"Untuk sarapan sudah saya pesankan lewat Go Food. Kalau gak cocok, kamu bisa masak sendiri. Di kulkas banyak bahan mentah."

"Hmmm."

Sambil nyerocos, Om Bas wara wiri menyiapkan perlengkapan kerjanya sendiri. Kok, gak minta tolong aku buat pura-pura benerin simpul dasi gitu. Iya, kaya di drama-drama biar romantis. Lempeng amat jadi laki-laki, tapi gimana, udah terlanjur suka.

"Saya berangkat dulu, ya!" Pamitnya, setelah menyambar tas kerja.

"Om gak cium aku?"

Lelaki yang hampir menutup pintu kamar itu berbalik. Kirain mau samperin, ternyata cuma lempar senyum aja.

Aaaaargh! Dianggurin melulu. Kapan diapelin, dimanggain, dinanasin?

***

"Hallo, Sayang. Selamat datang di Surabaya!" Mama mertua peluk aku erat-erat waktu aku menyambutnya di teras.

Wanita itu lembut dan penyayang banget, beda sama anaknya. Kita baru bertemu empat kali. Saat lamaran, seserahan, nikahan dan hari ini. Jadi masih bingung mau pencitraan model gimana.

"Masuk, Ma!" Aku menggandeng lengannya masuk rumah. Menyuruh beliau duduk di sofa ruang tengah, lantas mengambilkan minuman dingin dan cemilan yang kubawa dari Malang tadi pagi.

Bingung juga mencari bahan obrolan dengan seseorang yang lebih tua. Apalagi masih belum mengenal dengan baik kepribadiannya bagaimana. Takut salah-salah ngomong, nanti bisa dipecat jadi menantu. Beda dengan Bapak dan Ibuk yang sudah bocor alus dari sananya. Mau dijailin segimana juga gak bakalan diambil hati.

Ya sudah lah. Basa basi apa saja yang penting nyambung. Pesan Ibuk, anggap mertua itu seperti orang tua sendiri. Perlakukan dan hormati mereka dengan baik. Natural saja, jangan dibuat-buat atau ngadi-ngadi alias di depan beda, di belakang beda.

"Jadi ceritanya, waktu kecil kamu sudah naksir sama Bas?" tanya Mama disela mencicipi keripik apel.

Ghibahin suami sendiri gak papa, kan, ya! Sekaligus menggali sedikit demi sedikit tentang kisah cinta Om Bas yang selalu gagal dan gagal lagi.

"I--iya, Ma."

Mungkin waktu itu aku adalah bocah SD limited edition. Bocah 10 tahun yang tertarik dengan lawan jenis dengan jarak usia 15 tahun lebih tua. Saat teman-teman cewek lain masih malu-malu kucing atau nangis kejer kalau dijodoh-jodohin sama teman cowok paling dekil di kelas. Aku sudah selangkah lebih maju dan percaya diri menegakkan emansipasi dengan menembak duluan. Yah, walaupun rata-rata ditolak.

"Kamu lucu." Mama tertawa ringan.

"Mama percaya gitu aja kalau Om Bas kesulitan jodoh gara-gara kutukan Sisy?"

"Entahlah, tapi mama dan papa sudah capek lihat Baskara gagal terus tiap kali mau membangun hubungan serius. Makanya, begitu Jatmiko bercerita tentang keponakan yang kebetulan lagi kebelet nikah muda. Kami gak mau menyia-nyiakan kesempatan itu."

Jiah! Syalan Om Jatmiko. Jatuhin harkat dan martabat aku di depan calon mertua. Eh, hampir calon mertua maksudnya. Untung sekarang jadi mertua beneran.

"Kenapa Mama dan Papa bisa langsung setuju waktu itu? Kan, sebelumnya belum pernah kenal."

"Ya, apalagi pertimbangannya kalau bukan umur Baskara yang sudah matang. Jatmiko yang sepantaran saja anaknya sudah tiga. Nah, si Bas istri saja belum punya. Daripada jadi omongan orang dan dituduh punya kepribadian menyimpang. Kan sebaiknya langsung dinikahkan saja. Bukankah kalian berdua juga sedang membutuhkan satu sama lain?"

Iyes, aku butuh seseorang yang bisa kasih nafkah tanpa rempong kerja berat. Biar gak nyusahin Ibuk dan Bapak yang punya anak perawan kerjaannya rebahan sambil ngehalu melulu. Biar mereka bangga. Kalau Om Bas gak tahu, entah aslinya butuh istri beneran apa enggak. Masih abu-abu karena pertahanan diriku belum terbobol olehnya.

"Iya juga ya, Ma."

"Mama cuma mau pesan. Berhubung kalian ini sama-sama anak tunggal, jadi sebaiknya mulai dari sekarang fokus dengan program memiliki momongan. Jangan terlalu santai karena kamu masih muda. Ingat! Suamimu sudah sangat matang. Kalau bisa jangan cuma punya anak dua, dilebihkan empat misalnya. Jadi, kalau salah satu gak ada, masih ada anak lainnya yang menemani. Biar gak sepi-sepi amat kaya rumah mama sekarang. Bisa jadi rumah orang tua kamu juga."

Ebuset, suruh bikin anak setengah lusin. Dijamah aja belum, gimana mau jadi?

***

"Om sengaja, ya, mau menjatuhkan citraku sebagai menantu di depan mertua?"

Aku melipat tangan di depan pria yang tengah menikmati makan malam. Masakan Mama tentunya, kalau aku yang masak belum tentu Om Bas suka. Orang di rumah aja sering kena protes gara-gara keasinan melulu.

"Maksud kamu?"

"Gara-gara Om gak kasih nafkah buat aku, terpaksa siang tadi pinjam uang Mama buat bayar makanan delivery."

Om Bas hampir menyemburkan makanan di mulutnya, kelepasan tawa. Apanya yang lucu?

"Kamu gak ada pegangan uang sama sekali?"

"Uang dari mana? Aku kan gak kerja. Uang jajan juga gak punya, kan udah gak sekolah lagi."

Masa iya udah nikah minta uang saku sama Ibuk pas mau ke Surabaya? Di mana harga dirimu sebagai menantu mapan, Kisanak?

"Iya, iya, maaf. Saya lupa mau ngasih ATM ke kamu."

Bukan cuma ATM yang harus diingat, Bambang! Tapi nafkah yang lain juga.

Kukira habis makan malam dan nge-teh, Om Bas bakal ngajak masuk kamar secepatnya. Ternyata enggak, dia ke kamar cuma buat ambil laptop terus balik lagi ke depan TV. Temenin Mama nonton sinetron. Uh, kesel!

"Om gak ngantuk? Udah jam sembilan lewat, loh!" Sengaja kasih kode keras biar dia sadar.

"Saya masih banyak kerjaan. Kalau kamu ngantuk tidur duluan sana! Jangan lupa cuci muka, tangan dan kaki." Ya, kalau jawabnya sambil noleh aku. Ini tetap lurus hadap laptop. Serius kepingin seret dan iket dia di kamar.

"Ya, udah! Ma, Sisy pamit ke kamar, ya." Setengah kesal aku meninggalkan ibu dan anak itu.

"Ya, Sayang."

Sampai di kamar, aku gak langsung tutup pintu rapat-rapat. Sisain celah sedikit buat nguping pembicaraan mereka. Siapa tahu pada ghibahin aku.

"Susul saja istrimu, Bas. Gak usah temenin mama. Santai saja dan gak usah sungkan, mama bisa maklum dengan gejolak pengantin baru. Mungkin Sisy lagi kepingin dimanja setelah seharian kamu sibuk."

Tuh, kan! Mertuaku aja pengertian banget.

"Itu dia masalahnya, Ma. Kalau Bas ingat waktu Sisy masih kecil, cuma pakai celana pendek sama singlet sambil gelantungan di pohon jambu. Kok, sekarang jadi gak tega mau kelonin dia."

Woooy! Apa-apaan ini?

Bersambung

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Lienda -
seruuu..ngakaak ......
goodnovel comment avatar
Uly Muliyani
Baskara msh menganggap Sisy adek kecil jd gak tega dia apa2in... hehe
goodnovel comment avatar
Allehandra Hill
ngakak bener...... ampun....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status