Share

Rencana ke kota

Menjalani memang tak mudah memutuskan, itulah yang kini melintas di otak Ririn, sejak dia batal ke kota untuk mencari kerja, gadis itu memantapkan hatinya untuk membantu kedua orang tuanya di sawah.

Sampai di rumah dia melihat Rini sedang mencuci piring bekas sarapan tadi, adiknya hanya tersenyum melihat sang Kakak yang baru pulang.

"Mbak mandi sana, kok malah santai," kata Rini sambil menyusun piring yang sudah bersih.

"Dek, nanti kalau mbak mau ke kota apa kamu enggak apa-apa?" tanya Ririn sambil menatap punggung Rini yang sedang sibuk menata gelas di rak.

"Iya nggak papa, Mbak. Kata Bapak batal, tapi Juragan menyarankan bisa ke kota kerja sama mertuanya, apa Mbak mau?" tanya Rini.

Ririn terdiam, walau dalam hati dia ingin kerja jaga toko, tapi kalau untuk sementara kerja di rumah mertuanya juragan enggak apa-apa juga, batinya.

"iya, mbak mau!" seru Ririn.

Ririn mengambil handuk langsung menuju ke kamar mandi samping rumahnya, setelah lima belas menit ia selesai membersihkan diri, gadis itu langsung mengambil sarapan. Sedang asik makan di ruang tengah Rini datang menghampirinya.

"Mbak masih lama makannya?" tanya adiknya di dekat pintu.

"Udah siap," jawab Ririn dengan mulut penuh nasi.

Rini hanya terkekeh melihat tingkah Kakaknya itu, sudah besar tapi kalau makan seperti anak kecil.

"Ada apa, Dek?" tanya Ririn setelah minum air putih.

"Di depan ada adik Juragan dan Mas Bagas," ucap Rini

Ririn dengan santai berjalan menuju teras, memang betul apa yang dikatakan oleh adiknya, Adam  duduk di bangku teras sambil memperhatikan Sasa yang sedang bermain kejar-kejaran dengan Bagas.

"Ada apa. Pak?" tanya Ririn sambil melihat pria dewasa di depanya.

"Aku bukan Bapak mu!" kata Adam ketus.

"Ya Allah itu bibir ketus amat!" cibir Ririn

Ririn kembali lagi masuk ke rumah, ia membuat minum untuk tamunya, tidak lupa ia hidangkan kue bolu entah dari mana asalnya.

"Diminum kopinya, Bang,"tawarnya sambil tersenyum seramah mungkin.

"Sejak kapan aku jadi Abangmu!" sahut Adam

"Terserah!" kata Ririn tak kalah ketus.

Adam hanya diam, dilihatnya kopi yang masih mengepul asapnya itu. Bagas yang melihat Ririn sudah di luar tersenyum lalu menghampirinya.

"Rin, kata Ayahku kamu mau kerja di rumah Nenek?" tanya Bagas

"Belum pasti, Mas," jawabnya sambil mengangkat Sasa duduk di pangkuannya.

Adam mendengar jawaban gadis aneh di sampingnya mengerutkan keningnya, seingatnya Mamanya bilang kalau Ririn akan membantu Mbak Sum di rumah. Namun, dia tidak akan bertanya pada wanita yang sedang asyik bermain dengan putrinya.

Bagas yang ditarik oleh Sasa akhirnya mengikutinya mengejar ke capung di halaman rumah Ririn, hal itu membuat Adam dan Ririn tersenyum bersamaan saat anak itu gagal menangkapnya.

"Maaf," kata Adam sambil menundukan kepalanya.

Ririn merasa bingung saat Adam mengatakan kata maaf, ia melihat ke sampingnya, tepatnya ke pria yang masih menundukan kepalanya itu.

"Anda minta maaf ke siapa?" tanya Ririn yang merasa bingung.

"Capung," jawab Adam singkat.

Ririn yang mendengar jawaban itu langsung tertawa, tapi  sedetik kemudian ia terdiam. Gadis itu merasa penasaran di mana Bundanya Sasa sebenarnya.

"Pak, kenapa Bundanya Sasa enggak diajak ke desa?" tanya Ririn karena merasa penasaran.

Adam menatap gadis aneh di sampingnya, dia tidak suka kalau ada yang menanyakan tentang istrinya saat ini. Tujuan ikut ke desa untuk menenangkan diri melupakan segala luka yang telah ditorehkan oleh istrinya.

"Maaf," kata Ririn yang tahu arti dari tatapan tajam pria di sampingnya.

Adam hanya diam, entah mengapa ada rasa ingin menceritakan permasalahan rumah tangganya.

"Bundanya pergi sejak Sasa berumur satu bulan," jawab Adam

Ririn terkejut, tapi dia tidak berani lagi bertanya lebih. Adam tak melanjutkan ucapannya karena itu membuat dadanya sesak.

Ririn merasa iba, saat melihat Sasa yang sedang bermain dengan Bagas, dia tidak bisa membayangkan kalau dirinya yang ada diposisi bocah itu.

Gadis itu melihat ke samping, di mana sosok pria yang sedang tersenyum menatap anaknya yang sedang bermain dengan riangnya. Senyum mengembang di bibir ranum wanita itu saat melihat lesung pipi pria berwajah tampan di sebelahnya.

"Pak, Bundanya Sasa meninggal sakit apa?" tanya Rriin penuh penasaran.

Adam yang mendengar pertanyaan itu terkejut! seketika matanya menatap tajam ke arah gadis aneh di sampingnya. Reflek tangannya menyentil kening Ririn dengan keras.

"Auw ... Bapak!" teriaknya sambil memegang keningnya yang terasa sakit.

"Apa? kamu itu sembarangan kalau bicara! Bunda Sasa masih hidup sampai sekarang," ujarnya dengan tatapan yang berbeda.

"Kalau masih hidup ya biasa saja. Enggak usah pakai menyentil kening saya," ucap Ririn sambil cemberut.

"Iya maaf enggak sengaja," kata Adam sambil melihat kening wanita di sampingnya.

"Apa lihat-lihat! awas nanti naksir," goda Ririn sambil cengengesan.

"Cih, dasar aneh!" guman Adam langsung mengalihkan  tatapan ke arah lain.

Karena hari sudah mau sore, gadis itu harus ke sawah memetik cabe sesuai pesan Mamaknya tadi, jika ia mengusir Adam dan Bagas merasa sungkan. Adam yang melihat ke samping, wanita itu terlihat resah, sesekali dia meremas jari-jari tangannya.

"Kamu kenapa?" tanya Adam.

"Pak maaf ya, saya harus petik cabe ke sawah sekarang. Kalau Bapak masih mau duduk di sini enggak apa-apa," kata Rriin sambil tersenyum merasa tidak enak.

Adam hanya tersenyum, kemudian dia mengangguk tanda mengerti. Ririn merasa lega, dengan cepat ia masuk rumah dan menutup pintu.

"Mas Bagas, aku tinggal ya mau ke sawah dulu," pamit Ririn 

"Iya Rin, hati-hati," ucap Bagas sambil membalas senyuman Ririn.

Ririn dan Rini segera pergi ke sawah melewati jalan setapak, keduanya kadang bercanda dan berakhir dengan tawa yang menggema dari suara dua gadis anak pak Yanto itu.

Sesampainya di sawah, Ririn segera memetik cabe yang sudah tua, sedangkan adiknya menjauh untuk memetik kacang panjang. Selang satu jam keduanya sudah selesai, keranjang yang tadinya kosong kini sudah berisi penuh dengan cabe dan kacang panjang untuk di jual besok pagi.

"Mbak pulang yuk," ajak Rini sambil memakan buah ciplukan.

"Ayo, Dek jangan banyak-banyak makan ciplukan nanti batuk," ucap Ririn sambil mengangkat keranjang gendongannya.

Rini hanya tersenyum, keduanya berjalan sambil bersenandung lagi koplo yang biasa ia dengar di radio. Tanpa terasa  sampai rumah. Bapak yang baru pulang dari rumah juragan segera mengambil keranjang dari Ririn.

"Nduk, ambil saja kacang panjangnya, cabenya langsung bapak antar ke warung depan saja," ujarnya sambil mengambil plastik untuk tempat cabe.

"Ada pesanan ya, Pak?" tanya Ririn sambil membantu bapak memasukan cabe ke kantong kresek.

"Alhamdulillah,  kamu siapin baju ya ... besok ikut keluarga juragan Halim ke kota," ucap Bapak.

"Bapak serius?" tanya Ririn seakan tidak percaya.

"Iya, ini nanti uang cabenya buat pegangan kamu besok," kata bapak sambil tersenyum menatap anak gadisnya.

Setelah bapaknya pergi, gadis itu meneteskan air matanya. Ada rasa yang membuncah di dadanya, antara senang dan sedih. Senang karena akhirnya ia bisa bekerja di kota untuk membantu kedua orang tuanya, tapi sedih saat harus meninggalkan keluarganya yang selama ini selalu ada untuknya.

Rini yang melihat Kakaknya menangis langsung berhambur memeluk Ririn, keduanya saling berpelukan. Jika ini yang terbaik untuk keluarganya kelak, gadis itu akan melakukan apapun, asalkan adik-adiknya bisa sekolah dan hidup yang lebih layak dari ini. Hanya itu yang sekarang terbesit di hati gadis berumur enam belas tahun itu.

Gadis itu merasa sesak dadanya, saat ia sedang memasukkan ayam ke kandang tiba-tiba dia melihat bayangan hitam yang hilang di balik kandang kambing.

"Maaf, apa ada orang? jangan sembunyi!" seru Ririn.

Ririn perlahan berjalan mendekati, dadanya berdebar kencang saat melihat bayangan itu juga menatapnya, mata merah, seluruh tubuh hitam. Gadis itu ingin menjerit dan berteriak, tapi suaranya seakan berhenti di kerongkongannya.

Tubuh Ririn sudah bergetar, rasa takut yang mendominasi dirinya membuat otaknya susah untuk berpikir. Tak lama tubuhnya terkulai lemas dan tidak sadarkan diri di belakang kandang kambing.

Rini yang sedang duduk di dapur sambil membantu Mamak menyiapkan makan malam sedari magrib tadi tak melihat Kakaknya, hal itu membuatnya segera beranjak berdiri menuju ke arah belakang rumah.

"Tadi Mbak siap masukan Ayam kemana ya?" tanya Rini

"Rin, Mbakmu mana Nduk?" tanya Mamak menghampiri anaknya yang celingak-celinguk seperti sedang mencari seseorang.

"Mbak tadi siap masukkan ayam kok enggak masuk rumah ya, Mak!" kata Ririn dengan Rasa khawatir.

"Di kamar juga tidak ada, Rin?" tanya Mamak

Kedua wanita beda usia itu berjalan mendekati kandang ayam, tapi yang dicarinya juga tidak ada. Rini berjalan menuju ke kandang kambing dengan membawa senternya di ikut Mamak. Saat dia mengarahkan senternya ke balik kandang seketika matanya melebar.

"Mbak!" teriak Rini membuat wanita paruh baya mendekatinya.

"Ya Allah, Ririn!" teriak Mak Wati sambil  minta tolong saat mendapati tubuh anaknya sudah pingsan.

Tetangga yang mendengar itu sontak berbondong-bondong menuju rumah Pak Yanto, semua yang datang terkejut saat melihat gadis yang biasa ramah dan sopan itu sedang tidak sadarkan diri.

Adam yang sedang duduk langsung di tarik Halim untuk menuju Rumah Pak Yanto setelah mendengar kalau Ririn di temukan pingsan di belakang rumahnya. Sesampainya di rumah pak Yanto warga masih berkumpul di dekat kandang.

Mak Wati sudah menangis sambil memeluk putrinya, Adam perlahan menghampiri tubuh yang tergeletak itu, disentuhnya denyut nadinya masih ada.

"Mas, dia pingsan," kata Adam kepada Halim.

"Mak sebaiknya kita bawa dulu Ririn masuk rumah," kata Juragan Halim yang hanya di anggukan kepala oleh wanita paruh baya itu.

Adam mengangkat tubuh lemah dan dingin, serta wajah yang memucat itu. Pak Yanto yang baru sampai rumah terkejut melihat anaknya di gendong adik juragan diikuti istrinya yang masih menangis.

"Ada apa ini?" tanya Pak Yanto

Bersambung ya....

Tunggu bab selanjutnya

Aa Zigant

Jangan lupa subscribe dan dukung dengan cara komen dan tekan bintang lima ya. Insyaallah up setiap hari. Aa zigant.

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status