Setelah menyelesaikan urusanku dikampus aku langsung bergegas pulang. Sesampainya dirumah aku langsung menuju kamarku, dan aku coba menanyakan bagaimana kabar Anisa pada Irma melalui sambungan telpon. Karena aku belum sanggup untuk perjalanan jauh lagi, ini semua di akibatkan dua mahasiswa tekhnik suruhannya Dini yang tadi memukuliku di perpustakaan.
Aku duduk di atas kasur lalu ku ambil handphone di saku celana dan menelpon Irma,
"Assallamu'alaikum."
"Wa'alaikumussallam, kau tak jadi datang kesini Mal?" Tanya Irma di sebrang sana.
"Maaf Ma, badanku tiba-tiba terasa sangan pegal sekali. Jadi tadi selesai dari kampus aku langsung pulang ke rumah."
"Oh ya
Panggilan Adzan subuh dari ribuan menara yang bertebaran di kota Jakarta hanya mampu menggugah hati mereka yang benar-benar tebal imannya. Meskipun hanya untuk sholat berjamaah di Masjid. Mereka yang memiliki tekad beribadah dalam segala musim dan cuaca, seperti mercusuar yang tegak berdiri dalam terjangan ombak, terpaan badai, dan sengatan terik matahari. Ia tiada kenal lelah, tetap teguh pendiriannya seperti yang di titahkan Tuhan sambil berdoa siang dan malam. Akmal, begitu para teman-temanku dan orang-orang memanggilku. Nama lengkapku Akmal
Suasana jalan masih terlihat lengang ketika aku menuju rumah. Setelah menutup kembali pintu pagar rumah ustadz Ahmad yang terbuat dari besi yang kokoh. Kumelangkah menelusuri beberapa gang kecil yang berkelok-kelok.Rumahku berada paling pojok di ujung gang, dan terbuat dari batako yang telah rapuh. Bertingkat dua dan ukurannya sangat kecil. Hanya terdapat dua kamar tidur, di bawah dan di atas, hanya cukup untukku dan Umi. Tidak seperti tempat tinggal pada umumnya yang besar dan rapih.Lantai rumahku hanya terbuat dari tumpukan pasir dan semen yang di ratakan tan
Waktu sudah menunjukan pukul delapan pagi. Kutelusuri jalan dan gang kecil yang berkelok-kelok, suara bising kereta api sesekali terdengar membuat telingaku gatal. Tepat di depan mataku terdapat sekelompok anak-anak kecil sedang berlari-larian kesana kemari.Beberapa di antara mereka ada juga yang bermain sepeda-sepedaan. Sepertinya beberapa dari mereka adalah murid-muridku di TPA Al-Irsyad. Umur mereka sekitar dua sampai empat tahun. kuhentikan sepeda motor sejenak untuk mengamati mereka bermain. Serentak mereka melihat wajahku lalu berlari menghampiriku dan berebut mencium tanganku.
Sekarang Aku tahu, ternyata Umi itu di jodohkan dengan Ayahku, karena keinginan kakekku. Padahal, tidak ada salahnya menurutku jika Umi mempunyai keinginannya sendiri.Sambil air mata terus menetes dipipinya, Umi pun melanjutkan Ceritanya."Dia tidak pernah bersyukur atas apa yang Allah berikan kepadanya. Lalu dia di ajak oleh seorang temannya untuk bermain judi dengan kalangan orang-orang kaya yang menurutnya sangat terpandang. Katanya kalau sekali menang bisa membeli mobil baru dan hidup kita akan makmur. Umi sudah melarangnya, dan sudah menasehatinya kal
Sudah lebih dari satu minggu ini aktivitas kampus tidak seperti biasanya. Setelah melaksanakan ujian akhir semester, seluruh mahasiswa diliburkan selama dua bulan. Namun, aktivitasku hari ini mengharuskan aku berangkat ke kampus untuk mengikuti rapat rohis jam sebelas siang nanti.Walau jarak yang kutempuh tidak dekat, tapi ini adalah sebuah janji. Walaupun hanya sekedar jadwal, tapi aku harus komitmen terhadap jadwal. Jadwal adalah janji dan janji adalah hutang. Jadi sudah seharusnya seorang muslim bertanggung jawab kepada dirinya dan Allah. Walaupun begitu, Irfan tetap tidak bosan-bosannya mengingatkanku untuk menghadiri rapat itu, penting katanya.
Aku sampai di Masjid kampus jam dua belas kurang seperempat. Siang yang melelahkan. Kepalaku rasanya seperti mau medidih saat matahari hampir tepat berada diatas kepalaku. Cuaca benar-benar panas. Setelah turun dari mikrolet dan mengambil uang kembalian dari pak supir, segera kugemblok tas ransel butut kesayangan.Aku ingin buru-buru bertemu dengan Irfan, ada yang ingin aku bicarakan padanya mengenai kondisi keuanganku. Aku ingin meminta bantuannya untuk mencarikanku pekerjaan sampingan. Aku melangkah menelusuri jalan setapak dan menyebrangi rel kereta yang sepi. Kupercepat langkah, tiga puluh meter di depan adalah Masjid At-Taqwa yang memiliki kubah besar yang di atasnya bertuliskan nama Allah. Masjid Megah yang memberikan ketenangan apabila berada di dalamnya. Tidak jauh dari pekarangan Masjid aku berpapasan dengan tiga akhwat yang beriringan keluar. Mereka adalah Irma, Ayu dan Rahmah. Mereka adal
Begitu masuk Masjid...Bwuss..., Terasa hembusan udara sejuk yang di pancarkan lima AC dalam masjid menyambut ramah. Alhamdulillah, Nikmat rasanya jika berada di dalam masjid. Puluhan orang sudah berjajar rapi dalam shaf shalat berjamaah setelah mendengar iqamah. Kuletakkan tas ranselku di tembok samping masjid. aku berdiri di shaf pertama paling kanan. Kuniatkan dalam hati, terasa kedamaian mengalir deras dalam hembusan nafas. Kuangkat takbir dalam khusyu menghadap Ilahi. Allah terasa begitu dekat, lebih dekat dan sangat dari urat leher. Usai shalat, aku bertemu dengan Irfan. Ia datang menghampiriku. pucuk di cinta ulam pun tiba. Ia terlihat segar dan berpakaian sangat rapih, dibalut kemeja lengan panjang berwarna merah marun dan celana bahan hitam. Aku ingin diskusi masalah keuangan
Halte kampus terlihat begitu sepi dan lengang, yang ada hanya seorang tukang batagor yang sedang menunggu pelanggannya. Kemana semua mikrolet..? sudah lima belas menit aku menunggu tetapi tidak kunjung datang. Cuaca juga sudah terlihat mendung, cahaya matahari sesekali datang dan pergi. Sepertinya aku akan terlambat ke al-Irsyad, hujan rintik mulai turun penlahan. Tak lama kemudian sebuah mikloret biru kusam datang. Beberapa orang turun. Mikrolet menjadi sepi.Aku langsung masuk dan ku duduk di pojok dalam sambil membuka kaca jendela besar-besar. Kutaruh tas ransel di samping kananku. Sungguh tidak seperti biasanya, dihari-hari biasa seperti ini mikrolet selalu padat dan penuh. Mungkin hari ini rizkiku sedang bagus, aku diberikan kenyamanan tiada tara dengan iringan angin yang berhembus kencang. Rasanya seperti menaiki mobil pribadi saja. Aku turun di pasar minggu. Baru saja aku turun, tiba-tiba mi