Selamat membaca!*****Selena berjalan semakin dekat, wajah wanita itu penuh dendam, matanya gelap penuh amarah. Hasna mulai khawatir, ia memindai seluruh ruangan, sementara selena menyeringai licik.Hasna mengambil ancang-ancang, saat jarak mereka hanya satu langkah lagi, Selena mengeluarkan botol parfum dari tasnya, kemudian melemparkan ke belakang Hasna, walhasil cermin itu jatuh berhamburan seiring pekikan Hasna.Tawa mengerikan Selena menggema memenuhi ruang itu. Hasna ketakutan, bagaimana pun ia pernah menjadi korban percobaan pembunuhan, ketika melihat tawa Selena, seketika wajah psikopat Siska terbayang, 'Ya Allah, apa aku akan dibunuh untuk kedua kalinya?' batinnya."Selena, jangan nekat! Apa yang kamu lakukan?" pekik wanita berhijab itu saat melihat Selena mengambil sepotong pecahan kaca runcing."Ini ... bagaimana kalau bagian runcing kaca ini menembus lapisan kulitmu? Pasti sangat menyenangkan," ucapnya menyeringai, dia tertawa lagi."Tidak! Jangan Selena! Kau akan masuk p
Selamat membaca!*****Sore hari, Hasna diperbolehkan pulang, Yuta dengan setia menemaninya. Rani mendapat kabar bahwa mereka menginap di hotel semalaman, hingga tidak pulang. Hasna benar-benar menyembunyikan kebenaran tentang ia yang hampir celaka oleh Selena, wanita itu tak ingin ibu dan ayahnya khawatir.Tiba di rumah, Hasna segera istirahat, ia mengatakan sedang tidak enak badan, dua orang tuanya percaya saja, mereka membiarkan Hasna istirahat untuk beberapa saat."Mas pergi sebentar, ya?" Hasna mengangguk. Yuta mengusap lembut kepalanya, "Mas nggak akan membiarkan Selena begitu saja, dia akan membayar mahal semua ini," ucap pria itu dengan sorot dingin. Wanita yang tengah berbaring di ranjang itu mengernyit bingung."Maksud Mas gimana?" tanyanya, Yuta menggeleng, " Biar mas yang urus semua, kamu tunggu dan lihatlah," ucapnya dengan rahang mengeras, dia beranjak bangkit, namun Hasna menahan langkah pria itu dengan menarik tangannya."Tunggu, Mas!" Yuta berbalik, kembali duduk di s
"Dek! Kok perut kamu jadi begini?" ucap Toha bergidik ketika tak sengaja melihat bagian perut istrinya yang menghitam dan dipenuhi stretch mark, saat wanita itu menyingkap bajunya, guna memberi ASI bayi mereka yang baru berusia satu pekan."Ini wajar, Bang. Kan, adek baru melahirkan anak kita, Nanti juga hilang sendiri," sahut Hasna setengah hati, wanita itu merasa malu dengan tatapan sang suami yang terlihat jijik dengan kondisi tubuhnya."Iya, tuh! Pokoknya nanti habis masa pantang, abang tidak mau tahu, ya! Itu harus bersih!" titahnya seraya berlalu pergi meninggalkan Hasna--wanita yang dinikahinya dua tahun lalu.Wanita berkulit kuning langsat itu menghela napas besar, tak urung hatinya terasa nyeri. Alih-alih menghujani dengan cinta dan kasih sayang setelah ia memberi seorang anak, suaminya malah membahas kondisi tubuh yang tak semolek dulu setelah ia melahirkan putri pertama mereka.Jika mengingat masa-masa penuh perjuangan yang telah mereka lalui, Hasna menyayangkan sikap Toha
Waktu berlalu dengan cepat, Hasna telah menyelesaikan masa nifasnya, bayi Alya masih berusia dua bulan, ia mulai bekerja dan mencari koneksi penggelut fashion ternama sesuai arahan sang ibu.Sementara Toha, semakin hari sikapnya makin menjadi. Jarang pulang, ucapan ketus serta hardikan setiap kali mereka berbincang membuat rasa cinta Hasna yang menggebu perlahan memudar.Seperti malam ini, Toha baru saja pulang setelah seminggu meninggalkan rumah, Hasna bersikap biasa, wanita itu sama sekali tidak perlu tahu, pun tak bertanya ke mana suaminya pergi, di mana dia menginap dan bagaimana kabarnya setelah sekian hari tak terlihat olehnya."Siapkan baju, Abang! Sebentar lagi ada meeting," ucapnya dengan raut wajah dingin tak berekspresi, kemudian berlalu ke kamar mandi. Pria berkulit legam itu bahkan tak menyapa Hasna dan putri mereka.Hasna menghela napas berat, "Bahkan kau baru saja pulang, Bang ...." gumamnya seraya melangkah ke arah lemari, kemudian menyiapkan baju suaminya.Tak lama T
Seminggu setelah kedatangan Puspa, Hasna berpikir keras tentang keputusan yang harus di ambilnya, ia menghubungi Rani, meminta saran dari sang ibu.[Wow, Sayang! Itu kesempatan besar buat kamu, terima saja, ya! Jangan dilewatkan!] Seru rani di ujung telepon, mereka tinggal terpisah dengan jarak lumayan jauh, sehingga Hasna hanya bisa menanyakan pendapat tanpa bertemu langsung.Rani menceritakan pada Hasna bahwa Puspa adalah anak dari sahabatnya dulu, perusahaannya sangat besar menaungi beberapa cabang yang tersebar di beberapa kota pulau Jawa.[Dengar, Nak! Satu desain baju, mereka beli dengan harga jutaan rupiah, kamu beruntung sekali didatangi langsung begitu,]Hasna semakin tergiur mendengar pernyataan ibunya, tetapi wanita itu berniat menunda jawaban lebih dulu, ia menghubungi Puspa, meminta waktu satu bulan lagi, bagaimanapun ia harus fokus mengurus bayinya lebih dulu, Puspa mengiyakan, dia sangat menantikan ketersediaan Hasna bekerja di perusahaannya.*Hari ini Hasna berniat me
"Hasna ...." ucap Toha dengan ekspresi bersalah, wanita itu mengangkat tangannya, meminta sang suami berhenti bicara, tak ada yang ingin ia dengar selain jawaban atas pertanyaannya nanti."Silakan duduk, Bang!" ucapnya pelan dengan suara parau. Dia melangkah lebih dulu di ikuti Toha, mereka duduk berhadapan, Hasna mengumpulkan sisa-sisa tenaganya, ia tak boleh terlihat lemah dan menyedihkan di hadapan Toha."Alya mana, Dek?" tanya pria itu tiba-tiba, Hasna tersenyum getir mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut suaminya."Apa dia penting bagimu? Selama ini Abang bahkan tak pernah menyapanya, kenapa sekarang tiba-tiba menanyakan?" jawab Hasna bernada sarkastis, lelaki di hadapannya kini sangat berbahaya, ia tak dapat melakukan apa-apa, mau mengumpat dan menyumpahinya pun ia tak bisa.Toha masih bergelar suaminya, ia tidak mau menambah dosa dengan perkataan kasar. Hasna bukan wanita serampangan, tiga tahun menimba ilmu di pondok pesantren sebelum menikah menempahnya menjadi wanit
Hasna Anandita kini ia bergelar janda satu orang anak, ia menjalani masa idahnya dengan mulai berkarier di perusahaan Puspa Fashion korps. Tak dipungkiri kadang ia merasa sakit ketika melihat Alya, sekarang anak itu harus puas memilikinya sebagai ibu sekaligus ayah.Semenjak Toha menjatuhkan talak atasnya, pria itu tak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. Tetapi ia lega karena tak perlu melihat wajah mantan suami yang berlabel pengkhianat baginya, ia hendak menjalani hari-harinya bersama sang putri dengan tenang tanpa gangguan.Sekarang Hasna fokus kepada pekerjaan dan putrinya, seperti yang dipaparkan Puspa sebelumnya, Hasna bekerja dari rumah, wanita berkulit kuning langsat itu mengatur waktu dengan baik, ia tak mau anaknya terlantar dari kasih sayangnya karena sibuk bekerja, cukuplah Toha yang pergi.Bakat yang dulu terpendam kini kembali di asah, tak jarang Hasna mengikuti kelas desain yang di atur sendiri oleh Puspa, wanita itu benar-benar ditempah menjadi seorang calon desa
Ketika tengah menyantap makanan, tak sengaja Hasna melihat ke bawah, sontak kunyahan mulutnya melambat, ia memicingkan mata tatkala melihat pria yang sangat ia kenal berjalan masuk ke kafe bersama seorang perempuan muda berperawakan tinggi, langsing dan berkulit putih, kontras dengan mantan suaminya yang berkulit hitam legam. Ya, siapa lagi kalau bukan Toha dan istri mudanya.Hasna sudah bisa menebak apa hubungan mereka, wanita berpenampilan terbuka itu terlihat sangat agresif, ia menempel seperti prangko di lengan Toha."Ada apa?" tanya Puspa melihat Hasna terus menatap ke bawah, wanita itu ikut melongok mengikuti arah pandangan Hasna, tetapi ia tak mendapat apa pun karena dua sejoli itu sudah menghilang masuk ke kafe, Hasna menggeleng, "Bukan apa-apa. Yuk makan!" ucapnya melanjutkan makan, ia tak mau merusak moodnya dengan membahas pemandangan menjijikkan yang ia lihat barusan.Setelah selesai, mereka berbincang sejenak, saling bergurau, melepas seluruh beban dengan tawa berderai, P