"Baiklah, aku harus kembali ke pesta. Sam, antar Anna untuk memilih senjata. Lalu, bawa dia kembali ke desa nelayan," ujar Jayden dan memberikan kode dengan tangan, agar mereka segera keluar. "Ayo Nona," ajak Sam kepada Anna. "Anda tidak ikut?" tanya Anna. Ia berharap Jayden Lee tetap mendampinginya. "Itu urusanmu, bukan urusanku," jawab Jayden ringan. Ia tidak suka ketergantungan, karena itulah ia tidak ingin Anna terus tergantung padanya.Jawaban itu, cukup mengecewakan. Namun demi menunjukkan tekadnya untuk balas dendam, Anna pun pergi mengikuti Sam tanpa berkata apapun lagi. Anna ingin menunjukkan kepada sang penolong bahwa ia mampu dan pantas menyandang marga Lee di belakang nama barunya. Sam dan Anna, melangkah keluar dari ruangan itu dan mengitari koridor belakang, jauh dari keramaian. Ternyata di sana ada sebuah lift, yang jika tidak diperhatikan maka tidak akan disadari keberadaannya. Anna tidak banyak bertanya, ia patuh mengikuti Sam masuk ke dalam lift. Lift membawa me
Tatapan Anna terkunci pada sosok pria bertubuh gempal, yang tidak sadarkan diri. Pakaian lusuh dan compang camping, tanda hidup pria bejat itu jauh dari kata makmur. Anna yakin, itu adalah karma dari tindakan bejat pria itu. Menarik topi hitam turun, menutup sebagian wajah, Anna pun melompat ke arah Pan. Mendarat dengan posisi berlutut dengan satu kaki ditekuk, belati tajam itu langsung menargetkan tendon kaki pria gemuk itu. Kedua tendon kaki, diiris cukup dalam dan membuat darah muncrat keluar. Seketika, teriakan penuh kesakitan meraung keluar dari bibir Pan yang begitu bau alkohol. "ARGHHHH!""ARGHHHH!"Teriakan yang menggelegar, membuat tamu lain yang awalnya tertidur langsung bangun. Namun, saat melihat darah yang berceceran orang-orang memilih lari keluar, meninggalkan kedai. Ya, meninggalkan mereka yang sedang menyelesaikan masalah. BRUKKK! Tubuh gempal itu tersungkur ke lantai kayu yang reyot. Benar, kedua kakinya itu tidak lagi mampu menopang berat badannya. "T-TOLONGGG
Alula Yan gadis berusia 17 tahun, menunduk dalam. Kedua tangannya yang kurus sedikit gemetar, menggenggam erat salah satu tangan sang ibu. Ibu, mengalami lumpuh seluruh tubuh setelah dipukul sang ayah tiga tahun yang lalu. Setelah itu, Lula lah yang merawat sang ibu disela kesibukannya mencari nafkah tambahan. Sang ayah, pemabuk dan penjudi. Lula selalu berharap sang ayah pulang larut malam dan langsung tidur. Ya, ia takut saat harus berhadapan dengan sang ayah yang selalu dalam kondisi mabuk. Jadi, bagi Lula lebih baik sang ayah tidak berada di rumah. Namun, pengecualian terjadi untuk hari ini. Sang ayah, pulang saat hari masih siang dan langsung mengobrak-abrik rumah petak berukuran 3 x 4 meter yang dibangun dengan kayu bekas. Entah apa yang dicari, tapi karena dapat merasakan emosi sang ayah yang meluap, Lula memilih tetap berada di samping sang ibu yang tergeletak tidak berdaya. "SIAL! SIAL!" raung Tuan Yan, ayah dari Alula Yan. Pria paruh baya dengan tubuh kurus berpenyakit,
Di ranjang bambu, Nyonya Yan yang tidak mampu bergerak, hanya dapat meneteskan air mata saat tahu apa yang sedang menimpa putrinya. "A-Ayah... S-Sakit. Aku mohon Ayah...." ujar Lula terbata-bata, sambil berusaha menggerakkan kakinya agar ia tidak terseret di tanah penuh bebatuan ini. Tarikan pada rambutnya begitu kuat dan sakit. Namun, rasa sakit itu tidak sebanding dengan rasa takut yang menyelimuti jiwanya saat ini. Tuan Yan, yang telah dibutakan oleh rasa benci semakin berjalan cepat, mengabaikan setiap kata yang dilontarkan oleh darah dagingnya sendiri. Ia berusaha mengejar, Tuan Mo. "TUAN MO! TUNGGU!" teriak Tuan Yan, memanggil Tuan Mo yang berjarak sekitar sepuluh meter di depannya. Panggilan itu, membuat Tuan Mo berhenti melangkah dan membalikkan tubuh, menatap orang yang memanggilnya dengan tatapan malas. Namun, saat melihat apa yang diseret pemabuk itu, seketika Tuan Mo mulai merasa tertarik. Apakah ada orang yang melihat tindakan Tuan Yan yang menyeret putrinya? Ten
PLAKKK! Satu pukulan keras, dilayangkan Tuan Chan tepat ke bagian belakang kepala Pan. Lalu, Tuan Chan pun berkata, "Bodoh! Kalaupun tidak tahan, yang berhak menyentuhnya pertama kali adalah aku ataupun Tuan Mo! Jadi, jika kamu masih ingin ikut berlayar bersama kami, maka jaga sikapmu!"Seketika, Pan diam. Bukan karena ia mematuhi perkataan Tuan Chan, melainkan segera ia memiliki sebuah ide cemerlang, agar dapat menggauli gadis itu. Ya, ia hanya perlu mendesak Tuan Mo ataupun Tuan Chan untuk menggauli gadis itu. Baru kemudian, ia pasti memiliki kesempatan. Wajar bagi para Bos mendapatkan jatah pertama terlebih dahulu dan ia sama sekali tidak keberatan, mendapatkan sisa-sisa dari mereka. Hanya memikirkan kemungkinan itu, sudah membuat dirinya bergairah. "Jadi, di mana gadis itu ditempatkan?" tanya Pan, yang langsung mengubah topik pembicaraan. "Ikat dia di sisi geladak kapal itu dan pastikan ia tidak melarikan diri! Sebentar lagi kapal akan berlayar," pesan Tuan Chan, sebelum melang
"Aku belum mati?" batin Alula sambil berusaha membuka mata, berusaha melawan terik mentari, "setelah apa yang terjadi, bukankah aku memiliki hak untuk mati?"Amarah, menguasai jiwa. Saat ini, tubuhnya telentang di atas bebatuan raksasa pemecah ombak yang ada di sekitar dermaga. Ya, ia tiba di ibukota setelah tujuh hari perjalanan laut. Tujuh hari itu pula, ia hidup dalam neraka nyata. Alula telah diperkosa secara brutal oleh tiga orang pria. Tubuhnya mati rasa dan aroma busuk menguar. Namun, ironisnya ia belum mati. Tidak ada air mata yang mengalir, tidak ada rasa sakit yang ia takuti. Rasanya, dia ingin menghantui manusia-manusia bejat itu. Tunggu! Manusia? Tidak! Mereka lebih rendah dari binatang. "Mengapa Engkau belum mencabut nyawaku? Aku tidak mungkin dapat hidup, setelah semua yang dilalui." Alula hanya dapat membatin. Ia tidak memiliki tenaga, tubuhnya hanya tulang berlapis daging yang tidak dapat digerakkan. Di saat itulah, satu sosok menjulang tiba-tiba muncul di depa
Mendengar penjelasan dokter, Jayden duduk bersandar di sofa dengan satu tangan menopang wajah tampannya. Tatapan tajam tertuju pada sosok yang terbaring di ranjang rawat, tepat di seberang. Namun, pikiran Jayden, sepenuhnya tertuju kepada wanita itu. Ia sudah memerintahkan kaki tangannya, untuk menyelidiki siapa wanita malang itu dan tidak butuh waktu lama untuk mendapatkan jawaban. [ Alula Yan, gadis berusia 18 tahun. Miskin, memiliki ayah seorang pemabuk dan penjudi serta ibu yang lumpuh. Bukankah hidup yang malang? Gadis itu dijual, untuk melunasi hutang judi. Siapa yang melakukan hal bejat itu? Sudah dilaporkan kepadanya juga. Namun, Jayden akan menyerahkan kepada gadis itu untuk memutuskan nasib para manusia bejat tersebut. ]Salah satu siku tangan Jayden diletakkan di sandaran sofa, dengan tangan yang menopang wajah. Sedangkan, satu tangan lagi diletakkan di atas pangkuan di mana jari jemari bergerak perlahan dengan tempo yang teratur. Tiba-tiba tubuh Alula tersentak saat ia
"Kamu bersyukur?" tanya Jayden dengan sebelah alis mata yang terangkat. "Aku bersyukur untuk itu. Itu lebih baik daripada aku harus mengandung anak dari salah satu manusia-manusia bejat itu, karena akibat dari pemerkosaan! Jika itu terjadi, maka aku akan bunuh diri.""Lagipula setelah apa yang terjadi, bagaimana Anda mengira aku memiliki keinginan untuk hamil di masa mendatang? Rahim, bukan sesuatu yang penting bagiku saat ini. Yang penting adalah aku ingin membalas dendam! Aku hanya ingin balas dendam!" tegas Alula dengan suara bergetar. Seulas senyum puas, terpatri di wajah tampan Jayden Lee. Keputusannya tidak pernah salah, begitu juga dengan kemampuannya untuk menilai seseorang. Ya, ia tidak salah menilai wanita yang terbaring di hadapannya saat ini. "Bagus! Selamat telah menjadi salah satu anggota keluarga klan Lee. Pulihkan dirimu dan setelah itu, aku akan mengurus semuanya untukmu," ujar Jayden dan dengan anggun, ia pun berbalik dan melangkah pergi meninggalkan kamar rawat V