“Aku tahu dia ada di dalam kamarku,” ucap Joe yang sudah berada di depan Stella. “Dia? Dia siapa maksudmu?” tanya Stella sambil melangkah mundur perlahan.
Senyum Joe tiba-tiba hilang begitu saja, kali ini tatapan mata Joe sangat tajam kepada Stella. Stella merasa ketakutan dan langkah kakinya semakin cepat berjalan mundur. Keringat Stella sudah sebesar biji jagung, menetes dari kening dan terhalang oleh alisnya.
Tingkat kesabaran Joe sudah mulai habis dan ia lari menghampiri Stella. Stella yang ketakutan langsung memutar badannya dan berlari menuju tangga, ia hanya mengikuti langkah kaki membawanya tanpa berfikir terlebih dahulu.
Sementara itu di lantai dua, Gibran sudah menemukan apa yang ia cari. “Ketemu!” teriak Gibran sambil menunjukkan amplop coklat kepada Eva. Eva terlihat bingung dan bertanya “itu apa, kak?”
“Ini adalah….” Ucapan Gibran terpotong oleh teriakan Stella dari bawah, kemudi
“Dimana aku? Kenapa semua hitam, dan aku tidak bisa melihat apa-apa,” ucap Stella panik. Stella berjalan perlahan, langkah kakinya diseret dengan tangan meraba. Stella terus berjalan sampai ia merasa putus asa dan menghentikan langkah kakinya.“Se—seorang… tolong aku, aku takut…” ucap Stella lirih sambil merendahkan badannya dan jongkok perlahan. Tiba-tiba saat ia menundukkan kepala, ada cahaya biru bergerak lambat di atas kepala Stella.Spontan Stella mengangkat kepalanya dan melihat cahaya biru itu, dan ia pun tersenyum. “Cantik sekali,” ucap Stella saat melihat cahaya biru itu yang perlahan berubah bentuk menjadi kupu-kupu hitam dengan corak biru yang bercahaya.Saat sedang asyik menatap kupu-kupu itu, tiba-tiba ada suara bergema yang berkata “jangan menyerah, Stella!”Stella melihat sekeliling dan cahaya dari kupu-kupu itu tak bi
Tiga hari berlalu, masa-masa membosankan saat berada di rumah sakit akhirnya selesai juga. Stella tersenyum saat meninggalkan rumah sakit, dan ia berkata “semoga aku tak berakhir di sini, lagi.”Saat perjalanan pulang Stella tak banyak berbicara, seperti biasanya. Gibran juga tak membuka pembicaraan seperti biasanya. “Mau sampai kapan berdua tidak saling sapa?” cetus Eva yang berada di kursi belakang.Stella hanya tersenyum dan memalingkan wajah, kemudian ia berkata “aku ingin menemuinya.”“Siapa?” tanya Gibran tanpa melihat ke arah Stella.“Ellie. Aku ingin bertemu dengannya,” jawab Stella dengan raut wajah masam.Gibran melirik Stella dan perlahan ia mulai tersenyum. Eva yang melihat hal itu ikut tersenyum dan ia memeluk Stella dari belakang.Tidak lama kemudian mereka sampai ke apartemen Stella, G
Tertegun menatap layar komputer, wanita cantik berambut coklat sebahu memakai headset sambil menunggu telepon masuk. Ia terus mengetuk jemarinya sambil melirik ke pojok kanan bawah monitor, berharap waktu cepat berlalu dan ia bisa pulang ke rumah.Rasa bosan tak terbendung lagi oleh wanita itu, dan ia pun beberapa kali menguap di susul dengan tangan yang mengucek kedua matanya. Jam sudah menunjukkan pukul 20:55 dan lima menit lagi shiftnya akan berakhir, akan tetapi lima menit terasa lama sekali jika terus dipandangi. Tidak banyak orang tersisa di ruangan itu, hanya tinggal 10 orang termasuk wanita itu. Ada 8 orang pria yang memang jadwalnya selalu malam, dan 2 orang wanita yang tinggal menunggu shift kerjanya berakhir.“Aku benci jika harus pulang selarut ini,” gumam wanita berambut coklat itu dalam hati. Wajah wanita berambut coklat itu cantik, dengan mata besar berwarna biru gelap dan bulu mata lentik asli ciptaan Tuhan.
Stella membuka matanya setelah mencium bau minyak angin yang sangat menyengat, dan ia langsung tahu kalau ini ruang UKS di tempat kerjanya. Masih di temani Ellie dan ada satu office girl yang sedang memegangi botol minyak angin yang tidak ia suka baunya.“Silakan di minum teh hangatnya, Bu Stella!” ucap office girl berbadan gemuk.“Terima kasih, mbak Ria... tapi tolong jangan panggil saya Ibu, usia mbak kan lebih tua dari saya 3 tahun, jadi panggil saya Stella saja.”Mbak Ria menganggukkan kepalanya dan tersenyum, Stella pun menanggapi teh hangat pemberian mbak Ria dan langsung meminumnya.“Kalau boleh tahu, kenapa kak Stella pingsan di lorong?” tanya mbak Ria.“Sekarang malah di panggil kakak,” keluh Stella.Ellie menggelengkan kepalnya sambil berkata, “Masalah panggilan saja di bikin ribet!”
Nyonya Hellen Watson adalah wanita tua yang tinggal sendiri di rumah yang cukup besar di pinggir kota, dia mempunyai dua anak dan mereka semua sudah berkeluarga. Semenjak kematian suaminya, Gerry Watson, nyonya Hellen gila-gilaan menghabiskan banyak uang untuk membeli hal-hal yang tidak penting di Happyshop.Hellen Watson juga sering menghubungi customer service, bukan untuk mengeluh barang yang di belinya, melainkan ingin sekedar mengobrol dengan customer service karena ia merasa kesepian.Modus awalnya pasti selalu meminta rekomendasi barang bagus di Happyshop, kemudian setelah customer service memberi beberapa pilhan barang terlaris, ia mulai menanyakan beberapa pertanyaan sampai akhirnya komunikasi mereka pun berjalan lama.Sedangkan Stella, belum pernah menjawab panggilan dari nyonya Hellen, tapi ia pernah mendengar bahwa ada wanita tua kesepian yang sering mencurahkan isi hatinya ke customer service. Stella tak begitu menanggapi
“Hei penakut, bangun!”Stella merasa ada yang menampar-nampar pipinya dengan pelan, tapi berulang-ulang kali. Ia pun memaksakan diri membuka matanya dan cahaya matahari dari jendela menyorot tepat ke wajah Stella sampai ia tak sanggup membuka matanya.Saat Stella berhasil membuka matanya Ellie pun langsung bertanya “kamu kalau tidur segaduh itu, Stell?”“Gaduh?” tanya Stella bingung dan mengubah posisinya menjadi duduk di kasur.“Iya gaduh, teriak-teriak sendiri saat tidur!” tegas Ellie.Stella mengangkat kedua pundaknya, dan ia tak membalas perkataan Ellie, lalu ia pun teringat dengan kepala Ellie yang copot dan menggelinding tadi malam.Stella menghela nafas dan kemudian bersandar di kasurnya. “Syukurlah ternyata itu hanya mimpi...” ucap Stella lirih.“Apa? Kamu bilang apa barusan?&rdq
Ellie sudah kembali ke kamar apartemennya, dan sekarang hanya tinggal Stella seorang diri. Ia melanjutkan membaca buku romance yang belum selesai ia baca, dengan di temani sebotol bir ia membaca buku di sofa ruang tamunya. Terbesit olehnya bayangan nyonya Hellen yang berdiri tegak di bawah lukisan kantornya.Stella pun menggelengkan kepalanya dan melanjutkan membaca buku, Stella melihat ke arah jam dan tak terasa sudah pukul 12:02 siang. Ia pun memutuskan untuk makan siang di luar. Hari ini ia libur, karena setelah shift siang keesokan harinya pasti ia mendapatkan jatah libur.Untuk hari liburnya tak mesti weekend, bisa juga weekday seperti ini. Karena ia bekerja di layanan yang beroperasi 24 jam, jadi hari liburnya tidak menentu. Stella berjalan melewati lorong yang sepi di antara kamar-kamar yang tertutup rapat.Stella sedang berjalan menuju lift, padahal ini siang hari, tapi suasananya mencekam seperti ini. Sepi meman
Kini Stella dan Ellie sudah berada satu meja dengan keluarga Watson, dan salah satu anak nyonya Hellen bertanya dan belum mampu di jawab oleh Ellie. Ia masih memutar otaknya, untuk mendapatkan jawaban yang pas untuk pertanyaan pria itu.“Sebelumnya perkenalkan dulu nama kalian, agar kita lebih akrab lagi,” cetus Stella.“Stell, itu tidak sopan...” bisik Ellie.“Astaga kami sampai lupa memperkenalkan diri,” jawab wanita berambut hitam sambil tersenyum, “namaku Anne Lucyanne Watson, aku adalah menantu nyonya Hellen.”“Tak perlu memperkenalkan nama lengkapmu, Ann!” ujar pria yang ada di sampingnya.“Tidak masalah, aku yakin mereka ini orang baik,” bantah Anne.Sosok nyonya Hellen yang tadi sempat menghilang, kini tiba-tiba ia muncul kembali. Ia hanya menatap ke arah meja mereka dengan lidah