Share

Perasaan Itu Masih Ada

   Dipsha meneguk segelas susu cokelat sambil memainkan hp, memeriksa notifikasi terbaru media sosialnya. Mamanya juga bilang, "Dipsha bisa sarapan pakai apa saja, asalkan lauknya hp."

   Dipsha adalah seorang selebgram remaja yang terkenal di kota ini, tawaran endorse-an selalu datang menghampirinya, setiap hari. Jadi hampir semua model pakaian, cemilan, skincare, makeup, produk tas dan sepatu terkini sudah masuk semua ke koleksi Dipsha, berkat endorse, tanpa harus meminta pada orang tuanya. 

   Namun karena dia tidak menggeluti secara serius bidang itu, makanya, semua Dipsha handle sendiri tanpa merekrut asisten dan sebagainya, mulai dari menjawab email endorse, melakukan photoshoot produk, hingga posting ia tangani sendiri. Begitu rutinitas sarapan paginya, selalu sibuk memeriksa email, namun pagi ini berbeda, ia sedang menunggu balasan chat dari Braga semalam, yang tak kunjung muncul di layarnya. 

   "Dipsha kamu udah siap semua? Bentar lagi datang buat jemput kamu lo." ucap Anna mengingatkan putrinya.

   "Udah Ma." jawab Dipsha sambil matanya tetap fokus pada hp nya. Gadis itu sedang memeriksa kolom chat nya dengan Braga, tak adalah balasan lagi setelah chat singkatnya kemarin malam. Di balon chat juga masih tertera centang satu warna abu, artinya cowok itu belum membaca chat terakhirnya kemarin. 

   "Kalau lagi sarapan jangan sibuk Hp-an! Papa nggak suka! Nanti kita jadi kebiasaan, nggak menghargai makanan dan juga waktu kebersamaan kita yang sangat jarang terjadi ini." Romy menyahut hp Dipsha, sekilas matanya menatap kolom chat Dipsha dengan Braga.

   "Kamu masih chat sama Braga?!" tanya Romi, membuat Giselle juga mengangkat kepalanya menatap Dipsha ingin tahu.

   "Enggak Pa, itu mau nanya tugas, tapi nggak dibalas sama Braga," elak Dasha.

   "Kenapa nggak tanya ke Arkan saja?! Dia pintar dan sering memenangkan olimpiade perwakilan sekolah, kamu bisa minta diajarin sama dia, katanya mau kuliah ke luar negeri?! Kalau kemampuan kamu kaya gini-gini saja, mana ada universitas international yang mau terima kamu," ucap Romi, padahal dia paham Dipsha sukanya pada Braga, namun apa bisa dikata, iatelah terikat perjanjian bisnis dengan Tuan Tanuwijaya, kakek Braga dan Arkan untuk menjodohkan Dipsha dengan Arkan, sebagai ganti penanaman saham pada usaha start-up miliknya. 

***

   Braga menggeliat bangun dari tidurnya begitu merasakan sentuhan dingin di pipinya, Mamanya, Amel telah duduk di samping ranjangnya.

   "Braga semalam minum-minum ya?!" tanya Amel pelan, yang sebenarnya tanpa ia tanya juga sudah tahu kebiasaan putranya itu. 

   "Dikit doank Ma, biar nggak pusing," ucap Braga segera bangkit dari tidurannya.

   "Sejak kapan, minum alkohol ngilangin pusing, sayang? Justru bikin tambah pusing itu Braga," ucap Amel dia begitu sabar menghadapi Braga, jika dulu dia bisa menaklukan Rama, dan berhasil merubahnya menjadi sosok Papa yang baik, pasti dia bisa juga merubah sifat anaknya ini badung ini. 

   "Hadiah dari Mama belum kamu buka?!" tanya Amel sambil menatap keatas nakas yang melihat bungkusan berwarna abu-putih itu masih terpita rapi.

   "Belum Ma, semalam Braga langsung tidur." Braga segera mengambil kado kecil tersebut dan langsung merobek kasar bungkusnya, dengan tidak estetik sama sekali. 

   Bukan hadiah yang sekedar cuma-cuma yang Amel berikan pada Braga, anak semata wayangnya, yang karena sifat badungnya itu, tidak begitu mendapatkan perlakuan spesial dari kakeknya, padahal Braga juga seusia Arkan. 

    Mata Braga tidak berkedip saat mengetahui hadiah apa yang mamanya berikan padanya di ualng tahunnya yang ke delapan belas tahun ini.

   "Ma, apa maksudnya ini?" tanya Braga lirih, ia tidak bodoh, apa yang saat ini tengah dipegangnya itu adalah sebuah acces card, ya benar, kartu untuk mengakses doorlock sebuah pintu apartemen. 

   "Iya Mama membelikan Braga sebuah unit apartemen untuk Braga, jika Braga merasa bosan tinggal di sini, dan butuh suasana baru, Braga bisa tinggal di apartemen itu." jawab Amel. Meski Braga terdiam tanpa bisa berkata-kata, tapi Amel tahu, jika Braga sangat menyukainya.

   Sebuah ucapan terimakasih pada akhirnya meluncur juga dari bibirnya. Ia lantas bergelayut manja di pundak mamanya. Sambil mengamatu kartu akses yang ada dihadapannya. 

   "Makasih Ma, Braga sayang sama Mama, diantara orang-orang di rumah ini, hanya Mama yang paling mengerti Braga. Namun apapun keadaannya, Braga tidak akan meninggalkan Mama sendirian disini untuk menghadapi Kakek yang pilih kasih itu. Braga akan setia menemani Mama disini, tapi jika memang suatu saat kita harus pergi dari sini, maka kita bisa tinggal bersama Ma, di apartemen itu," ucap Braga penuh keyakinan. 

   Amel mengusap puncak kepala Braga dengan lembut, hanya dengan dirinya saja Braga bisa menunjukkan sifat manjanya, Braga tetaplah bayi kecilnya yang selalu minta perhatian dari dia, dan akan selalu ia lindungi selama nafasnya masih berhembus. 

   "Mama cepet sembuh ya, jangan sakit-sakit lagi, Braga sedang menabung buat cari pendonor untuk Mama," ucap Nraga hampir tidak terdengar, tapi Amel masih bisa mendengarnya dengan jelas karena kamar Braga ini sangat sunyi.

   "Ya pasti... Mama baik-baik aja kok selama bisa melihat kamu kaya gini, berlindung dibawah ketiak Mama, jangan bertengkar dengan Keanu ya, Mama nggak ingin kamu sampai kebablasan seperti Papa kamu, hingga menyebabkan Om kamu meninggal." pesan Lily Keenan mengangkat kepalanya.

   "Mama sudah mengatakan hal ini untuk ke seribu sembilan ratus sembilan puluh lima kali Ma." Keenan memutar bola matanya jengah.

   "Selama mama masih hidup, Mama akan selalu mengatakan itu Keenan, buruan mandi, kita sarapan, kamu juga harus ke sekolah. Papa lagi cuti, ikut sarapan dengan kita, kalo Papa ngomong nanti dengerin aja ya, nggak perlu dibantah." Pesan Lily bangkit dari duduknya dan melemparkan handuk ke pangkuan Keenan.

***

   Geng Badblood dengan ketua nya Keenan dan anggota inti lainnya sedang duduk-duduk di halaman parkir sekolah, menatap siswi-siswi cantik dan populer yang baru datang, mereka menggodanya sepuas mulut mereka. Jika yang lewat siswi-siswi biasa dan kurang populer mereka hanya sebatas bersiul dan berdehem saja. Pokoknya tidak ada satupun siswi di sekolah ini yang tidak kena jahilan Geng Badblood. 

   Geng yang paling kuat dan di segani di SMA Labschool Bina Persada. Geng yang beranggotakan anak-anak orang kaya jika tidak kaya cukup ganteng saja sudah bisa masuk ke Geng ini.

    Ganteng menurut standar Geng Badblood, yaitu jago berkelahi, jago taktik manipulasi, jago negosiasi. Membuat geng-geng kecil di sekolah bubar dengan sendirinya karena tidak bisa berkutik.

    Mata Braga terpusat pada sebuah motor Merk K type H2 Carbon yang mengingat namanya saja membuat anak-anak di sekolah pada meneguk ludahnya karena harganya yang sangat fantastis, iya motor limited edition yang dijual hanya satu unit untuk negara ini berhasil Kakek Braga beli dengan mudahnya untuk hadiah buat sepupunya, Arkan yang berhasil memenangi olimpiade matematika tingkat nasional kala itu. 

   Braga iri?! Jawabannya adalah tidak, karena dia sadar dia tidak akan bisa sejenius Arkan. Nilai matematikanya mentok di angka tujuh, itu saja sudah bagus daripada harus remidi. Dan menyita jadwal nya berkumpul dengan teman-temannya seperti saat ini.

    Braga memalingkan muka dan kembali bercanda tertawa lepas dengan Orion, Rigel, Alastair dan juga anak-anak Geng Badblood lainnya, saat Dipsha menatap kearahnya.

    Dipsha Fleura Abiyaksa, sosok menyenangkan dan imut di mata Braga dan segenap cowok di SMA Labschool Bina Persada, dia itu periang, cerewet dan sangat ribut, membuat nya tiap kali berjalan dengan teman-temannya di koridor sekolah menatap kearah mereka.

    "Pagi Dipshaaa!!! Dih makin hari makin cantik aja," goda Orion yang duduk di samping Braga. Dipsha yang berjalan di samping Arkan yang baru saja memarkirkan motornya tampak menoleh dengan cibiran ke Orion. Ya tentu saja sambil mencuri pandang ke Braga yang tampak cuek dan sibuk dengan hp nya.

    "Ya emang elo, yang makin hari makin jelek?!" balas Dipsha ketus.

   "Jangan marah-marah gitu, ntar cantiknya ilang lo, iya nggak Ga?!" Rigel menyahut sambil menyenggol pundak Braga, yang Geng Badblood tahu adalah Braga suka dengan Dipsha, tapi mereka tidak tahu jika semalam Dipsha telah bertunangan dengan Arkan. Dan Dipsha berangkat sekolah bareng Arkan adalah pemandangan yang biasa karena setahu mereka memang mereka berdua tergabung dalam kelompok belajar yang sama.

   Dengan Dipsha sebagai anggota IQ terendah di kelompok tersebut, Dipsha cukup dikenal cantik dan primadona sekolah bukan dikenal sebagai siswi terpandai.

   "Pagi Braga," sapa Dipsha sedikit malu-malu pada Braga yang masih tak acuh itu.

   "Pagiiii!!!" jawab Orion, Rigel dan Alastair kompak mewakili Braga yang bungkam.

   "Punya orang tuh jangan di godain melulu," sahut Braga dengan suara beratnya.

   Membuat perubahan ekspresi pada wajah Dipsha, dia terlihat canggung. Cewek itu memalingkan wajahnya dan berlari menyusul Arkan.

   Apakah Arkan tidak tahu jika Braga dan Dipsha saling menyukai? Ya tentu saja, Arkan tahu. Lalu kenapa dia menerima pertunangan ini?! Karena dia juga suka dengan Dipsha, meskipun tidak pandai menunjukkan ekspresinya.

   "Boss?! Bukannya Dipsha jomblo ya?!" Hemma bertanya sambil menoleh setelah mendengar ucapan Braga barusan.

   "Dia udah jadi punya Arkan sekarang," jawab Braga singkat, mendengar nama itu anak-anak lainnya hanya bisa kicep, dia adalah sepupu Braga dengan power yang sama tapi dalam bidang yang berbeda.

   "Rencana Kakek lo udah jadi?!" bisik Alastair yang hanya bisa di dengar oleh Braga. Cowok itu mengangguk dalam diam.

    "Woee semua berdiri!! Kita ke kantin, lo pada makan sepuasnya gue yang bayar!! Gue lagi seneng." teriak Rigel pada anggota Badblood yang lain untuk mengalihkan rasa galau Braga akibat pertunangan Dipsha dengan Arkan. 

   "Lo lagi seneng?!" tanya Braga pada Rigel. 

   "Zevanya nerima gue!!!" Rigel dengan heboh menjawab.

   "Yuk cabut ke kantin." Braga menambahkan instruksi pada yang lainnya.

   Itulah alasan Dipsha tidak pernah sarapan pagi dengan baik setiap hari, dan hanya minum susu, dia selalu menunggu kedatangan Braga dan kawan-kawannya di kantin sekolah.

   "Njiir, serius lo udah jadi bertunangan dengan Arkan?!" tanya Jingga, sahabat Dipsha agak terkejut, dia memang tahu jika Dipsha dan Arkan akan di jodohkan. Tapi dia mengira tidak dalam waktu dekat ini.

  "Braga tuh!" bisik Jingga menyenggol siku Dipsha.

   "Gue kudu ngapain emang? Cowok itu berubah dingin ke gue, dia nggak mau ganggu hubungan gue sama Arkan," balas Dipsha berbisik.

   "Iya sih, tapi lo kan sukanya ke Braga, Sha, bukan ke Arkan." Mitha menyahut.

   "Iya Mit, tapi gue udah nggak bisa kaya dulu, ada hati Arkan yang mesti gue jaga," ucap Dipsha lemah dan pasrah.

   "Duhh kini semuanya hanya jadi rasa yang tertinggal aja donk," Jingga menambahkan.

   "Eh-eh Lihat deh, Braga di samperin cewek tuh," bisik Mitha. Mendengar bisikan sahabatnya, Dipsha dan Jingga menoleh ke arah Braga, yang duduk di kursi kantin pojok belakang, tempat khusus anak-anak Badblood. Tidak ada yang berani duduk disana.

   "Itu kan Billa," gumam Dipsha. Dipsha melihat Billa menyerahkan selembar kertas pada Braga, dia adalah bendahara kelas.

   "Nagih uang kas kali, biar mereka anak-anak holkay tapikan susah banget dimintai kas, modusnya ada aja buat godain Billa," komentar Jingga.

  "Sha lu nggak apa kan?!" Mitha menoleh ke Dipsha begitu melihat Billa di usap kepalanya oleh Braga.

   "Gue harusnya emang nggak apa-apa, kan gue bukan siapa-siapa dia," jawab Dipsha menoleh ke bubur ayam nya yang sama sekali tidak disentuh itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status