Share

03 - Lingerie dan Foto Aib

IRIN mengangkat lingerie berwarna marun yang hanya bisa menutupi payudara dan bagian intimnya saja dengan tatapan horor. Dia benar-benar menemukan hadiah seperti ini?

Irin mengernyitkan dahi, dia mencari nama yang memberikan kado itu dan ia langsung mengumpat begitu melihat nama teman sekelasnya dulu tertera di sana.

"Emang berengsek itu buaya satu!" umpatnya.

Irin mencoba membuka hadiah lainnya, sampai tatapannya berhenti di sebuah kotak kado besar berwarna merah yang ia ingat jelas dibawa oleh Jake sebelum mantan aktor itu membuat geger acara pernikahannya.

Dia mencoba mencari nama pengirim, tapi dia tidak menemukan apa-apa. Hingga dia menyerah mencari-cari dan lantas membuka isinya.

Selembar kain panjang berwarna putih membalut sesuatu di dalamnya. Irin membuka kain itu dan ia menemukan sebuah bingkai berwarna merah yang membingkai foto kelas XI IPS 1 dan XI IPA 1 yang sedang gencatan senjata.

Benar, itu kelas Irin dan juga kelas Rein dulu. Kelas mereka sering bertengkar, tentunya bukan ia dan Rein, melainkan anak sekelas mereka yang lain. Terutama laki-laki yang ia sukai saat itu dengan anak di kelas Rein, bahkan kadang Rein ikut-ikutan juga.

"Lihatin apa?"

Pertanyaan itu membuat Irin tersenyum simpul. "Ini, ada yang ngado foto kita waktu kelas sebelas, pas lagi gencatan senjata."

Irin menunjukkan bingkai foto itu pada Rein tanpa merasa berdosa sama sekali. Rein menerimanya dan matanya melotot begitu dia melihat seperti apa sosoknya di foto itu.

"Bangsat, siapa yang punya foto ini?" tanyanya emosi.

Rein ingat betul, foto itu kabarnya sudah hilang sebelum sempat diberikan bahkan diperlihatkan ke anak-anak kelas sebelas. Katanya, data sekolah dibobol oleh hacker entah dari mana yang membuat sekolah kecurian beberapa data siswa, walau tidak berimbas fatal.

Irin mengangkat bahu. "Nggak tahu, itu dari kado yang dibawa Jake kemarin. Lo tahu siapa yang ngirim?"

Rein mengernyitkan dahinya. Akram? Apa dulu dia yang udah bobol data sekolah, tapi buat apa? Dan kenapa harus foto itu yang dijadiin kado pernikahan gue sama Irin, anj*ng!

Sumpah, dia bahkan baru sadar kalau di foto itu dia menatap Irin sampai mupeng begitu. Ekspresinya benar-benar khas seorang anak remaja yang sedang jatuh cinta pada anak kelas sebelah yang cuma bisa dipendam sampai kiamat.

Astaga, mukanya mau ditaruh mana kalau Irin sampai melihat dan menyadari fotonya?

"Gue pinjem, ya, fotonya."

"Pinjem buat apaan? Dipajang aja, kan, lumayan."

Lumayan pala lo!

Rein terkejut saat foto itu dirampas dari tangannya dan Irin sibuk mencari tempat yang cocok untuk menaruh foto itu di dinding apartemennya.

Mikir, Rein, mikir! Itu kalau ada yang sadar fotonya, lo bisa malu seumur hidup!

Rein menoleh ke sembarang arah, lalu dia melihat lingerie merah yang berada salah satu kotak kado yang sudah dibuka. Dia mengambil benda itu dengan menelan ludah berulang kali.

Dia menatap istrinya, lalu lingerie itu berulang kali. "Rin, lo nggak mau makai ini di depan gue apa gimana gitu?"

"Hah?"

Irin menoleh, wajahnya memerah, dan ia langsung menghampiri Rein, menukar lingerie dengan bingkai foto di tangannya, lalu dengan panik dia berlari menuju lemari untuk menyembunyikan pakaian dalam itu di sana.

"Lah, malah diumpetin, bukannya dipakek gitu?"

Irin mendelik. "Mimpi dulu sana, kalau udah tinggi, ntar gue jatohin biar lo sadar lagi."

"Sadis," Rein mengembalikan bingkai itu kembali kotaknya, "tapi gue suka."

"Lo kan emang masokis, Rein!"

Rein tertawa, apalagi saat melihat Irin memalingkan pandangan dengan pipinya bersemu merah.

"Jadi, beneran, nih, nggak mau makai di depan muka gue? Kalau lo mau makai itu, lo boleh mukul atau mau ngapa-ngapain gue, kok. Ikhlas lahir batin gue."

Irin memasang ekspresi seperti ingin muntah. "Amit-amit, salah gue apa coba sampai dapat suami kayak lo? Untung cuma dua bulan."

Kalimat itu lagi ....

"Yakin cuma dua bulan? Bukannya perjanjian kita sama Tuhan, nikahnya buat selamanya, ya?"

Irin menatap Rein, Rein menatap Irin. Keduanya saling berpandangan sampai Irin melemparkan kalimat mematikan untuk Rein.

"Emang lo mau hidup selamanya sama orang yang nggak lo cintai?"

Rein menatap iris mata cokelat itu dengan ekspresi serius. "Bukan nggak, tapi belum. Tugas manusia itu terus berusaha mencapai apa yang ingin dicapainya. Kalau lo mau pernikahan ini untuk selamanya, berarti lo harus belajar buat suka dan cinta sama gue, begitu pula sebaliknya."

Irin membuang muka, tidak menjawab apa pun dan memilih membisu. Ia bahkan sampai melupakan keberadaan foto yang ingin dia pajang untuk mengisi dinding apartemen yang penuh kekosongan itu.

___

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status