Alfonso masuk ke dalam kamar tidur Siena dengan wajah cerah. Siena sudah berganti gaun tidur dan duduk bersandar di kepala tempat tidur, ia langsung mengarahkan pandangan ke Alfonso.
"Kamu kelihatan gembira…, sepertinya aku tak usah khawatir apa yang kamu bicarakan dengan Papa," celetuk Siena.
Seringai Alfonso makin lebar. "Aku baru saja mendapat seorang Papa hari ini."
Mulut Siena melongo. "Benarkah? Papa sudah memintamu memanggilnya Papa?"
Alfonso menjawab dengan anggukan mantap. "Yup!"
"Oh, Alf, aku bahagia sekali mendengarnya!" Siena merentangkan kedua tangannya lebar-lebar untuk memeluk Alfonso.
Alfonso duduk di samping Siena dan merangkulnya dengan mesra. "Sekarang aku punya keluarga yang utuh lagi. Aku punya seorang istri yang kucintai, ayah yang bi
"Dengan ini kalian berdua dinyatakan resmi menjadi suami istri. Silakan, Anda boleh mencium istri Anda."Setelah pastor selesai mengucapkan kalimat tersebut, Alfonso langsung merangkul pinggang Siena, memberikan belaian lembut di pipi Siena yang merona indah, dan mengecup bibirnya dengan penuh kasih. Seketika semua yang hadir bertepuk tangan.Segala sesuatu berjalan sesuai harapan Siena di hari pernikahannya ini. Dia tak perlu pesta mewah, hadiah mahal, atau gaun pengantin seperti putri kerajaan. Yang dia butuhkan hanyalah pernikahannya sah di hadapan Tuhan dan orang-orang yang disayanginya.Setelah acara pemberkatan pernikahan berakhir, Alfonso dan Siena mendapatkan pelukan dari Stefano, Carlo, juga Irina yang datang jauh-jauh dari Melbourne. Mendadak…."Siena Chan! Selamat ya!" Siapa lagi kalau bukan Imelda yang memekik. M
"Apa maksudnya?" Kening Siena berkerut dalam. "Tapi hari ini bukan ulang tahunku."Ah, ini pasti kode, pikir Siena. Alfonso benar-benar sengaja mengerjainya tepat di hari pernikahan mereka!Siena mencari pulpen dan mulai mencoret-coret di kertas. "Tanggal ulang tahunku 17 September. Mungkin itu sebagai kunci untuk menggeser huruf yang ada. Hmm, biar kucoba."Ia menuliskan tebakannya di atas kertas.ELANHPB1791791FSJOOYC"Aneh, kenapa tak ada artinya?" Siena tertegun melihat hasilnya. "Atau… hurufnya bukan digeser ke kanan, tapi ke kiri!"Siena mencoret-coret ulang dan menulis lagi.ELANHPB1791791DERMAGA"Dermaga?" Siena berseru kaget. "Apakah Alf memintaku untuk pergi ke dermaga?"
"Tak seorang pun boleh merebut apa yang jadi hakku! Lihat saja, Siena Mori…! Aku akan rebut kembali semua yang kamu ambil dariku!" bentak Alfonso dengan suara kasar."Aku tak pernah rebut hak kamu, Alfonso Garcia! Tuan Adalfo sendiri yang berikan warisan itu padaku. Kalau kamu bisa jadi cucu yang baik waktu Tuan Adalfo masih hidup, pasti ini tak perlu terjadi. Sekarang, setelah beliau meninggal, barulah kamu menyesal dan ribut soal harta warisan! Benar-benar tak tahu malu!" Siena berseru lantang, tak mau kalah dengan pria berwajah Eropa Selatan yang berdiri menjulang di depan tubuh mungilnya."Berani-beraninya kamu panggil nama kakekku dengan nama depannya! Kamu pikir kamu siapa? Kamu cuma anak seorang perawat! Jangan sok akrab dengannya!" hardik Alfonso."Oh, kenapa tak boleh? Tuan Adalfo orang yang sangat rendah hati. Beliau tak pernah sombong seumur hidupnya. Asal kamu tahu ya, Tuan Adalfo bahkan
"Sudah saya cek, Tuan Garcia…""Cek lagi! Itu tugasmu! Masa harus aku ajari bagaimana caranya?" Alfonso membentak melalui ponsel dalam genggaman tangannya. Ia sedang menelepon pengacaranya."Tapi surat wasiat itu memang sah, sudah didaftarkan oleh notaris Tuan Adalfo Garcia. Semuanya sudah sesuai ketentuan, tak ada yang bisa kita tuntut lagi --""Cari lagi! Apa pun yang bisa jadi celah! Kalau tak bisa dengan cara yang legal, pakai cara lain!""Tapi, Tuan Garcia, saya tak bisa melanggar hukum --""AAARGH!!" Alfonso meraung, melemparkan ponselnya ke lantai marmer sampai hancur berkeping-keping.Tubuh kekar setinggi lebih dari seratus delapan puluh sentimeter itu terhenyak ke atas sofa kulit mewah di belakangnya. Wajah keturunan latin itu seolah dinaungi kabut gelap, mata birunya berkilat-kilat penuh amarah. Belum pernah sekali pun dia kalah
Kebun di belakang rumah mewah Adalfo Garcia terbentang hampir seluas satu lapangan sepakbola. Semasa hidupnya, Adalfo memang sangat gemar berkebun. Kebun itu ditanami berbagai jenis pohon dan bunga. Adalfo juga mempekerjakan tukang kebun khusus untuk merawat kebun itu. Sebuah rumah kaca dibangun di sisi timur kebun untuk tanaman yang memerlukan penanganan khusus, terutama bunga-bunga yang menjadi favorit Adalfo.Siena sedang menyirami tanaman dalam rumah kaca, ketika dia menyadari, Damien Lambert tiba-tiba sudah berada di belakangnya. Saat Siena menoleh, pengacara Adalfo berusia dua puluh sembilan tahun itu tersenyum padanya."Sepertinya kamu sudah betah tinggal di rumah ini, Siena…," sapa Damien.Siena memandangi pria keturunan Perancis yang berwajah menawan itu. Senyumnya yang ramah dan mata cokelatnya yang hangat membuat Siena yakin kalau pria itu tak pernah kesulitan untuk menarik perhatian wanit
Siena membaca lampiran surat wasiat Adalfo sekali lagi. Semua nama bunga itu ada di dalam rumah kaca Adalfo, kecuali satu. Apa itu Daunbrazil? Kening Siena berkerut lagi.Hari Sabtu, satu hari setelah Damien memberikan surat wasiat, Siena sedang berada di rumah kaca sekarang. Bertekad untuk memecahkan teka-teki yang diberikan kakek angkatnya, Siena mencermati satu persatu pot tanaman bunga yang namanya tertulis di surat. Diangkatnya pot pertama yang terbuat dari batu, bunga Honeysuckle. Bagian bawah pot? Tak ada tulisan apa-apa. Diputar-putarnya pot, mungkin di sisi kiri kanan pot? Tak ada apa-apa juga, kecuali ukiran yang memang sudah jadi satu dengan desain pot.Siena menghembuskan napas dengan kasar. Masa iya dia harus mencabut tanaman itu satu persatu, untuk melihat sampai ke dasar pot? Mungkinkah Adalfo sembunyikan sesuatu di dalam tanah yang mengisi pot? Tangan Siena terulur ragu-ragu."Grandpa, perma
"Apa yang kamu pikirkan?" Pertanyaan Damien menyadarkan Siena dari lamunannya. Mereka berdua sedang berada di dalam mobil limusin yang mengantarkan ke Hotel La Paradise."Oh… Tak ada, aku --""Kamu gugup?"Siena menggigit bibir bawahnya. "Yah, sedikit senewen…."Tangan kanan Damien terulur, menggenggam kedua tangan Siena yang ada di pangkuan. "Tenang saja, kamu Siena yang pemberani. Lagipula kamu kelihatan sangat memesona malam ini." Damien memuji penampilan Siena, yang mengenakan midi dress warna merah cherry dengan model off-shoulder. Terlihat sangat serasi dengan tubuh mungil Siena, sampai Damien ingin terus memandanginya.Siena tersenyum kaku. Entah kenapa, tangan Damien yang hangat menimbulkan desir aneh di dadanya. Pria itu juga sangat baik, mau menemaninya ke pesta yang sebenarnya tak termasuk dalam tugas pengacara.
Alfonso dan Gloria masuk ke dalam mobil Audi warna putih mengilap, meluncur dengan cepat meninggalkan Hotel La Paradise. Setelah beberapa menit dalam hening, Gloria melirik ke arah Alfonso yang diam saja."Jadi itu yang namanya Siena Mori? Penampilannya kelihatan sangat berbeda malam ini. Huh! Dia pasti hamburkan uang si tua Adalfo untuk beli segala make-up dan dress yang mewah. Tapi tetap saja dia terlihat norak, tak pantas untuk jadi kalangan jetset," cemooh Gloria.Alfonso hanya mengusap dagunya yang bercambang tipis dengan sebelah tangannya, tapi tak bereaksi. Dia masih berusaha mengenyahkan bayangan wajah gadis yang disebut Gloria dari benaknya."Honey Bear…," Gloria mulai merengek lagi. Mau tak mau, Alfonso menoleh memandang wanitanya."Aku lihat cara kamu menatap Siena. Kamu tidak sedang mabuk 'kan? Jangan katakan kalau kamu anggap gadis itu menarik…."