"Hai Dimas Ristian Putra, aku Refita I Ismiliasari, teman kelasmu yang tadi kamu kasih nomer wa ini," sebuah pesan W******p dari nomer yang tidak dikenali oleh Dimas. Dimas tahu bahwa yang memberikan pesan chat itu adalah wanita cantik pujaannya itu. Akhirnya sekarang dia tahu bahwa namanya Refita I Ismiliasari. Tapi kok aneh ya namanya?
"Hai juga, kok namamu Refita I Ismiliasari, I nya itu apa ya?" balas Dimas dalam chat nya dengan lanjut menanyakan keanehan nama I dalam nama lengkap Refita.
"Iya namaku seperti itu, di kartu keluarga dan di akta kelahiranku juga I namanya," jawab Refita yang menjelaskan memang namanya seperti itu, aneh tapi memang begitu.
"Oh iya, kamu mau ngomong penting apa?" lanjutnya menanyakan perihal omongan Dimas saat di kelas tadi.
"Oh yang tadi itu ya, aduh maaf aku lupa mau ngomong apa," Jawab Dimas mencoba mengeles. Dia sebenarnya bukan lupa dengan apa yang mau diomongin, tapi memang gak ada yang mau diomongin. Dimas cuma ingin mendapatkan nomer W******p cewek dengan cara yang berbeda aja. Biasanya kan cowok yang minta nomer ke cewek. Kalo ini kan cowok ngasih nomernya ke cewek. Jadi terlihat lebih keren.
"Katanya penting, kok lupa?" tanya Refita dalam chat yang sedikit membuat Dimas bingung mau jawab apa. Dimas sendiri juga sih, pake kasih embel-embel penting segala. Sekarang kan Dimas harus mikirin hal yang kira-kira penting dan perlu diomongin ke Refita.
"Aduh, maaf ya ref, aku beneran lupa ini, maaf banget ref, nanti kalo sudah ingat pasti aku omongin," jawab Dimas. Ah, daripada capek-capek mikirin hal apa yang penting dan perlu diomongin ke Refita. Lebih baik minta maaf aja, gini aja kok repot.
"Eh, aku ingat sekarang ref," lanjut Dimas yang sekarang malah terkesan benar-benar ingin ngomongin hal penting. Dimas baru saja kepikiran bahwa dia bisa saja bertanya tentang tugas matematika yang diberikan oleh pak Abed tadi.
"Apa?" tanya Refita singkat.
"Eh, kamu tadi nyatet tugasnya Pak Abed nggak? Aku tadi lupa gak nyatet soalnya," Dimas berbalik bertanya. Nah kalo ngomongin soal tugas kan penting. Soalnya ini berkaitan erat dengan tujuan negara yang tertuang dalam UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Oalah, aku nyatet kok, nanti ya aku fotokan, soalnya aku lagi di rumah temenku ini," balasan chat dari Refita menjawab pertanyaan Dimas tadi.
"Oh iya, gpp kok, aku juga gk keburu ngerjainnya, kan deadline nya masih seminggu lagi hehe," balas Dimas berusaha untuk tetap santai dan mencoba mengajak ketawa dengan embel-embelan hehe. Sebenarnya Dimas ya juga sudah nyatet tugasnya tadi. Tapi ya itu tadi, supaya Dimas bisa ngomongin hal yang penting dan memperpanjang chatnya dengan Refita.
Namun kini Dimas sedikit kesal. Lantaran balasan chat yang ia lontarkan hanya mendapatkan centang satu. Itu artinya Refita sudah tidak online lagi. Dimas kemudian mengatur HP nya agar memiliki notifikasi khusus ketika Refita membalas chatnya. Selanjutnya ia meletakkan HP nya di atas meja belajarnya. Dimas menunggu pesan dari Refita sambil menggambar di buku gambar miliknya.
Selain menyukai pelajaran matematika, Dimas juga sangat suka menggambar. Jadi, Dimas termasuk orang yang otak kiri dan otak kanannya seimbang. Semuanya berjalan tidak ada yang berat sebelah. Hampir 2 jam sudah Dimas duduk di meja belajarnya dan menggambar pada buku gambar miliknya, hingga notifikasi khusus itu terdengar.
"Niu..niu..niu..niu..," nah itu dia suara notifikasi khusus yang disetel oleh Dimas. Bukannya seperti suara mendapatkan pesan, malah seperti suara mobil polisi ingin membubarkan tawuran atau balap liar. Dimas pun sontak langsung mengangkat hp nya, membukanya dan melihat apa isi pesan yang dikirim oleh Refita.
"Ini foto catetan tugasnya tadi, disuruh mengerjakan, tapi aku nggak paham cara mengerjakannya hehe," pesan dari Refita setelah mengirimkan foto catatan tugasnya kepada Dimas. Kali ini Refita juga ikut-ikutan masang embel-embel hehe. Sepertinya dia sedikit malu karena nggak bisa mengerjakan soal-soal itu.
"Wah, kalo ini mah aki bisa ref, mau ngerjain tugas bareng aku a?" jawab Dimas yang memang sudah paham dengan materi itu. Namun, dia mencoba memanfaatkan kepintarannya itu untuk modus bisa menemui Refita. Beralibi mengerjakan tugas bersama padahal ya supaya bisa memanjakan matanya lagi.
"Beneran Dim? Nggak ngrepotin a?" tanya Refita dalam chat yang seperti memberi harapan pada Dimas. Refita seperti takut mengganggu Dimas. Namun, bagi Dimas, itu adalah jawaban mau dari Refita hanya Dimas tinggal meyakinkan Refita saja.
"Nggak papa kok, kapan mau ngerjain tugas bersama? nanti ta?" jawab Dimas mencoba meyakinkan dan langsung menanyakan waktu untuk ngerjain tugas bersama.
"Jangan hari ini Dim, sekarang juga sudah malam, besok aja sepulang sekolah dim," jawab Refita. Ya memang sekarang sudah jam 6 sore, sebentar lagi malam. Mungkin bagi laki-laki tidak apa-apa jika keluar rumah malam-malam, namun bagi perempuan itu tidak baik kata nenek.
Ketika melihat waktu sudah menunjukkan jam 6 sore, sontak Dimas pun kaget dan langsung bergegas untuk mandi. Pasalnya sebentar lagi ibunya akan pulang dari kerja dan akan marah jika Dimas jam segitu belum juga mandi. Udah capek-capek kerja, eh anaknya di rumah malah masih bau kecut.
"Kring.. kring.. ," suara bel rumah. Untung Dimas baru saja selesai mandi dan sudah percaya diri untuk membuka pintu rumahnya.
"Itu pasti ibu," kata Dimas dalam hatinya sambil berjalan menuju pintu depan rumahnya. Dimas membuka pintu rumahnya dan benar ibunya sudah pulang. Ibunya memang selalu pulang kerja pada jam-jam segini. Sebenarnya tempat kerja Sonya, Ibu Dimas itu sudah tutup sejak jam 4 sore. Namun Sonya masih harus pergi ke pasar untuk berbelanja sayuran yang akan ia buat makan malam dan sarapan untuk besok. Tahu sendiri jika ibu-ibu pergi ke pasar itu belinya gk banyak tapi lama di milih dan nawarnya. Itulah yang bikin Sonya selalu pulang malam sampai lewat Maghrib.
"Ibu sudah pulang? Mau masak apa hari ini Bu?" tanya Dimas setelah melihat ibunya membawa anting belanjaannya.
"Biasa," jawab ibunya singkat lalu pergi ke dapur untuk memasak. Sebenarnya masakan Sonya ya itu itu aja. Tapi ya tetap aja lama kalo ke pasar. Di rumah Sonya juga tidak banyak omong, mungkin dia sudah capek karena kerjaannya sebagai customer servis pada sebuah bank yang mengharuskannya untuk ngomong terus.
Dimas pun lanjut ke kamar untuk bisa melanjutkan chatnya dengan Refita.
"Oh maaf ya ref, aku agak lama balesnya, baru mandi soalnya," Dimas mulai melanjutkan percakapannya yang tadi terhenti karena ia harus mandi.
Pesannya masuk, berhasil centang dua, tapi tidak kunjung berwarna biru. Itu artinya Refita belum membaca pesannya itu. Dimas terus menunggu hingga lebih dari 5 menit. Tapi Refita juga belum membacanya. Percakapan waktu itu pun berakhir dengan tiada balasan dari Refita. Tidak ada ucapan "selamat tidur ya," yang sebenarnya ingin Dimas sampaikan nanti ketika sudah larut malam.
"Pagi ref," Dimas menyapa Refita yang sudah datang ke sekolah lebih awal dan telah duduk di bangkunya. Dimas pun menurunkan tas nya dan duduk di bangkunya yang berada di depan bangku Refita."Pagi," jawabnya singkat dengan senyuman dekiknya nan manis itu. Tidak seperti di chat WhatsApp kemarin. Kini Dimas dan Refita sama-sama diam, sepi tak ada obrolan. Mereka lebih memilih membuka bukunya masing-masing dan menunggu jam pelajaran dimulai."Selamat pagi anak-anak," sapa Bu Sandra, guru mata pelajaran kimia yang sekaligus menjadi walikelas X MIPA 7. Tampilannya kini hampir sama seperti kemarin namun roknya berwarna sedikit kecoklatan dengan baju batik dengan corak simple dan designnya yang kekinian."Pagi hari ini kita akan menentukan siapa ketua, sekretaris dan bendahara di kelas ini," jelas Bu Sandra. Seisi kelas langsung terdiam, mereka saling tatap satu dengan yang lain. Seperti mencari siapa yang akan dijadikan korban untuk memimpin kelas X MIPA 7 ini.
"Hai Refita," Dimas mencoba menghubungi Refita melalui pesan di WhatsApp. Sudah dua Minggu ini mereka tidak saling chating. Ya, itu semua karena Dimas yang seenaknya menunjuk Refita menjadi sekretarisnya. Rencana ngerjain tugas bareng pun juga gagal karena Refita yang selalu bergegas pulang ketika jam pelajaran berakhir. Hubungan mereka mulai renggang, namun di kelas mereka masih tetap menjalankan tugasnya sebagai ketua dan sekretaris dengan baik.Refita tak kunjung membalas, membacanya pun tidak. Sepertinya Dimas harus ngobrolin hal serius agar Refita mau menanggapi. Tapi sepertinya Dimas kehabisan ide. Ia pun lebih memilih meletakkan HP nya dan memulai untuk melukis di canvas yang sudah ia persiapkan di kamarnya."Hai pak ketua, kamu jadi bikin lukisan untuk pameran kelas?" sebuah pesan WhatsApp yang sedikit mengagetkan Dimas. Ia mengira bahwa Refita membalas pesannya. Eh, ternyata pesan itu dari Roni, teman satu kelasnya yang akhir-akhir ini sering main ke rumah Dim
"Bagaimana teman-teman, sudah bawa karyanya masing-masing kan?" tanya Dimas yang sekarang sedang di depan kelas dengan lagaknya sebagai ketua kelas. Semua murid X MIPA 7 sudah mempersiapkan karya terbaiknya untuk dipamerkan termasuk Dimas. Dirinya membawa sebuah lukisan yang masih ditutup oleh kain putih sehingga tidak ada yang tahu apa yang ditulisnya. "Sudah Dim, eh kamu ngelukis apa itu dim?" tanya Roni yang sudah sangat penasaran dengan lukisan Dimas. Pasalnya ia yang sering ke rumah Dimas saja tidak pernah diberitahu perihal lukisan tersebut. Lukisan itu selalu disembunyikan Dimas ketika Roni datang ke rumahnya. Dan kali ini pun juga masih di rahasiakan, padahal pameran sudah sebantar lagi. "Oke, sekarang kita punya waktu satu jam untuk mendesain ruang kelas kita agar menarik sebagai ajang pameran seni nantinya," ucap Dimas sambil membawa kain batik yang besar. Ia ingin menutupi sekeliling dinding kelasnya dengan kain batik yang didominasi dengan warna hitam dan
"Ref, nanti sepulang sekolah, jangan langsung pulang dulu ya, ada yang mau aku berikan kepadamu," ucap Dimas kepada Refita saat pelajaran terakhir akan dimulai. Kini hubungan mereka sudah membaik kembali. Refita pun juga sudah membalas pesan dari Dimas tempo hari. Mereka sudah cukup akrab dan sering bersama di sekolah sebagai ketua dan sekretaris."Iya," Refita mengiyakan perkataan Dimas. Pastinya dilengkapi dengan senyum manisnya itu.Pelajaran terakhir pun dimulai dengan Pak Abed sebagai guru matematika yang sangatlah jenaka dalam mengajar. Ia sangat sukai oleh murid-murid di kelas termasuk Dimas yang cukup menyukai pelajaran matematika."Baik anak-anak, pelajaran hari ini selesai," begitu ucap Pak Ubed saat jam menunjukkan hampir jam 1 siang. Ucapan itu juga menjadi ucapan yang ditunggu-tunggu oleh Dimas. Lantaran Dimas ingin memberikan sebuah kado terindah untuk Refita, wanita yang saat ini cukup dekat dengannya.Seperti biasa, pelajaran diakhiri deng
"Sudah rapi banget, malem malem gini mau kemana?" tanya Sonya pada Dimas yang dandannya tampak rapi dengan kemeja panjang berwarna biru yang memiliki motif kotak kotak dan celana jeans warna biru lengkap dengan sepatu sneaker yang juga berwarna biru. Dimas nampak tampan sekali dengan rambut klimis yang sedikit diolesi Pomade. "Mau kerja kelompok Bu," jawab Dimas kepada ibunya sambil mengenakan tas punggungnya. Dimas mencoba mengeles kepada ibunya, tak memberitahukan apa yang sebenarnya ingin dilakukan oleh Dimas. "Nggak papa kan Bu kali kerja kelompoknya malem malem begini?" tanya Dimas mencoba meminta ijin kepada Sonya. Sonya yang sedang menonton televisi dan mengistirahatkan tubuhnya di kursi Sofanya waktu itu pun mulai berdiri dan menghampiri Dimas yang sedang berdiri di samping sofa depan tv itu. "Iya boleh kok, tapi kalo bisa pulangnya di bawah jam 10 malam ya, kalo ngerjain tugasnya jangan lama-lama, jangan sambil ghibah, gak selesai-selesai nanti," Son
"Hai Ref, ada surat nih," ujar Cherry kepada Refita sambil memberikan sebuah amplop berwarna merah, mirip seperti angpao Imlek. Dimas pun melihat hal itu, dia nampak penasaran dan secara diam-diam menguping pembicaraan Cherry dan Refita. "Dari siapa ini Cher?" tanya Refita yang nampak terkejut dengan surat beramplop merah itu. Dia penasaran siapa yang memberikan amplop itu. Jika Dimas kan pasti akan memberikannya secara langsung, nggak lewat perantara kayak gini. "Dari cowok pokoknya, aku nggak tau siapa dia, tapi dia anak kelas XI pokoknya," jawab Cherry yang juga masih belum mengenali siapa pria yang menitipkan surat padanya. Cherry waktu itu hanya asal terima aja karena yang menitipkan surat itu adalah pria kelas XI, kakak kelasnya. Jadi, tidak mungkin jika Cherry menolak titipan kakak kelasnya itu. "Lah, kamu kok terima terima aja sih?" tanya Refita yang sedikit sebel sama tindakan Cherry yang nggak mau menolak titipan itu. "Udah, buka aja, siapa
"Tumben kamu tadi ke kantin?" chat Dimas kepada Refita yang menanyakan keheranannya terhadap tingkah Refita tadi. Sebenarnya Dimas sudah tahu apa yang Refita lakukan sebenarnya. Namun, sepertinya Dimas hanya ingin mengetahui kejujuran Refita."Eh iya, aku tadi lupa bawa bekal," jawab Refita membalas pesan Dimas. Memang benar tadi Refita tadi lupa membawa bekal. Tapi Refita biasanya juga gak akan ke kantin meskipun nggak bawa bekal."Bukannya kamu juga nggak akan ke kantin jika lupa bawa bekal?" tanya Dimas yang sudah cukup dekat dengan Refita. Dia sudah tahu gimana Refita dan hal hal apa saja yang sering dilakukan Refita."Aku tadi laper banget Dim, jadi ya terpaksa aku ke kantin," begitulah jawab Refita yang masih juga belum ngaku apa yang sebenarnya terjadi. Dimas melihat sekeliling tembok kamarnya, jam dindingnya menunjukkan jam 2 siang. Kamarnya nampak begitu sepi tanpa kehadiran teman dekatnya, Roni. Hari ini Roni nggak bisa ke rumah Dimas karena harus ikut
"Eh Dimas, silahkan masuk Dim, tunggu ya tak panggilin Refita dulu," ucap Raya, ibu Refita yang kira-kira berusia 30 tahunan dan merupakan ibu beranak tunggal. Dimas pun masuk ke rumah Refita dengan menenteng tas punggungnya. Roni yang bersama Dimas juga ikut masuk ke rumah Refita.Akhir-akhir ini mereka memang sering ke rumah Refita untuk belajar bersama. Hampir setiap hari Dimas, Refita, Roni dan Chery selalu berkumpul di rumah Refita untuk belajar bersama. Dimas pun juga semakin akrab dengan Raya, ibu Refita. Hubungannya dengan Refita pun juga semakin dekat dan Dimas pun semakin yakin bahwa ia benar-benar mencintai Refita."Tumben Cherry belum dateng, biasanya kan dia yang lebih dulu dateng ke rumah Refita," ucap Roni yang nampak heran dengan keterlambatan Cherry."Hi, kangen ya," goda Dimas. Wajah Roni langsung memerah seketika. Ia memang memiliki perasaan suka kepada Cherry. Apalagi dengan kondisi saat ini, dimana mereka hampir setiap hari berkumpul untuk b