Share

Cinta Yang Salah
Cinta Yang Salah
Author: Sri purwaningsih

Bab 1

Lian berlari dengan riangnya masuk ke dalam rumah setelah sepulangnya Lian dari kuliah pagi itu. Lian membawa sebuket bunga Lily di tangannya untuk dia berikan pada adik kandungnya. 

Hari ini Raisa berulang tahun tepat di usianya yang menginjak umur ke 18 tahun. Usia yang bisa di bilang akan beranjak dewasa. Raisa tumbuh menjadi wanita yang tidak hanya cantik tapi juga pintar. Makanya Lian tak akan heran kalau dia bisa menjadi cantik seperti sekarang ini karna keturunan dari Mama kami itu. Berbeda halnya dengan Lian, Lian malah terlihat biasa saja karna wajahnya seperti wajah Papa. Namun Lian tidak merasa iri karena Lian tahu Lian juga punya kelebihan lainnya.  

Begitu Lian masuk ke dalam rumah. Tanpa Lian ketahui kalau di dalam sana ada tamu yang sedang berkunjung, Lian langsung berteriak memanggil Raisa untuk memberi sebuket bunga Lily yang berwarna putih indah itu untuknya.  

"Raisa ... aku bawa bunga Lily kesayanganmu nih, selamat ulang tahun ya adikku sayang," teriak Lian dengan semangat. 

Lian ingin memberikan kejutan sekaligus ingin tahu bagaimana reaksinya saat Raisa tahu kalau Lian membawakan bunga kesayangannya. Raisa pasti terkejut dan teramat senang saat Lian memberinya sebuket bunga. 

Namun saat Lian masuk ke dalam ruang keluarga. Tak Lian kira semua orang yang ada di sana memandangnya setelah Lian berteriak memanggil nama Raisa. Lian jadi merasa tidak enak telah mengganggu tamu yang datang. Tapi tak Lian kira pandangannya tertuju pada satu laki-laki yang berdiri di tengah-tengah mereka semua. 

"Mahesa." Lian berteriak tanpa malu.

Laki-laki yang bernama Mahesa tidak berkata apa pun atau senyum sedikit pun. Sikapnya seolah-olah Lian bukan siapa-siapa dia. Padahal Lian dan Mahesa tahu kalau kami sedang menjalin hubungan serius bahkan kami sudah merencanakan ingin menikah. Memang tidak dalam waktu dekat namun Lian ingin menikah sama dia nanti setelah Lian menyelesaikan kuliah dan kerja. Baru kami akan menikah. Lagipula saat ini Mahesa juga masih kuliah. Keinginannya juga sama dengan Lian. Kami ingin sama-sama sukses terlebih dahulu baru kami menikah. 

Lalu, untuk apa Mahesa ada di sini? Apa mungkin dia ingin cepat-cepat menikah sama Lian makanya dia datang ke sini lalu bilang sama keluarganya. 

"Ah tidak mungkin. Aku pasti terlalu berkhayal," ucap Lian dalam hati.

Raisa menggenggam tangan Mahesa dengan senyum yang cerah. Mata Raisa bersinar karna dia terlihat begitu bahagia. Lian yang melihat Mahesa membiarkan tangan Raisa menggenggamnya dan tidak berusaha menepis tangannya itu membuat Lian jadi heran sendiri. Ada apa ini. Sepertinya Lian telah melewatkan sesuatu.

Raisa dan Mahesa mendekati Lian lalu Raisa berkata dengan malu-malu.

"Kak Lian kenalin ini pacar aku dan juga calon suami aku. Namanya Mahesa."

Apa?!

Seperti tertampar, detik itu juga Lian mengumpat dalam hati. Kenapa bisa begini. Kenapa mereka malah jadi berhubungan? 

Tak Lian kira hari dimana Lian ingin memberi bunga pada Raisa. Di hari itu juga Lian mendapati kenyataan pahit yang tidak ingin Lian dengar masuk ke dalam telinganya. Siapa yang mau mendengar berita ini. Siapa pun itu pasti langsung patah hati. Raisa dan Mahesa menjadi pacar dan mereka telah merencanakan akan menikah entah kapan. 

Dengan berpura-pura tidak kenal, Lian membalas jabatan tangannya dengan rasa sakit yang tidak terkira menusuk dalam hati. Tega sekali Mahesa memperlakukan Lian seperti ini. Tega sekali. Jadi untuk apa selama ini kami membina hubungan dan merencakan untuk menikah kalau ujung-ujungnya malah tidak terlaksana. Dia malah memilih Raisa sebagai istrinya. Lian tidak percaya ini. Jadi selama ini Lian menjaga jodoh orang?

"Selamat ya kalian. Semoga hubungan kalian langgeng sampai kalian menikah nantinya," Lian terucap sembari tersenyum getir. Ada rasa sakit yang langsung menusuk ke dalam hati yang tidak bisa dijelaskan secara langsung. Begitu perih dan menyayat hati. Apakah ini yang disebut patah hati?

"Makasih Kak. Raisa sangat senang sekali Kakak mendukung hubungan Raisa sama Mahesa. Raisa sangat terharu. Sungguh."

Mau tidak mau, Lian pun tersenyum namun begitu kaku pada Raisa yang berdiri di hadapannya tanpa rasa bersalah sama sekali. Senyum yang diberikan bukan lah senyum senang telah mendengar berita baik. Tapi senyum miris yang sangat tidak Lian sangka terjadi hari ini. 

"Kalau gitu Kakak ke kamar dulu ya."

Lian langsung berlari ke kamar begitu Raisa mengangguk setuju. Lian tutup pintu itu dan rasa lemas langsung terasa kemudian. Perlahan demi perlahan tubuhnya merosot turun dan Lian pun terduduk di lantai. Lian menangis detik itu juga menatap masa depannya yang hancur karna pengkhianatan yang Mahesa lakukan.

***

Sebuah tangan memberhentikan Lian yang sedang berjalan ingin masuk ke dalam kelas. Lian langsung melihat siapa yang telah berani memberhentikan jalannya itu. 

"Lian aku mau bicara."

Melihat laki-laki yang sudah membuat hatinya sakit. Lian tidak akan mau mendengar kata-katanya. Buat apa? Buat apa mendengar dia yang selalu bersikap romantis tapi ujung-ujungnya malah sebaliknya. Dia malah menorehkan luka dalam untuk hidupnya. Lian tidak mau hal itu terjadi. Lian menepis tangannya itu dan bersikap sok tidak kenal. 

"Siapa kamu? Aku tidak kenal sama kamu. Kamu salah orang jika kamu ingin berbicara sama aku."

"Lian kenapa kamu jadi begini? Aku mau kita bicara dulu." 

"Aku tidak mau berbicara sama kamu. Kamu itu bukan orang yang aku kenal. Pergi sana. hush. hush."

Lian ingin melangkah masuk ke dalam kelas tapi Mahesa berbicara yang membuatnya berhenti berjalan. 

"Aku melakukan itu karna terpaksa Lian. Wanita yang aku cintai itu kamu. Jadi tolong kamu dengarkan apa yang akan aku bilang sama kamu."

Lian menelan salivanya karna tenggorokannya yang terasa kering. Apa dia bilang? Terpaksa? lucu sekali. Tidak mungkin Mahesa menjalin hubungan sama adiknya Raisa kalau nyatanya hubungan itu hanya karna keterpaksaan. Lian tahu alasan dibalik ini semua. Mahesa pasti sudah bosan dengannya. Makanya dia memutuskan mencari pengganti Lian. Tapi yang di pilih malah Raisa yang ternyata adalah adikku. 

Bodoh sekali Mahesa itu. Tapi nggak apa, Lian yakin Lian akan mampu melupakan dia lebih dari apa pun. 

Dengan kesal Lian memilih meninggalkan dia yang masih berdiri di sana. Mulai detik ini, Lian memilih untuk berubah. Lian mau melupakan dia selama-lamanya. 

Lian tahu pasti tekadnya memang tidak semudah itu. Selama kuliah di sini, Lian pasti sering bertemu dia dimana pun itu. Di kantin, di perpus atau di lorong kampus. Lian selalu saja bertemu dia. Padahal Lian tidak ingin melihat dia. Tapi setiap kali Lian ingin melakukan sesuatu. Dia selalu hadir di sana juga.

Lalu, aku harus bagaimana sekarang. Kalau hanya kami tidak bertegur sapa itu bisa melegakan hatinya. Tapi setiap kali kami bertemu. Setiap kali itu juga, dia bergegas datang mendekatinya dan lagi- lagi bilang ingin mengobrol sama aku. Sahabatku yang bernama Zia pun bertanya sama aku. Ada apa dengan hubungan aku sama dia namun rasanya tidak mau membahas hal itu. Lian merasa benci.

"Kamu harus cerita sama aku. Kasihan tuh Mahesa deketin kamu terus tapi kamu selalu aja menghindar. Kayaknya ada yang nggak beres nih sama kalian berdua. Ada apa? Kali aja aku bisa bantu kamu."

"Aku lagi males ngomongin soal itu."

"Tapi kalau kayak gini kasihan juga aku lihat Mahesa yang berusaha deketin kamu terus- terusan."

"Kenapa harus kasihan? Biar aja dia yang ngejar aku. Aku udah putus sama dia."

Zia yang mendengar kata-kata yang terlontar dari mulut Lian terkejut tidak percaya. Ini berita yang sangat fantastis untuknya. Tidak mungkin bisa di percaya. Lian dan Mahesa itu sudah berhubungan sangat lama. Kok tiba-tiba putus. Itu sangat mustahil kan. Apalagi setiap kali melihat mereka berdua, bisa dibilang pasangan paling mesra seantero kampus. Romantisnya mengalahkan berita artis-artis di berita gosip. 

"Kamu serius Lian ngomong kayak gitu?"

"Serius. Aku sama dia itu udah putus. Masa aku bohong sama kamu. Kamu tanya aja sama dia kalau nggak percaya."

"Aku nggak percaya."

"Terserah deh ya. Aku ngomong jujur. Nggak ada yang di tutup-tutupin."

"Bukannya apa. Kamu sama dia tuh kayak pasangan nggak bisa terpisahkan, dimana-mana mesra. Kok tiba-tiba aja kamu putus sama dia. Aneh aja gitu."

"Bisa aja kan. Kalau udah bosan. Siapa yang bisa tahan. Akhirnya putus deh."

"Kamu kok santai aja bilangnya?"

"Terus aku mesti bereaksi seperti apa Zia? Udah ah aku mau balik dulu."

"Ya udah. Hati-hati ya, aku masih ada kuliah satu lagi." 

"Oke. selamat belajar kalau gitu deh ya."

Baru saja Lian ingin berbelok ke kanan untuk pulang ke rumah. Mahesa sudah menunggu Lian di lorong kampus itu. Dia berdiri di sana dengan tatapannya yang tajam ke arahnya. Lian yang sudah bosan sama kelakuannya yang selalu ingin saja mengobrol membuatnya kesal dan kini ia tidak lagi bisa menghindar karna ia tahu tidak ada jalan selain harus melewati dirinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status