"Aduh, kenapa jantungku berdetak begitu kencang seperti ini?" ucap Arini tertunduk seraya memegang dadanya."Semoga saja ia tak mengingatnya.Ya Tuhan, Aku tak bisa bayangkan jika ia mengingatnya? Pasti dia akan memberiku pertanyaan yang akan menyudutkanku. Secara, dia 'kan sangat hobi menggodaku," gumam batin Arini mengatur nafasnya.
"Arini?" panggil Saka yang mengejutkan Arini.
"Ya." Arini mendongak. Kedua matanya tak berhenti mengerjap saat Saka mendekati dirinya. Tenggorokannya seakan kering tak mampu menegak salivanya sendiri.
"Dokter mau ngapain?" tanya Arini mengernyit seraya berjalan mundur mengimbangi langkah Saka.
Saka menyeringai. Langkahnya terhenti saat Arini naik ke atas kursi.
"Jika dokter berani maju selangkah lagi, saya akan ...," ujar Arini terhenti saat saka mengkodenya untuk diam.
"Makasih, ya! Semalam kamu datang ke sini. Aku tak tau apa yang terjadi padaku kalo kamu tidak datang. Mungkin saat ini, aku sudah
"Hubunganmu dan dia! Heh, aku tak menyangka jika kamu bisa move on dariku secepat itu," tutur Aura memicing. Rasa cemburu dan tak rela mulai menghampiri dirinya."Apa mungkin dari dulu kamu sudah berkhianat padaku?"Pertanyaan Aura benar-benar membuat saka naik darah. Ia tak habis pikir akan tuduhan Aura kepadanya itu."Aku tak sepertimu yang tega mengkhianatiku hanya demi harta," ketus Saka memicing.Aura terperangah. Mulutnya seakan terkunci saat kata-kata itu terlontar dari mulut Saka. Perkataan, pertanyaan ataupun pernyataan dari Saka yang dulu memiliki kelembutan kini hilang begitu saja. Raut wajahnya yang selalu ramah mendadak hilang begitu saja."Pergilah! Jika kamu datang ke sini hanya untuk mengusikku!" ketus Saka yang memalingkan wajahnya.Aura menghela nafas panjang. Ia benar-benar tak tahan dengan ucapan ketus kepadanya. Tapi, sebuah hadiah menghentikan niatnya untuk pergi dari hadapan saka."Aku akan memberikan apapun keing
"Syukurlah!Ayo masuk, Dok!" ajak Ibu dara mempersilahkan saka dengan baik."Arini, kamu panggil Ayah, ya! Bilang saja, kalo dokter saka datang ke sini. Buruan!" bisik ibu yang membuat Arini terheran-heran.Arini tak habis pikir jika kedua orangtuanya menyambut baik kedatangan dokter saka. Sangat berbeda dengan apa yang ia pikirkan."Arini, kenapa malah bengong? Ayo!" perintah ibu seraya mengibaskan tangannya. Salah satu kode untuk mengusirnya secara halus."Iya-iya!" gegas Arini terkejut saat ayahnya sudah ada di depannya."Apakah dia dokter saka? Orang yang menolong ayah?" Pertanyaan ayah yang membuat semua mata tertuju padanya.Saka menyeringai dan menundukkan kepala untuk memberi hormat pada ayah yang berjalan pincang menghampirinya."Pagi, paman!" ucap Saka dengan senyum manisnya.Arini tak berhenti mengerjap. Ia seakan seperti mimpi melihat kedua orangtuanya begitu akrab dengan Saka."Tak hanya semua orang yang terpikat kar
Arini menghela nafas panjang. Ia melirik ke arah Saka yang tersenyum senang ke arahnya."Biasanya aku sangat sebal, kesal melihat senyumnya itu, tapi sejak senyum itu hilang beberapa hari ini, entah kenapa hatiku terasa nyaman melihatnya tersenyum seperti itu," gumam batin Arini seraya membalas senyum manis yang tertoreh di depannya."Ya sudah! Kalo dokter ingin ikut. Kami pergi dulu ,ya, Yah, Bu. Assalamu'alaikum," kata Arini dengan wajah yang begitu ceria.Seperti biasanya, tanpa ijin terlebih dahulu Arini menarik tangan Saka untuk mengajaknya pergi. Tapi, langkah kakinya terhenti saat Saka yang juga berpamitan dengan kedua orangtuanya."Ayah, ibu, saya juga permisi. Assalamu'alaikum," kata Saka yang membuat kedua mata indah Arini tak berhenti mengerjap.Arini terkejut, terperangah mendengar panggilan saka pada kedua orangtuanya."Kenapa dia memanggil ayah dan ibu ...," kata batin Arini terhenti."Ayo!" ajak Saka membuyarkan l
"Siapa bilang tak ada yang mau sama aku? Kamu lihat saja ke belakang!" tegas Arini menatap Anggun yang mulai menoleh. Kedua mata indahnya yang semula datar mendadak mengerling melihat Saka yang berdiri di samping motor butut Arini."Oh My God! Serius, itu kekasihnya?" tanya Anggun melirik ke arah Arini yang tersenyum ke arahnya."Gimana? Cakep 'kan?" tanya Arini seraya menopangkan kedua tangan di dada.Untuk pertama kalinya, Arini menang berdebat dengan Anggun dalam masalah ini. Senyum manisnya selalu tertoreh melihat musuh bebuyutannya seakan tak mampu berkata lagi."Arini." Suara khas Saka mengejutkan Arini. Spontan, ia menoleh dan terkejut saat Saka berdiri tepat di belakangnya."Dokter, ngapain ke sini?" lirih Arini melirik ke arah Anggun yang masih saja memperhatikan dirinya."Kenapa?" tanya Saka bingung melihat Arini mengedipkan sebelah mata. Ia seakan memberi kode yang membuat dirinya semakin tak mengerti."Tunggu! Bukank
"Arini, apa kamu akan menganggapku sebagai kekasih kamu lagi jika bertemu dengannya?" tanya Saka secara tak sengaja menghentikan makanan yang akan masuk dalam mulut Arini.Arini menyeringai. Ia sudah menduga jika saka akan kembali membahasnya."Ehm, Jika dokter mengijinkannya, why not," jawab Arini menyeringai.Sesaat, Arini mengernyitkan dahi. Ia mendongak menatap jari jemari tangan kiri Saka yang sangat suka mengacak-acak rambut panjangnya."Dokter," keluh Arini menyingkirkan tangan partner kerjanya itu."Karna kamu sudah merawatku dengan baik, aku mengijinkannya," kata Saka yang membuat Arini senang bukan main."Serius!""Heem.""Makasih, ya, Dok. Dokter selalu menolongku. Aku janji, apapun keinginan dokter aku akan menurutinya," kata Arini menyunggingkan senyumnya seraya mengacungkan telunjuk dan jari tengahnya hingga berbentuk huruf 'v'."Menurutinya?" tanya Saka melihat Arini menganggukkan kepala.
"Mas Saka ...," teriak Surti menoleh ke arah Arini yang memegang pundaknya.Senyum Arini yang tertoreh membuat Surti tak berhenti mengerjapkan matanya."Dia juga seorang dokter, kamu nggak usah khawatir, ya!" ucap Arini.Surti mengernyit heran. Ia bingung melihat orang yang baru ia lihat begitu peduli dengan majikannya."Siapa wanita ini?"Tatapan matanya tak berhenti memperhatikan Arini dari ujung rambut sampai ujung kaki."Apa dia kekasihnya mas saka?" tanya surti seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.Arini menoleh dan tersenyum saat mengetahui surti diam-diam memperhatikan dirinya."Mbak baik-baik saja?" tanya Arini yang begitu lembut.Surti terkejut dan spontan ia mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Arini."Saya Surti, asisten rumah tangganya pak Dev. Mbak, pasti kekasihnya mas Saka, ya?" tebak Surti seraya menunjuk ke arah Arini.DegJantung Arini berdegup kencang. Entah kenapa mend
Saka tak berhenti menatap Arini yang begitu peduli pada keponakannya. Apa yang di katakan dokter Han memang benar, Arini bisa menjamin kesehatan keponakannya itu."Arini, ada hal yang ingin aku bicarakan padamu!" ujar Saka menatap Arini yang berdiri di sampingnya.Arini mendongak. Rasa penasaran kini mulai menghampiri dirinya. Ia mengernyit melihat wajah saka yang mulai lelah."Dokter baik-baik saja?" tanya Arini memastikan."Aku baik-baik saja," jawab Saka yang mulai menjauhkan diri dari keponakannya.Arini membantu. Dengan telaten ia mulai menyandarkan kepala Alya tepat di atas bantal yang tersedia."Arini, Alya membutuhkan perawat untuk menjaganya," tutur Saka yang mulai duduk di kursi sofa yang tersedia di sana."Kenapa harus membutuhkan perawat? Bukannya dia sudah memiliki mama yang akan siap menjaganya?" tanya Arini yang membuat Saka menghela nafas panjang. Apa yang ada di benaknya benar-benar terjadi. Beberapa pertanyaan mulai
"Iya. Kakek baik-baik saja?" tanya balik Arini seraya memegang kepalanya. Pandangannya mulai kabur, gelap danBukArini terjatuh kembali dan tak sadarkan diri."Nak, bangun!" Kakek Rendra bingung.Saka mulai berantri untuk mengambil obat untuk dirinya sendiri. Wajah tampan yang memikat hati membuat semua orang tak mampu berpaling darinya."Dokter saka!" teriak pegawai apoteker yang mengejutkan semua orang.Semua orang tak berhenti mengerjap. Pandangan mata mereka tertuju ke arah orang yang mereka kagumi adalah seorang dokter."Tampan sekali, dokter itu!""Iya. Ternyata semua dokter di sini ganteng-ganteng, ya!" ujar mereka saling menyahut.Saka mulai melangkah pergi meninggalkan mereka yang masih tercengang dengan apa yang terlontar dari mulut pegawai apoteker itu."Dokter saka bisa mengobatinya? Kalo dokter kesusahan, saya bisa membantu dokter!" harap pegawai apoteker itu seraya menyodorkan obat yan