Prakas masih terlelap di atas kasur, berselimut setengah dada, tiba-tiba membuka matanya. Dia heran melihat langit-langit di kamar itu berbeda dengan langit-langit di kamar rumahnya. Prakas mencoba bangkit namun sakit di kepalanya mendadak datang hingga memaksa tangannya untuk memijiti keningnya sendiri. Sekarang dia tidak memakai pakaian sama sekali.
“Apa yang aku lakukan semalam dan kenapa aku berada di sini?” pikirnya dalam hati.
Saat Prakas menoleh ke samping, dia terperanjat ketika mendapati seorang gadis sedang tertidur lelap tanpa busana yang masih diselimuti selimut putih. Prakas mengangkat selimut yang masih menyelimuti setengah tubuhnya. Dia semakin terkejut saat mendapati bagian bawah tubuhnya tidak mengenakan pakaian sama sekali. Prakas membangunkan gadis itu dengan heran dan penuh pertanyaan.
“Bangun! Bangun!” ucap Prakas setengah berteriak sambil menggerak-gerakkan tubuh perempuan itu.
Gadis itu menggeliat lalu membuka matanya dengan berat.
“Apaan? Kalo mau pergi pergi aja, gue udah dibayar kok,” ucap gadis itu sedikit kesal.
Prakas terbelalak mendengarnya. Bagaimana pun dia tidak ingat apa-apa kenapa dia bisa berada di sana.
“Dibayar sama siapa? Emangnya kita ngapain semalam?” tanya Prakas heran.
Perempuan itu akhirnya duduk sambil menutupi bagian dadanya dengan selimut dan melihat ke arah Prakas dengan kesal.
“Lo nggak inget apa-apa?” tanya perempuan itu dengan heran.
“Nggak! Jelasin ke gue ada apa semalam dan kenapa gue bisa sama elo di sini?” tanya Prakas dengan bingung bercampur kesal.
Perempuan itu menghela napas sejenak lalu menatap Prakas dengan marah.
“Elo udah merawanin gue! Elo sendiri yang pesen gue sama mami, kenapa elo nggak tau? Jangan pura-pura nggak tau deh!” ucap perempuan itu dengan marah.
Prakas mencoba mengingat-ingat kejadian semalam. Iya, semalam dia hadir di pesta ulang tahun sahabatnya si Niko. Teman kuliahnya dulu. Di sana juga ada Doni dan Marli, teman satu kuliahnya juga. Prakas datang dengan memakai setelan jas karena tak sempat berganti pakaian sepulang dari kantor. Niko menyewa satu club malam dan menyediakan berbagai macam minuman keras untuk tamu yang diundangnya. Saat Prakas mabuk, Niko dan teman-teman satu genk anak-anak konglomerat itu menantangnya untuk melepas keperjakaannya. Prakas yang dalam kondisi mabuk akhirnya tertantang. Saat pesta ulang tahun usai, Niko membawa Prakas ke sebuah hotel dan mendorongnya ke sebuah kamar. Lalu Niko menutup kamar hotel dari luar dan pergi begitu saja meninggalkannya.
Prakas mengernyit mengingat itu. Dia menatap perempuan itu dengan marah.
“Sekarang kamu pergi dari sini!” teriak Prakas.
“Biasa aja dong, udah enak-enak merawanin gue pake ngusir lagi! Gue bisa pergi sendiri!” ucap perempuan itu yang juga marah padanya.
“Pergi!” teriak Prakas lagi.
Perempuan itu buru-buru memakai pakaiannya. Prakas melihat ada bekas darah di tempat tidurnya. Sekilas perempuan itu memang sangat cantik. Kulitnya putih, rambutnya panjang dan sangat sempurna. Saat perempuan itu hendak keluar, Prakas menahannya.
“Tunggu!”
“Apaan?”
“Mana KTP kamu,” pinta Prakas.
Perempuan itu heran, “Buat apaan?”
“Gue pengen lihat! Kalau ada apa-apa gue tahu nama kamu dan alamat rumah kamu!” jawab Prakas yang masih kesal.
Perempuan itu langsung membuka tas kecilnya dan mengeluarkan KTP di dalamnya, kemudian dia langsung memberikannya pada Prakas dengan kesal.
“Nih, buruan!”
Prakas langsung memeriksa KTP perempuan itu. Sekarang dia tahu kalau perempuan itu memiliki nama Miona Salsabila, dia tinggal di kawasan Mampang Prapatan Jakarta Selatan. Prakas meraih handphonenya lalu memfoto KTP perempuan itu dengan buru-buru. Setelah selesai memfoto Prakas langsung memberikan KTP itu kepadanya lagi.
Perempuan itu langsung mengambil KTP-nya lagi dan menyimpannya ke dalam tas kecilnya, kemudian dia keluar sambil menutup pintu kamar hotel itu dengan kencang.
“Sial!” keluh Prakas.
Prakas langsung buru-buru meraih handphonenya lagi dan langsung menghubungi Niko.
“Halo!” jawab Niko di seberang sana.
Prakas langsung marah mendengar suaranya, “Lo apa-apaan sih pake nyewa perempuan nggak bener buat gue? Lo tahu kan kalo gue mabuk gimana?”
Niko terdengar tertawa di seberang sana.
“Bukannya elo sendiri yang nerima tantangan kita-kita?! Lagian juga yang nyewa perempuan itu bukan gue, si Doni noh,” jawab Niko dan langsung mematikan handphonenya.
Prakas kesal lalu segera menelpon Doni. Namun nomor Doni tidak aktif. Akhirnya Prakas langsung menelpon Supirnya untuk menjemputnya di hotel dan mengantarkannya ke kantor.
Setiba di kantor, Prakas duduk di meja kerjanya yang besar itu dengan kesal. Lelaki tampan itu adalah seorang CEO di perusahaan itu. Prakas terpaksa mengurus perusahaan peninggalan ayahnya itu karena dia anak tertua dari dua bersaudara. Adiknya yang bernama Alek sedang kuliah di Inggris. Prakas mencoba kembali mengingat-ingat kejadian semalam. Dia memukul kepalanya sendiri saat berhasil mengingat kejadian semalam bersama gadis itu. Gadis itu menangis kesakitan, namun dia tak peduli. Terus saja melakukan hal gila yang seharusnya dia tidak lakukan. Ini semua gara-gara mabuk, pikirnya. Sekarang yang muncul di pikirannya adalah merasa bersalah pada gadis itu dan kasihan padanya. Sesaat kemudian Prakas mengangkat gagang telepon di atas meja kerjanya lalu menelpon sekretarisnya.
“Tolong panggilin Pak, Imam. Suruh ke ruangan saya,” pinta Prakas pada sekretarisnya di telepon.
“Baik, Pak,” jawab sekretarisnya di telepon.
Tak lama kemudian Pak Imam datang. Lelaki tua itu memakai pakaian seragam OB lengkap dengan kopiahnya. Dia sudah lama bekerja di sana, sejak almarhum ayahnya dulu memimpin perusahaannya. Sekarang, lelaki tua itulah yang menjadi pengganti ayahnya. Mereka sangat dekat dan akrab. Jika ada masalah, pada Pak Tua lah Prakas mengadu. Sebenarnya Prakas sudah lama ingin menaikkan jabatan Pak Imam, namun Pak Imam tidak mau, dia tetap ingin menjadi OB di kantornya itu. Lelaki Tua yang memiliki prinsip hidup yang kuat. Prakas juga menawarkan rumah dan mobil untuknya, namun Lelaki Tua itu menolak, baginya harta dari keringat sendiri lebih berguna dibanding dari pemberian. Dia tak ingin memiliki hutang budi pada Prakas meskipun Prakas sangat berhutang budi pada lelaki Tua itu. Karena diam-diam lelaki Tua itu telah mengubahnya menjadi lebih dewasa.
“Ada apa?” tanya Pak Imam dengan santai.
Prakas terdiam, dia mendadak mengurungkan niatnya untuk curhat tentang kejadian semalam. Prakas malu kalau sampai cerita itu di dengar oleh orang yang sangat dihormatinya.
“Nggak apa-apa,” jawab Prakas dengan bingung.
Pak Imam heran, “Loh, tadi manggil saya mau apa?”
“Mau minta bikinin kopi sama Bapak,” jawab Prakas tiba-tiba.
Pak Imam tersenyum, “Kalo gitu kenapa nggak tadi aja? Yaudah, bapak bikinin kopi terenak buat kamu ya, tapi...”
Prakas heran melihat Pak Imam berhenti bicara. “Tapi apa, Pak?”
“Kamu kok hari ini kusut banget? Nggak seger kayak biasanya? Ada masalah?”
Deg. Prakas langsung tersenyum dan menyembunyikan kebingungannya pada Pak Imam.
“Nggak ada apa-apa kok, semalem begadang aja gara-gara ke acara ulang tahun temen,” jawab Prakas.
Pak Imam mengangguk lalu langsung pergi dari sana. Saat Pak Imam keluar, Prakas langsung mengambil handphonenya dan membuka foto KTP perempuan tadi.
“Miona Salsabila?” tanyanya dalam hati.
***
Miona menangis sesenggukan di bawah pancuran air di kamar mandinya. Dia merasa menjadi perempuan yang paling hina karena sudah melakukan hal bodoh demi membayar hutang ibunya pada Rentenir. Kalau bukan karena rentenir ingin menyita rumah mereka, Miona tak akan menjual keperawanannya pada lelaki hidung belang. Apalagi saat mengingat dia di usir dari kamar hotel oleh lelaki muda yang menyewanya semalam, Miona merasa seperti sampah.
Miona berteriak histeris. Pintu kamar mandi digedor-gedor ibunya.
"Miona! Miona!"
Miona tak peduli. Dia masih kesal dengan ibunya dan dirinya sendiri. Hasil dari menjual keperawanannya hanya cukup untuk membayar sedikit dari total hutang ibunya yang berjumlah 500 juta. Kemana dia harus mencarinya lagi? Menghubungi mucikarinya lagi kah dan terjun menjadi PSK?
Mobil sedan itu memasuki pekarangan rumah mewah nan megah di kawasan Pondok Indah. Satpam rumah langsung membukakan pintu samping mobil, lalu Prakas turun dari mobil dengan wajah bingung. Tubuhnya yang tinggi itu memasuki rumah. Dia memiliki kulit putih dan rambut agak modis dengan sedikit poni. Prakas sangat tampan dan digilai para perempuan. Bagaimana pun dia harus terlihat sempurna karena perusahaannya adalah perusahaan yang bergerak dibidang kosmetik terkenal yang mulai mendunia. Produk yang dijual perusahaannya bukan saja kosmetik untuk perempuan saja, melainkan produk-produk untuk pria juga seperti parfum dan lainnya. Tiba-tiba perempuan berumur 45 tahun dengan pakaian modis dan terlihat terawat itu datang menghampiri Prakas dengan cemas. “Prakas, semalam kamu kemana? Kenapa tidak pulang ke rumah?” tanya perempuan itu. Dia adalah Nyonya Prameswari, ibu kandung Prakas yang menjanda sudah dua tahun lamanya. “Ak
Prakas diam-diam keluar dari ruangan itu saat mendapati Miona ternyata anak gadis Pak Imam. Tubuhnya mendadak lemas. Dia buru-buru melangkah menuju parkiran mobilnya. Prakas tak mau Miona mengetahui keberadaannya di sana. Beruntung gadis itu memang tidak menyadari keberadaannya. Saat sudah berada di dalam mobil lelaki itu tampak tercengang. Dia masih tak percaya. Lelaki itu pun langsung melajukan mobilnya dengan bingung. Di perjalanan, Prakas teringat lagi akan kejadian malam itu dengan Miona. Saat Prakas sudah melepaskan keperjakaannya, dia terbaring lemas dengan kantuk yang mulai datang. Dia masih bisa mengingat jelas suara tangisan Miona yang sedang memeluk kakinya. Samar, Prakas melihat Miona membuka kulkas lalu mengambil sebotol minuman beralkohol di dalamnya lalu menenggaknya dengan banyak. Lalu Miona mengguncang tubuh Prakas, membangunkannya dari kantuk. “Apa?” tanya Prakas yang masih dalam kondisi mabuk. Mi
Miona duduk di bangku paling belakang di dalam busway itu. Pemandangan kota Jakarta di luar jendela busway tampak indah. Namun hatinya sedih, air matanya mulai berjatuhan. Dia berusaha mengelapnya dengan tangannya sendiri. Handphonenya sedari tadi berbunyi. Telepon dari mucikarinya yang dipanggilnya Mami. Sebenarnya semenjak kejadian malam itu dengan Prakas, dia tak mau lagi menjual dirinya ke lelaki hidung belang. Tapi karena tadi sore, para rentenir itu datang lagi menagih sisa hutang ibunya yang belum dibayarkan, dia terpaksa menerima tawaran maminya itu, dan ternyata yang memesannya untuk kedua kali adalah lelaki yang sama. Lelaki yang arogan dan aneh menurutnya. Air mata Miona kembali mengalir deras. Dia merasa bersalah pada bapaknya. Dia teringat saat kejadian malam itu yang membuat penyakit jantung bapaknya kumat. Ya, saat itu Miona sedang memarahi Ibunya, dia baru pulang bekerja di sebuah restoran di Jakarta. Saat itu dia dapati banyak lelaki seram di
Pagi itu, para pelayan sedang menyiapkan sarapan di meja makan. Prakas sudah duduk dan sudah bersiap untuk pergi ke kantor. Nyonya Prameswari mengiris roti sambil memandangi wajah Prakas yang terlihat lesu. “Kemarin, Ibu Andiri main ke rumah, dia bawa Adelia ke sini. Tenyata Adelia makin cantik sekarang. Dulu pas mama liat di acara perusahaan sewaktu papanya bawa dia ke sana, dia masih kecil. Sekarang setelah dia pulang dari Australia, dia makin cantik, Prakas.” Prakas hanya tersenyum mendengarnya. Adelia adalah anak Pak Hartono yang menjadi komisaris di perusahaanya. Pak Hartono telah menanam saham sebanyak 40 persen di perusahaannya. “Kamu kapan ngenalin pacar ke mamah?” tanya Nyonya Prameswari tiba-tiba. Prakas menatap wajah mamahnya dengan tersenyum. “Sabar ya, Mah. Nanti kalo udah ada, pasti aku kenalin ke mamah,” jawab Prakas. Nyonya Pramesw
Sebuah mobil sedan berhenti di depan rumah sederhana Miona. Prakas turun dari mobil. Para ibu-ibu yang sedang ngerumpi di hadapan rumah Miona tampak heran. "Dia siapa?" "Nggak tau, pacarnya Miona kali!" "Nggak mungkin! Bos rentenir kali! Nagih hutang sama ibunya Miona." "Iya, kali ya?" Saat Prakas menoleh sesaat pada mereka, ibu-ibu tercengang. "Kok wajahnya kayak Prakas pengusaha muda yang sering digosipin sama artis-artis itu ya?" "Iya! Ada apa dia ke rumah ibu Maryam ya?" Ibu-ibu di sana bingung karena tak menemukan perkiraan jawaban. Prakas mengetuk pintu. Maryam membuka pintu. Senyumnya merekah saat melihat Prakas sudah tiba dengan senyum menawannya. "Masuk!" Maryam menarik tangan Prakas ke dalam seolah bersikap kepada anaknya sendiri. Para ibu-ibu di sana saling melihat dengan tak percaya. Semakin penasaran. Prakas duduk dengan bingung. Dia melihat-lihat ke arah dalam. Gugup jik
Miona menunduk malu di hadapan perempuan tua itu. Dia memegangi pipinya yang sakit sehabis ditampar perempuan tua itu. Para tamu yang sedang menikmati makan malam di dalam restoran itu terpusat padanya. Heran."Kalo sampe kamu sebarin gosip yang nggak-nggak lagi ke orang-orang, saya bisa tuntut kamu!" teriak perempuan tua itu pada Miona.Miona hanya terisak, malu. Tak lama kemudian seorang lelaki Muda, manager di restoran itu datang untuk menengahi mereka."Maaf, Bu, ada apa sebenarnya?" tanya manager itu dengan heran."Dia ini udah nyebarin gosip ke orang-orang tentang saya! Katanya sayalah yang menjadi penyebab ibunya terjerat hutang pada Rentenir! Padahal ibunya sendiri yang suka main judi! Saya nggak pernah ngajakin ibunya main judi! Saya malu!"Ibu itu hendak menjambak rambut Miona yang menunduk pasrah. Tak lama kemudian Prakas tiba-tiba datang menghalangi aksi ibu-ibu itu untuk mencelakai Miona. Miona tercengang melihat Prakas t
Prakas melangkah ke ruang keluarga rumahnya yang begitu luas. Dia kaget saat melihat Adelia, anak Pak Hartono yang menjadi komisaris di perusahaannya sedang bercengkrama dengan mamahnya. Dia langsung melangkah menuju kamarnya, pura-pura tidak melihat."Prakas!"Prakas menghela napas mendengar suara panggilan dari mamahnya. Prakas menoleh pada Prameswari yang terlihat senang mendapati anak tertuanya pulang."Iya, Mah.""Sini! Ada Adelia nih!" ajak Mamahnya.Adelia tampak tersenyum malu pada Prakas. Lelaki itu terpaksa berjalan menuju mereka, berpura-pura tersenyum."Hai, Adelia. Gimana kabarnya?" tanya Prakas sambil duduk di sofa menghadapnya."Aku baik kok, kamu gimana?""Ya, gitulah," jawab Prakas tampak malas.Prameswari berdiri sambil menoleh ke Prakas, "Mamah tinggal bentar ya? Mama lupa tadi mau nelepon temen mamah, mau nanyain soal arisan!"Prakas lemas. Dia tahu mamahnya sengaja membiarkan mer
Prakas melangkah cuek melewati Miona yang terpaku menatapnya. Dia juga tak tahu harus bersikap bagaimana saat tak sengaja menemukan gadis pemilik rumah itu bersamaan datang ke sana. Gadis itu tampak tersinggung melihat lelaki itu seolah tidak mengetahui keberadaannya. Dia langsung buru-buru menghalangi langkah Prakas yang hendak mengetuk pintu. "Ngapain ke sini?" tanya Miona heran. "Urusan gue ke sini bukan soal lo!" jawab Prakas tegas. "Soal apa?" "Bukan bisnis buat lo juga, jadi gue nggak perlu ngasih tahu," jawab Prakas. "Lo ke rumah gue, itu artinya bakal berurusan juga sama gue. Kasus video viral kita juga belum reda, gue nggak mau kedatangan Lo ke sini jadi nambah bahan gosip buat tetangga," tegas Miona. "Tenang aja! Masalah itu nggak usah Lo pikirin," pinta Prakas. "Tadi jalan sama siapa? Pacar?" tanyanya tiba-tiba. Miona mengernyit. "Ngapin nanya? Bukan urusan lo!" Prakas manyun. "Bintang itu