Share

Kukuh

Adelia baru saja menyabuni piring kotor di bak cuci piring ketika suara Fairuz  terdengar gusar.

"Dasar ceroboh! Lihat, Deyana meninggalkan dokumen penting. Bagaimana dia akan mempresentasikan penawaran untuk tender nanti," keluh Fairuz melihat sebuah map yang tertinggal di meja makan.

"Biar Adel yang antar, paling juga masih di depan." Adelia menawarkan diri. Dia mematikan kran air, lalu mengelap tangannya dengan kain lap yang tergantung di dekat kran.

Fairuz menganggguk, lalu menyerahkan dokumen yang berada di dalam map berwarna cokelat. Adelia gegas melangkah keluar mengejar Deyana dan Bayu yang baru saja pamit hendak ke kantor. Memang, keduanya bekerja di perusahaan milik Fairuz yang bergerak di bidang periklanan. Mungkin kedekatan itulah yang membuat keduanya jatuh cinta. Bayu memberi pengaruh positif pada Deyana. Sang kakak yang gemar akan dunia malam dan suka berpetualang dari satu hati ke hati lain, perlahan-lahan mengurangi kebiasaannya. Dia berubah menjadi gadis penurut dan itu karena nasehat dari Bayu.

Langkah Adelia mati saat melihat keduanya berdiri di teras rumah. Dari balik jendela, dia melihat Deyana merapikan dasi Bayu. Keduanya berdiri sangat dekat, nyaris hidung mereka bersentuhan. Hati Adelia semakin perih saat melihat sang pria tersenyum lembut seraya mengusap pipi Deyana lembut. Pria itu mengucapkan sesuatu yang tak bisa ditangkap gendang telinganya. Adelia menekan dadanya yang berdenyut ngilu. Dia menegaskan pada dirinya sendiri, jika Bayu bukan siapa-siapa. Hanya seorang pria yang dipaksa menikahinya untuk menutupi aib, sedangkan Deyana adalah gadis yang sangat dicintai pria tersebut. Dialah sang perusak hubungan keduanya, dialah sang penghancur impian Deyana. Jadi, sangat wajar jika sang kakak membencinya.

Perlahan Adelia menghela napas. Dia berusaha menenangkan riuh yang berdentang di dada, lalu mengutus seulas senyum di bibir tipisnya. Dia menegapkan langkah menuju kedua orang yang kini sudah beranjak menuju mobil.

"Kak Deyana!" Adelia mempercepat langkahnya saat keduanya menoleh padanya. "Kakak meninggalkan ini di meja makan."

Deyana menerima map cokelat dari tangan sang adik, mengintip isinya sebentar, lalu membuka pintu mobil tanpa mengucapkan terima kasih. Bayu hanya diam melihat interaksi keduanya. Dia menatap punggung Adelia yang menjauh setelah gadis itu melirik padanya sekilas sebelum berbalik masuk ke rumah.

*

"Papa, memanggilku?" Adelia berdiri di ambang pintu ketika asisten rumah tangga memberitahu Fairuz ingin bicara dengannya.

Fairuz mengangkat pandangannya dari layar laptop saat mendengar suara Adelia menyapanya.

"Ke sini, Papa mau bicara."

Adelia membuka pintu ruang kerja Fairuz lebih lebar, lalu melangkah masuk. Dia tidak tahu apa yang hendak dibicarakan pria itu. Gadis tersebut masih takut dengan kemarahan sang papa saat  mendapatkan hasil test kehamilan dirinya di dalam kamar mandi. Adelia juga masih ingat Fairuz yang mengamuk membabi-buta, membuat gadis tersebut semakin menutup rapat mulut tentang siapa pria yang menghamili dirinya.

"Duduk di sini." Fairuz menepuk sofa di sebelahnya. Dia menutup laptop setelah menekan tombol 'save'.

"Ada apa, Pa?" tanya Adelia. Gadis itu bisa merasakan ada hal penting yang hendak dibicarakan sang papa. Keduanya sangat jarang berkomunikasi selama setahun terakhir. Fairuz begitu sibuk dengan karir politik yang baru saja dia bangun, mempercayakan perusahaan pada Bayu dan Deyana. Adelia tersenyum getir. Lagi-lagi benaknya mengingat mereka berdua, lalu alam bawah sadarnya membandingkan dirinya dengan Deyana. Gadis itu lebih tua tiga tahun di atasnya. Lulus dengan predikat terbaik dari universitas luar negeri. Dia sangat cerdas, di tangannya perusahaan Fairuz berkembang pesat sejak tiga tahun terakhir, ditambah dengan kemampuan mumpuni Bayu dalam hal bisnis, membuat keduanya sangat cocok satu sama lain. Kadang ada terselip rasa iri saat keduanya berbincang. Terlihat sangat kompak. Mata sang pria berbinar menatap Deyana kala gadis itu berbicara tentang bisnis. Tidak sepertinya yang hanya bisa membahas masalah aljabar, kimia, dan fisika. Sesekali tentang teman-temannya yang bertingkah menyebalkan.

"Apa yang kamu pikirkan?" Pertanyaan Fairuz membuyarkan lamunan Adelia yang berlari ke dimensi lain.

"Em, enggak, Pa ... bukan apa-apa."

Fairuz menghempaskan napas dan menatap sang putri lekat. "Maaf, Papa memaksa kamu menikah dengan Bayu."

Adelia tersenyum tipis. "Enggak papa, Pa. Adel yang salah bikin malu keluarga."

Fairuz mengubah posisi duduknya. Dia menghadap sang putri seraya menatap lebih dalam, seolah-olah ingin mencari kebenaran di sorot teduh milik Adelia.

"Adel, jujur sama Papa, siapa pria itu? Kenapa kamu begitu keras melindungi dia? Apa dia orang penting atau ada yang mengancammu?"

Fairuz mencoba bertanya lebih lembut kepada sang putri. Saat ini pikiran jauh lebih tenang dibanding beberapa minggu yang lalu, kala mendapati kenyataan Adelia hamil di luar nikah. Dia sangat mengenal putri bungsunya. Jika soal karakter, pria itu lebih memuji Adelia yang mewarisi sifat istri keduanya. Sederhana, sopan, dan tidak banyak bicara. Berbeda dengan Deyana yang keras kepala dan sedikit liar.

Adelia menundukkan kepala seraya menggeleng pelan. Dia sudah mematri janji di dalam hati untuk tidak akan membuka jati diri pria tersebut. Gadis itu lebih percaya pada takdir Tuhan yang akan menunjukkan kebenaran saat waktunya tiba. Sebab jika dia membuka mulut sekarang, yang terjadi adalah perseteruan yang tidak akan pernah ada ujungnya.

"Adel, lihat Papa! Tolong jujur, Nak. Mamamu pasti akan sedih melihatmu seperti ini." Lirih Fairuz. Dia berusaha menyentuh sisi terdalam Adelia yang sangat mencintai sang mama.

Perlahan Adelia mengangkat pandangannya. Mata gadis itu mulai mengembun, dia meraih tangan sang papa dan menggenggam erat, sementara sorot matanya memperlihatkan keyakinan kuat.

"Adel, enggak bersalah, Pa. Tidak seburuk yang dipikirkan Kak deyana maupun Papa sendiri. Adel bukan penzina. Bila saatnya tiba, adel akan menceritakan semuanya. Papa harus percaya sama Adel."

Fairuz tak bisa berkata apa-apa lagi. Suara sang putri begitu tegas, menyiratkan jika dia tidak main-main dengan ucapannya. Hening ... hanya desau angin di luar jendela yang mempermainkan ranting-ranting pohon. Langit mulai mendung, sepertinya hujan akan kembali turun.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tumin Neng
ko gak bersalah bisa hamil di luar nikah ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status