Keesokan harinya ....
Yudi berada di lokasi rumah baru Tania, memotret berbagai sudut sekali-kali berbicara lewat tape recorder. Meninjau dan merevisi semua bagunan yang akan dibuat agar sesuai dengan niat si empunya rumah.
Sebuah mobil memasuki halaman, sesosok wanita anggun mengenakan setelan pengacara merah maroon muncul dengan modisnya.
"Kamu sudah lama, Yud?" Tania berusaha mencairkan suasana, karena merasa bersalah sudah terlambat hampir tiga jam. Yudi hanya menoleh dan terus berkutat dengan pekerjaannya.
"Lumayanlah! Wah, Ibu Pengacara luar biasa ya? Janji jam 09.00 muncul jam 11.00," sindirnya
"Maaf, ada urusan klienku tadi di persidangan, agak sedikit alot," jawab Tania acuh.
"Ooo, kenapa nggak ngabari?" tanya Yudi
.
"Aku nggak tahu nomer hand phone kamu," jawab Tania.
"Mana ponsel kamu?" Yudi menyodorkan tangannya.
Tania mengambil hand phone-nya di tas jinjingnya dan memberikan pada Yudi.
Yudi mengetikan nomer ponselnya memiscall ke ponselnya sendiri, mengetikkan sebuah nama, Xena Warrior, mengetik namanya di ponsel Tania dengan nama Babang Tampan ia memberikan ponsel Tania.
"Aku rasa, besok aku sudah bisa mulai. Ayo, kamu mau bangunan bagian mana saja, yang masih dipertahankan dan yang akan dirubuhkan?" tanya yudi.
Yudi melenggang masuk Tania mengikuti dari belakang, mencoba mensejajarkan langkah mereka.
"Aku ingin, bagian ini tetap dipertahankan karena bagian tengah ini sangat indah, aku ingin ruangan sebelah sini agak diperlebar di jadikan satu sebagai ruangan Keluarga, jadi anak-anaku kelak akan puas bermain di sini menghabiskan waktu bersama." Jelas Tania
Yudi hanya diam membayangkan pilar-pilar tinggi yang indah, lantai granite bercorak kayu juga permadani tebal serta langit-langit yang tinggi, plafon yang berukiran indah di atas sana, juga lampu hias yang cantik bertengger di tengah-tengah ruangan.
Yudi melangkah mengikuti Tania, sekarang beralih ke bagian ruang dapur.
"Aku ingin dapur bersih di sini bernuansa ceria, aku rasa warna kuning gading berpadukan warna-warna nute cantik di sini aku ingin satu set perangkat dapur minimalis,"
ucapnya.
"Aku rasa kayu-kayu kuat, seperti damar atau jati sebagai satu set lemari-lemari gantungmu akan cantik" secara repleks Yudi mendekati Tania bersisian.
"Kamu membauiku?" Tania merasa tiba-tiba desiran aneh di sekujur tubuhnya
, desiran yang tidak pernah ia rasakan sebelum ini.
"Apa maksudmu? Aku hanya bernapas?! Memang ada aturan bila berdekatan denganmu aku harus menahan napasku?" ucap Yudi kesal.
"Dasar gilaaa!" Tania berlalu mengusapkan kedua belah tangannya di kedua pinggulnya.
Debar-debar jantungnya entah mengapa semangkin menjadi-jadi
,
Keduanya melanjutkan pekerjaan masing-masing dengan menjaga jarak di antara keduanya.
"Aku ingin wall paper, buat dinding di ruangan kamar tamu ini, aku sudah mengirimkan semua wall papernya kepada Om Hamzah, aku juga sudah memilih pegangan pintu," Tania berlalu.
Yudi hanya termangu.
Dasar Xena! batinya.
Tania menerangkan A sampai Z, seakan-akan Yudi takut melakukan kesalahan sedikit pun Yudi hanya mengepalkan tangannya.
Semua orang juga tahu, bagian dapur yang dindingnya sudah retak, tidak layak pakai wajib dirobohkan. Semua tukang juga paham kalau keran air yang di wastafel juga wastafelnya harus dibongkar. Sepanjang perjalanan Yudi menggerutu di dalam batinnya.
Huh ... pyuh! Untung saja bokongnya, sangat seksi! Yudi terkekeh geli bisa-bisanya dia menikmati ayunan pinggul Tania.
Tania menoleh, "Apa ada yang lucu kulkasss??" spontan Tania mengerutkan keningnya
"Hm, lumayanlah! Bokongmu sangat seksi," Yudi keceplosan.
"Dasar mesum, bisa-bisanya kamu mencari kesempatan dalam kesempitan
!" Tania benar-benar kesal ingin rasanya dia menonjok wajah Yudi.
"Bukankah dari tadi, kamu yang selalu di depanku berjalan, secara otomatis ya ... aku menikmatinya Taniaaa," Yudi senang melihat kejengkelan di wajah Tania
Pembangunan rumah Tania pun segera dilakukan Yudi dan kru-nya, suara-suara hinggar-bingar deru mesin potong, hentakan palu dan berbagai hal peralatan bagaikan alat musik mengaluni semua langkah-langkah para pekerja.
Yudi begitu fokus akan setiap detail pekerjaannya, entah mengapa ia merasa jatuh cinta akan rumah Tania. Sehingga Yudi benar-benar sangat serius mengerjakan segalanya, dari hal-hal yang biasanya diberikan kepada asistennya.
Kini dia sendiri yang turun tangan seakan-akan Yudi benar-benar ingin memberikan yang terbaik buat Tania.
Sudah seminggu Yudi dan Tania tidak bertemu, Yudi berulang kali melihat ke arah pintu gerbang di antara deretan pohon cemara yang ditanam berbaris laksana tentara namun, Tania tidak kunjung datang.
Yudi selalu berharap tania akan datang, dengan senyumannya yang indah, Tania selalu tersenyum dengan semua kru-nya tetapi tetap dingin dengannya.
Tania selalu datang dengan membawa segalon sirup dingin, setermos kopi panas atau berlusin-lusin bungkus ayam geprek.
Tentunya membuat semua kru Yudi sangat bahagia walaupun, Tania tidak banyak bicara dengan Yudi, akan tetapi dia tetap memberikan bagian Yudi.
"Lihat si bos! Akhir-akhir ini galau. Soalnya si mbak cakep itu tidak datang sudah seminggu, bah!" Tigor berbisik pada Andi.
Akan tetapi, walaupun berbisik suara bariton Tigor sudah mampu menembus ke langit ke tujuh.
"Jangan keras-keras Bang, entar marah si bos. Apa Abang tidak tahu? Sepagi ini, sudah berapa kali dia
komplin pekerjaan Toni, Ando, Fikri. Abang mau didamprat si bos?" Andi menimpali .
"Apa aku membayar kalian untuk bergosip di belakangku?" Yudi tiba-tiba muncul
di belakang mereka.
"Akh, si bos bisa saja! Eh, ngomong-ngomong mbak cantik kenapa tidak datang Bos?" Tigor bertanya
"Urus saja pekerjaanmu! Gak perlu urusi si pemilik rumah, mungkin Si Xena lagi sibuk dengan mangsa-mangsanya," ucap Yudi.
"Xena? Maksud Bos, mbak cakep itu seperti Xena? Tokoh legendaris pejuang wanita, orang luar itu Bos? Akh, si Bos ada-ada saja!" Jawab Tigor.
"Ngomong-ngomong, senyum Si Xena itu manis, kalah manisnya madu. Andaikan dia jadi istriku akh .... " Tigor mulai memejamkan matanya dengan kedua tangannya memeluk gergaji.
"Dasar omes lu! Siapa juga yang doyan sama kamu Gor-gor, wajah pas-pasan, mimpi Loe tinggi amat!" Fikri menimpuk helm Tigor dengan serbuk gergaji yang lain tertawa
"Eits, jangan salah! Yang namanya jodoh itu tidak tahu, Bung?" Tigor membela diri
"Dasar kampreettt! Kalau mimpi jangan ketinggian Lo ya? Jatuh sakit tahu!! Hadehhh, dengar Gor! Lo itu ibarat bumi sudahlah bumi, bagian tanah yang paling becekkk-cek. Lha si mbak cakep, ibarat tingginya langitt, nyadar Bro! Hari gini masih mimpi? Kelaut aja Lo!" Ando menimpali sambil ngaco semen.
"Cintaaaaa apakahhh ini cintaaaa bertanyaaa tanpa sengajaa" Tigor menyanyikan lirik sepenggal lagu, tidak peduli kawan-kawannya sudah mau muntah melihat tampangnya.
Yudi hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan semua anggotanya, "Lama-lama Kalian semua aku pecat, kerjaan Kalian nggak ada beresnya. Jangan sampai mata kalian jelalatan mandangi tuh Si Xena!" ujar Yudi sambil mengukur bagian-bagian dinding yang sudah di pasang batu bata.
"Sebelum janur kuning melengkung? Gak ada larangan Bos! Ada yang lagi cembokurrr, hahaha!" ucap Tigor asal jeplak.
"Kalau Boss naksir sama tuh, si mbak? Pepet terus Boss jangan kasih kendorrr!" Adi menimpali.
"Memang kolorr pakai kendor segala, sudah kerja! Entar Xena ribut lagi, rumahnya nggak kelar-kelar," Yudi pun berlalu.
Tania memarkirkan mobilnya tepat di depan rumah barunya, dia tersenyum simpul ada kepuasan tersendiri di benaknya.
Cepat juga kerja Si Kulkas ini, sudah hampir lima puluh persen. Semoga dua Minggu lagi, aku bisa pindah ke kamar tamu di lantai bawah. Rasanya, cape juga bolak balik kantor dan apartemen.Tania melangkah menuju rumahnya dan membawa dua kotak brownis besar.
"Eee, Si Xena sudah muncul bawa apaan Mbak?" Tigor menyapa tetapi pandangan matanya ke arah kotak makanan.
"Eehh, Bang Tigor! Nih, brownis tolong dibagi sama yang lain. Siapa Si Xena?" Tania penasaran.
"Ee, hehehe Si Mbak cantiklah!" balas Tigor, tangannya tidak kalah cepat mengambil kotak brownies dan berlalu, Tania hanya melongo. Tania melihat sekelilingnya memperhatikan setiap jengkal rumah yang mulai kelihatan bentuknya.
Tania mencari-cari Yudi, dia melihat Yudi sedang menggergaji potongan-potongan beroti dengan denim belel, sepatu bot, helm, kemeja yang di gulung sampai siku. Tidak lupa sabuk peralatan di pinggang, menambah macho tampilannya. Entah mengapa desir-desir aneh menggelitik di hati Tania, ingin rasanya Tania menghapus keringat yang meluncur di dahi Yudi. Haaahhh! Tania menggeleng-gelengkankan kepala dan menelan salivanya, dia sendiri bergidik membayangkan pikiran aneh yang mulai menari-nari di otaknya dia mulai mencari-cari, rahasia apa yang sudah terjadi di tubuhnya. Yudi menoleh, ia melihat Tania mematung menatap ke arahnya dan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Apa ada yang salah? Dengan semua bangunan yang aku buat? Semuanya sesuai dengan keinginan dan yang tertera di denah. Bila ada yang salah lagi, aku akan mencium bibirnya yang mulai cemberut itu, menyebalkan!" Yudi menghentikan kegiatannya. Entah dorongan dari mana dia memil
Di kediaman keluarga Rangga, Yudi membolak-balik kertas denah pekerjaannya. Akan tetapi pikirannya tidak luput akan Tania, Tania dan Tania lagi.Seakan-akan Tania berlarian di pikiran, hati dan di ruangan kamarnya dengan senyuman, cemberut serta omelannya.“Akh, sialan .., kenapa sih? Wajah Si Xena ini, ga bisa hilang sedikit pun,” bantah batinnya. Yudi beranjak dari tempat tidurnya, meraih jaket, helm dan kunci sepeda motornya.Di sinilah ia sekarang, di depan apartemen Tania.Yudi dengan jelas melihat Tania, di balik tirai jendela kamar apartemen lantai 2.Dengan bahagianya memeluk bunga matahari plastik yang diberikannya, lewat kurir yang sengaja dia kirimkan. Yudi tersenyum akan tingkah lucu kekanak-kanakan Ta
Begitu juga Tania, dia selalu dengan diam-diam mencuri-curi pandang akan kehadiran Yudi. Akan tetapi, seminggu sudah berlalu, Yudi juga tidak pernah muncul. Ada rasa kehilangan, kerinduan dan kecewa menyatu."Ke mana si Kulkas ya? Mau tanya kok, rasanya malu." Tania membatin, ia dirundung dilema menggigit bibir bawahnya.Ia melihat setiap ruangan yang selalu dipenuhi canda tawa Yudi beserta kru-nya, kini sepi lengang tanpa ada canda tawa Yudi.Tania kembali keruangannya, memandang bunga matahari yang masih saja dengan indahnya di sudut jendela kamarnya.Saat Tania memutuskan pindah ke rumah barunya, entah mengapa hal pertama yang ada di benaknya adalah bunga matahari ini. Baginya seakan Yudi selalu ada di sisi menemaninya,"Maafkan aku, seharu
Yudi pergi meninggalkan Tania, dengan sejuta perasaan amarah yang mau meledak di kepalanya. Ia tidak ingin mereka semangkin terpuruk seperti masa kanak-kanak dulu. Tania pun balik kanan ke ruangan kamarnya, ia segara menutup pintu dan membanting dirinya ke kasurnya. Ia menangis sesenggukan, "Dasar Kulkas, bodoh! Kenapa ga ada sedikit pun pengertiannya. Hiks hiks .... " Tania menangis di atas bantalnya. Ia merasakan sedikit rasa kesal dan benci juga rindu, yang menjadi satu di relung hati dan jiwanya. Ia tidak mengerti entah sejak kapan, ia menjadi sedikit cengeng. Sejak Yudi kembali di kehidupannya,
"Apa yang kau lakukan di sini, Yud?" tanya Tania heran. "Apa?! Enak saja kalau ngomong. Bukankah kamu yang merengek kepada Ayahku, untuk memasangkan pegangan pintu malam ini juga?" sanggah Yudi kesal. "Apa?!" Tania memijat keningnya, ia merasa ada kesalahan di dalam semua ini. "Ya ampun! Aku hanya membawa pegangan pintu kepada Om Rangga, hanya untuk berdiskusi mengenai pegangan pintu yang unik dan indah ini. Bukan untuk memintanya segera memasangkannya?" jelas Tania. Ia berusaha naik ke lantai atas, ke ruangannya mengambil aspirin dan menelannya sebutir. Ia benar-benar pusing akan semua kejadian semalaman ini. Kolega yang membuat pusing, Martin yang menyebalkan, semua b
Ditempat lain .... "Bagaimana kemajuan Anak-Anak Kita, Zah?" tanya Rangga. Ia menelepon Hamzah dengan berbisik-bisik, tidak lupa menghisap rokok cerutu dan berusaha mengibas-ngibaskan kertas, agar Rini sang istri tidak mengetahuinya. "Akh, keduanya sama-sama keras kepala, aku tidak yakin. Apakah keduanya akan bersatu?" jawab Hamzah. Ia menerawang mengingat Tania dan Yudi "Jangan menyerah, kita harus memberikan sedikit dorongan pada mereka, agar mereka benar-benar menyadari bahwa keduanya sedang jatuh cinta." Rangga menjawab, ia tidak mau kalah. Ia begitu yakinnya bila suatu saat nanti Tania akan menjadi menantunya,
Yudi masih sempat-sempatnya menghampiri Hamzah dan Rangga, yang masih terbengong di kursi meja makan hanya untuk permisi, membawa Tania. Tania memejamkan matanya, gulungan rambutnya sudah lepas dan dia masih saja terus memukul-mukul punggung Yudi. Rini dan Noni pun masih tidak percaya dengan apa yang dilakukan Yudi, "Ya, Allah. Ini anak kok, semakin kurang ajar. Maaf ya, Jeng. Kita harus menikahkan mereka secepatnya, apa kata orang-orang?" ucap Rini. Ia malu setengah mati melihat kelakuan putranya, "Iya, Mbak. Aku juga bingung," jawab Noni. Sementara Hamzah dan Rangga malah saling tos,
Yudi menuju rumah Tania mengetuk pintu kamar Tania tetapi, tidak ada sahutan. Yudi memberanikan diri, ia membuka kamar Tania. Di dalam kamar ia tidak menemukan Tania, ia telah pergi meninggalkan segalanya.Kesedihan tiba-tiba menyeruak di jiwanya, ia merasakan kekosongan yang dalam. Ia tidak menyangka Tania akan pergi meninggalkannya.Yudi hanya tertegun menyaksikan semua kehampaan itu, ingin rasanya Yudi menjerit sekuat tenaga. Ia sangat menyesali segala perbuatannya, ia begitu bodohnya telah menyia-nyiakan Tania, "Betapa bodohnya, aku!" umpat batinnya."Tania .... " lirihnya. Yudi tanpa sadarnya, menyebut satu nama yang terucap dari bibirnya yang setajam silet.Ia masih saja termenung, men