Yudi pergi meninggalkan Tania, dengan sejuta perasaan amarah yang mau meledak di kepalanya.
Ia tidak ingin mereka semangkin terpuruk seperti masa kanak-kanak dulu.
Tania pun balik kanan ke ruangan kamarnya, ia segara menutup pintu dan membanting dirinya ke kasurnya. Ia menangis sesenggukan,
"Dasar Kulkas, bodoh! Kenapa ga ada sedikit pun pengertiannya. Hiks hiks .... " Tania menangis di atas bantalnya.
Ia merasakan sedikit rasa kesal dan benci juga rindu, yang menjadi satu di relung hati dan jiwanya. Ia tidak mengerti entah sejak kapan, ia menjadi sedikit cengeng.
Sejak Yudi kembali di kehidupannya, segalanya seakan terbalik. Tania merasa telah kehilangan jati dirinya, ia yang terkenal perkasa dan pantang menitikkan air mata.
Namun sejak kehadiran Yudi membuat segala pertahanannya porak-poranda, tiada kejelasan lagi. Ia seakan terpenjara oleh pesona cinta Yudi, ia terperangkap di antara cinta dan harga dirinya.
Tania merasakan sedikit rasa sensitif menggerogoti jiwanya, ia merasakan sesuatu kesedihan juga cinta di waktu yang bersamaan,
"Aku tidak mungkin jatuh cinta kepadanya, itu benar-bebar mengerikan. Aku bencii?!" teriak Tania memukul bantalnya, seakan wajah Yudi yang ada di sana.
Ia terus memukul bayangan Yudi di atas bantalnya, berulang kali ia melampiaskan segenap rasanya. Ia mencoba menghilangkan beban yang membuatnya semangkin terpuruk.
Sementara Yudi sendiri pun mengendarai sepeda motornya dengan sekencang-kencangnya, ia merasakan sesuatu kegundahan dan rasa galau.
Bayangan Tania yang marah dan penuh emosi membuat pusing kepala Yudi, "Dari zaman Orde Baru sampai Orde Milenial, sikapnya tetap sama!" omel Yudi sepanjang jalan.
Ingin rasanya ia membawa Tania ke lantai dan bergumul, saling pukul seperti masa kanak-kanak dulu. Namun ia mengurungkannya, ia malah berkeinginan untuk mengecup bibirnya yang berteriak-teriak tak jelas.
"Sebaiknya aku cium saja, tadi. Biar tahu rasa!" umpatnya kesal.
"Ya Tuhan! Aku benar-benar gila," teriaknya di atas sepeda motornya.
Ia tidak peduli lagi, bila ada orang yang mendengarkan kegalauan hatinya. Ia hanya ingin meluapkan rasa penasaran, benci, amarah dan kerinduannya.
"Padahal aku begitu rindunya, tadi. Gara-gara Tigor budek, semprul!" maki Yudi.
Ia pergi ke apartemennya, ia malas untuk pulang ke rumah orang tuanya. Setiap ia pulang ibunya selalu bertanya, "Kapan menikah?" membuat Yudi semangkin sebal.
"Aku hanya ingin menikah dengan Tania," cicitnya galau.
Ia sendiri pun tidak menyadari akan perkataannya, ia benar-benar menginginkan Tania menjadi istrinya kelak.
Semua itu keinginan dari hatinya yang paling dalam, ia sangat menginginkan Tania menjadi satu-satunya pengisi hatinya kelak.
Yudi semangkin bingung dan frustasi, "Wah, bisa-bisa aku, jadi gila! Bila punya istri Tania," umpatnya kesal.
Ia terus saja melajukan sepeda motornya, membelah keramaian Kota R. Ia memasuki apartemennya, ia menghempaskan tubuhnya ke sofa.
Ia memijat keningnya dengan kedua belah tangannya, ia mencoba untuk berpikir dengan jernih. Ia bangkit menuju kulkas untuk mengambil minuman dingin, ia ingin mendinginkan otak, jiwa dan raganya.
Ia meneguk sekaligus air yang ada di botol kemasan, ia berusaha untuk mencari arti dari semua hadir Tania di kehidupannya.
Tut! Tut! Tut!
Suara hand phone Yudi berdering, ia mengangkatnya di layar hand phone ayahnya memanggil,
"Hallo, Ayah!" jawab Yudi.
"Hallo, Yudi. Ayah mau minta tolong, pasangkan pegangan pintu di rumah Tania. Ia sudah membawanya kemari semalam," pinta Rangga di seberang.
"Apa? Tetapi semua pintu belum semuanya selesai dipasang, Ayah!" balas Yudi.
"Apalagi sih, maunya si Xena ini?" batin Yudi semangkin kesal.
"Kalau kamu tidak mau, biarlah ayah yang akan pergi. Uhuk uhuk," akting Rangga pura-pura batuk. Rangga di ruangan kamarnya berbaring menonton tv ia dengan lihainya memencet hidungnya.
Seakan-akan ia sedang sakit parah dan belum kunjung sembuh juga, ia tersenyum senang karena ia tahu karakteristik putranya.
Yudi tidak akan tega bila melihatnya menderita sedikit pun, "Baiklah, besok aku pasang." Yudi berjanji, pada akhirnya.
"Tania, maunya malam ini. Besok ia akan ada acara sepertinya," ucap Rangga.
"Acara?! Acara apa Ayah, bukankah rumahnya belum selesai?" tanya Yudi bingung. Ia tidak mengerti akan jalan pikiran Tania.
"Sial, apa sih maunya? Sementara rumahnya belum benar-benar selesai, ia sudah berjeinginan mengadakan pesta? Mengundang kaum jetset temannya," batin Yudi.
"Sudahlah, biar ayah saja ke sana!" desak Rangga. Ia benar-benar tidak mau kalah, beradu argumen dengan putranya. Ia benar-benar lihai,
"Aku akan datang nanti malam," balas Yudi mematikan sambungan telepon ayahnya.
Ia benar-benar kesal akan tingkah Tania, yang seenaknya saja.
"Tania, benar-benar memahamiku. Aku pasti tidak akan menolak segala keinginan, Ayahku. Sial, di sinilah aku sekarang!" umpatnya kesal.
Tepat jam 20.00 Yudi ke rumah Tania, ia melihat siluet lampu di ruangan bawah namun masih gelap di ruangan atas.
Yudi masuk dengan kunci duplikat dan membawa seplastik kresek pegangan pintu dengan berbagai warna dan corak yang cantik, mahal, elegan dan mewah.
Yudi mulai memasang pegangan pintu di setiap daun pintu, ia mengagumi hasilnya yang indah.
Rasa kesal dan bencinya pun hilang seketika, "Selera si Xena benar-benar luar biasa!" batinnya.
Krieett!
Pintu terbuka, ia melihat si pemilik rumah sudah pulang dari acara pesta malam minggunya.
Di belakangnya seorang pria dengan setelan jas dan dasi, mengikutinya. Si pria ingin memeluk Tania namun Tania menolak,
Yudi sudah begitu berangnya. Ia sudah bersusah payah menahan segenap rasa cemburu yang tiba-tiba datang menyerangnya.
Ia begitu kesalnya, apalagi pakaian Tania sedikit terbuka di bagian belahan roknya hingga menampilkan betisnya yang indah. Yudi memperhatikan tingkah pasangan di lantai 1 di depan pintu masuk,
"Martin, sudah berulang kali aku bilang. Aku tidak suka denganmu, mengertilah!" ucap Tania. Ia melangkah memasuki ruangannya.
"Tania, aku begitu mencintaimu. Ayolah, menikah denganku!" pinta Martin.
Tania sudah mulai jengah akan sikap Martin, "Maaf aku tidak mencintaimu, Matin! Mengertilah," Tania berusaha untuk bersabar.
Bagaimanapun Martin salah satu seniornya di kantor pengacara keluarganya, mereka baru saja kembali dari pesta advokat seIndonesia.
Bila tidak karena urusan kantor yang mengutus mereka, Tania sudah enggan pergi dengan Martin yang terkenal playboy dan mata keranjang.
"Aku tidak suka ditolak, Tania. Aku ingin menjadikanmu milikku," teriak Martin. Ia maju ingin mendekap Tania, namun Tania sudah melayangkan tendangan ke pusaka milik Martin.
Hingga Martin tersungkur, "Kau .... " cicit Martin menahankan sakit yang luar biasa.
"Bersikap sopanlah, Martin. Selama ini aku menghormatimu, karena kau salah satu seniorku. Jangan salah artikan hal itu, tidak ada seorang pun yang bisa menyentuhku. Selain keinginan dan izinku, ingatlah itu!"hardik Tania.
Yudi sudah menuruni tangga, namun terhenti di pertengahan anak tangga. Ia begitu senangnya melihat tingkah Tania yang masih saja seperti Xena,
"Pergi atau aku akan menuntutmu, Martin!" usir Tania dengan marahnya. Namun pandangan Martin menyiratkan sesuatu amarah dan dendam,
"Awas kau Tania!" ancam Martin.
Ia langsung kabur meninggalkan Tania, memasuki mobilnya dan kabur.
Tania langsung mengunci pintunya, dan bersandar di daun pintu dengan kening menempel di daun pintu.
Plok! Plok! Plok!
Yudi bertepuk tangan, Tania terkejut mendapati ada seseorang di belakangnya.
Secepat kilat ia membalikkan tubuhnya, betapa terkejutnya ia mendapati Yudi berada di rumahnya.
Yudi berjalan menuruni anak tangga di rumahnya dan datang menghampirinya, tangannya masih mengepal karena amarah akan Martin dan kecemburuan yang menyerangnya secara tiba-tiba.
Kupersembahkan sebuah karya perdanaku di Goodnovel untukmu, wahai pembaca setiaku. Berilah komen, yang baik dan membangun juga vote maupun hadiah untukku, sebagai penyemangatku. Buat terkasihku gadis kecilku dan seseorang yang selalu menemaniku, tak lupa semua sahabatku ... satu hal terindah adalah bersama dengan kalian. Happy Reading! Hargailah kami yang mencari recehan dari hasil menulis imajinasi kami, sebagai penyemangat. Terima kadih!
"Apa yang kau lakukan di sini, Yud?" tanya Tania heran. "Apa?! Enak saja kalau ngomong. Bukankah kamu yang merengek kepada Ayahku, untuk memasangkan pegangan pintu malam ini juga?" sanggah Yudi kesal. "Apa?!" Tania memijat keningnya, ia merasa ada kesalahan di dalam semua ini. "Ya ampun! Aku hanya membawa pegangan pintu kepada Om Rangga, hanya untuk berdiskusi mengenai pegangan pintu yang unik dan indah ini. Bukan untuk memintanya segera memasangkannya?" jelas Tania. Ia berusaha naik ke lantai atas, ke ruangannya mengambil aspirin dan menelannya sebutir. Ia benar-benar pusing akan semua kejadian semalaman ini. Kolega yang membuat pusing, Martin yang menyebalkan, semua b
Ditempat lain .... "Bagaimana kemajuan Anak-Anak Kita, Zah?" tanya Rangga. Ia menelepon Hamzah dengan berbisik-bisik, tidak lupa menghisap rokok cerutu dan berusaha mengibas-ngibaskan kertas, agar Rini sang istri tidak mengetahuinya. "Akh, keduanya sama-sama keras kepala, aku tidak yakin. Apakah keduanya akan bersatu?" jawab Hamzah. Ia menerawang mengingat Tania dan Yudi "Jangan menyerah, kita harus memberikan sedikit dorongan pada mereka, agar mereka benar-benar menyadari bahwa keduanya sedang jatuh cinta." Rangga menjawab, ia tidak mau kalah. Ia begitu yakinnya bila suatu saat nanti Tania akan menjadi menantunya,
Yudi masih sempat-sempatnya menghampiri Hamzah dan Rangga, yang masih terbengong di kursi meja makan hanya untuk permisi, membawa Tania. Tania memejamkan matanya, gulungan rambutnya sudah lepas dan dia masih saja terus memukul-mukul punggung Yudi. Rini dan Noni pun masih tidak percaya dengan apa yang dilakukan Yudi, "Ya, Allah. Ini anak kok, semakin kurang ajar. Maaf ya, Jeng. Kita harus menikahkan mereka secepatnya, apa kata orang-orang?" ucap Rini. Ia malu setengah mati melihat kelakuan putranya, "Iya, Mbak. Aku juga bingung," jawab Noni. Sementara Hamzah dan Rangga malah saling tos,
Yudi menuju rumah Tania mengetuk pintu kamar Tania tetapi, tidak ada sahutan. Yudi memberanikan diri, ia membuka kamar Tania. Di dalam kamar ia tidak menemukan Tania, ia telah pergi meninggalkan segalanya.Kesedihan tiba-tiba menyeruak di jiwanya, ia merasakan kekosongan yang dalam. Ia tidak menyangka Tania akan pergi meninggalkannya.Yudi hanya tertegun menyaksikan semua kehampaan itu, ingin rasanya Yudi menjerit sekuat tenaga. Ia sangat menyesali segala perbuatannya, ia begitu bodohnya telah menyia-nyiakan Tania, "Betapa bodohnya, aku!" umpat batinnya."Tania .... " lirihnya. Yudi tanpa sadarnya, menyebut satu nama yang terucap dari bibirnya yang setajam silet.Ia masih saja termenung, men
"Hmm, sebaiknya begitu. Biar mereka semua, jadi gembel!" omel Kakek Jatmiko."Apakah Kakek akan tenang di Alam Baka? Bila mereka jadi gembel? Jangan- jangan, Kakek akan jadi hantu penasaran dan kembali menghantuiku. Untuk merevisi ulang surat warisan lagi, dan aku tidak mau Kakek!" jawab Tania bercanda."Hahaha, dasar kamu ini! Baiklah, tidak usah revisi ulang lagi. Besok Kita bertemu di cafe X saja, Nak! Assalamu'alaikum," ucap Kakek Jatmiko riang."Wa'alaikumsalam!" balas Tania tersenyum simpul. Ia sedikit lega, ia memandang sinar bulan yang indah di balik tirai kamarnya. Kesedihan bergelayut mesra di sanubari, mengenang seraut wajah yang sudah menorehkan luka di sana.Namun, Tania masih s
Tania semangkin dilema dan bingung, ada ketakutan di jiwanya. Ia takut harga dirinya akan dipandang rendah oleh Yudi,"Bagaimana bila dia menolakku, Kek?" tukas Tania.Ia sangat takut bila Yudi, menertawakannya juga mengejeknya. Tania takut bila hanya dialah yang setengah gila mencintai Yudi seorang. Sementara Yudi sendiri, tidak memiliki rasa apa pun kepadanya.Ia tidak percaya diri, ia takut akan banyak hal. Ia semangkin lekat menatap sang kakek, ia ingin sebuah pencerahan dari yang lebih tua yang telah banyak memakan asam dan garam kehidupan.Tania percaya bahwa yang tua lebih berpengalaman di dalam banyak hal, mereka ditempa oleh kehidupan yang telah mereka jalani.
"Akh, kamu selalu saja membuat aku tak mampu menjauh Yud. Kamu selalu saja ..., mampu memporak-porandakan hatiku. Bagaimana aku bisa menjauh darimu?" batin Tania. Air bening mulai meluncur dari kedua bola matanya, ia begitu sangat merindukan Yudi hingga ia tiada lagi kuasa untuk membendungnya. Tania memasuki rumahnya mengamati bentuk rumahnya yang indah, semua perabot-perabot yang sudah ia pesan sebelum pembuatan rumah sudah tertata dengan apik. Semuanya tidak ada celanya, satu kata sempurna. Tania melangkahkan kakinya ke dapur, kamar utama, ruang keluarga, semuanya sempurna dan luar biasa nyaman juga unik. Semuanya sesuai dengan keinginannya hanya, ada satu lagi penamb
"I-iya," jawab Tania terbata-bata. Ia tertunduk dengan tatapan sedikit merona malu,"Sebenarnya aku yang menjauh darimu, Yud!" batin Tania.Yudi menatap wajah Tania, dengan meminta sejuta penjelasan. Tania sudah menyiksa lahir dan batinnya, "Kenapa tidak ada kabar sekali pun, padaku? Dan nomer ponselku pun kamu blokir," cecar Yudi.Ia memandang ke wajah Tania,"Maafkan, a-aku! Aku begitu sibuk, hingga aku lupa mengaktifkan ponselku, lagi!" cicit Tania. Ia memherikan sebuah alasan yang tidak masuk logika,"Hm, apakah begitu bencinya dirimu padaku Nia?" tanya Yudi. Ia mencoba ingin mengetahui semua perasaan Tania kepadany