“Kenapa kamu bisa bersama Tomi,” suara Tian meninggi setelah menarik dan melempar Nora ke atas tempat tidur, Nora tersungkur dan memegang pergelangan tangannya yang kesakitan karena genggaman Tian.
“Hanya kebetulan bertemu, aku sedang membeli alat lukis di dekat situ, lalu mas Tomi mengajakku minum kopi,” jawab Nora.
“Kebetulan bertemu? memang kalian sudah pernah bertemu sebelumnya?” tanya Tian yang terlihat marah.
“Kami bertemu pertama kali saat aku datang ke kantormu kemarin,” jawab Nora sambil menundukan wajahnya, dia tak berani melihat wajah Tian, dia tahu Tian marah besar padanya
“Apa? aku bilang sama kamu dan tolong dengarkan baik-baik, aku mohon kamu jangan pernah muncul di kantorku atau di hadapan teman-temanku lagi,” balas Tian.
Nora yang mendengar apa yang diucapkan Tian tersentak, mengapa Tian bisa berbicara seperti itu padanya.
“Apa aku sehina itu di mata mu, sampai kamu memperlakukan aku seperti ini,” jawab Nora dengan suara bergetar.
Tian yang tidak perduli hanya memalingkan wajahnya dari Nora, lalu pergi keluar kamar, Tian memutuskan untuk tidur di ruang kerjanya, dia tidak ingin membuang tenaga membenci hal yang Nora lakukan di luar sana, terlebih dengan adanya Tomi, Tian tiba-tiba teringat, dia harus menelepon Tomi, dia harus tahu alasan Tomi mengapa bisa bertemu dengan Nora, Tian langsung mencari kontak Tomi di handphonenya, tidak lama setelah nada tersambung, suara Tomi terdengar di seberang sana.
“Halo Tom, lo berhutang penjelasan sama gue Tom, kenapa lo bisa kenal Nora?” tanya Tian yang langsung memberondong Tomi dengan pertanyaan.
“Sabar sob, kenapa terdengar panik begitu sih, emang kenapa kalau gue ketemu Nora, kan dia istri lo, dan lo teman gue Ian, salahnya dimana?” jawab Tomi.
“Ya, lo kan tahu gue gak mau Nora masuk di circle kehidupan gue,” balas Tian.
“Lucu lo, dia kan istri lo, gimana caranya dia gak bisa masuk di circle kehidupan lo Ian, itu semua sudah di atur Tuhan Ian, lo aja yang gak pernah mau terima,” lanjut Tomi.
“Udahlah, lo jelasin aja, gimana Nora bisa minum kopi dengan santai sama lo tadi,” tanya Tian.
“Simple, gue ketemu Nora kemarin di kantor lo, saat gue maupulang gue liat dia di resepsionis, dan gue tahu lo gak akan mau ketemu Nora, jadi gue bilang lo keluar kantor dan gue merasa bersalah aja, jadi gue aja dia minum kopi, begitupun hari ini, gue gak sengaja ketemu dia saat di toko alat lukis, puas lo Ian,” jawab Tomi panjang lebar.
Jawaban Tomi memang sama dengan apa yang Nora katakan tadi, tapi Tian masih merasa jengkel, tapi tak tahu apa yang mengganggu pikirannya, dia menjadi kesal setengah mati dengan Nora karena membuat dia mewawancara Tomi seperti ini.
“Halo, Ian, lo bengong?” tanya Tomi.
“Nggak, gue dengerin lo kok, ya sudahlah, gue capek, sampai ketemu besok Tom,” jawab Tian.
“Ian gue cuma mau bilang satu hal sama lo, Nora tidak seburuk yang lo pikir, jangan sampai lo menyesal nanti,” lanjut Tomi.
“Ah, apaan sih lo Tom, nyesel? gak mungkinlah, gue tahu apa yang gue lakukan, dan gue gak pernah punya perasaan dengan Nora,” balas Tian.
“Semua terserah lo Ian, yang penting gue sudah kasih lo peringatan, jangan menyesal nanti,” lanjut Tomi.
“Hmmm, okee, makasih nasihatnya pak,” jawab Tian singkat.
Tian memutus sambungan teleponnya dengan Tomi, lalu dia membaringkan tubuhnya di atas sofa, matanya sangat mengantuk setelah semalaman kemarin ikut party di apartemen salah satu teman wanitanya, namun perkataan Tomi barusan masih terngiang-ngiang di kepalanya, apa yang harus dia sesali dari Nora, lalu Tian memejamkan matanya, tak perduli Nora yang sendirian menangis di kamar karena perlakuan Tian.
Nora mengambil handphonenya, dia ingin menelepon ayahnya, bercerita semua yang terjadi padanya, namun Nora mengurungkan niatnya, dia tidak ingin ayah dan ibunya khawatir akan dirinya, Nora senang menjadi bagian dari keluarga Winata, mertuanya yaitu ayah Tian sangat memperlakukannya dengan baik, menyayanginya seperti anaknya sendiri, mungkin ayah mertuanya lebih menyanyangi dia dari pada putranya, Tian.
Semua fasilitas yang Nora dapatkan adalah pemberian ayah dan ibu mertuanya, namun Nora tidak sampai hati untuk mengadu pada mereka atas perlakuan Tian terhadapnya, Nora hanya terduduk di lantai sambil bersandar di tepi tempat tidurnya, matanya memandang kea rah taman yang berada di balkon kamarnya, gerimis mulai turun kembali, Nora merasa alam pun menangis melihat dirinya yang sekarang.
“Apakah aku begitu buruk rupa, begitu kampungan, begitu hina, sampai aku tidak boleh menampakan diri di tempat suamiku berada,” bisik hati Nora.
“Tring..tring..tring,” ada pesan masuk di handphonenya, Nora membuka dan melihat pesan masuk tersebut, dari nomor tak dikenal.
“Nora, apa kau baik-baik saja?” tanya pengirim pesan tersebut.
“Aku baik, terima kasih, maaf ini dengan siapa,” jawab Nora.
“Aku Tomi, ini nomorku, kalau kamu bertanya aku dapat dari mana nomor teleponmu, jawabannya adalah dari Tyas, Hahaha,” jawab pengirim pesan tersebut yang ternyata adalah Tomi.
Hati Nora seketika lebih tenang, dengan pertemuan Tomi dan mengenalnya, Nora merasa mempunyai teman disini, dan menurutnya itu bagus untuknya, namun Nora tahu dia tidak boleh berhubungan dengan teman-teman Tian.
“Aku baik, terima kasih sudah bertanya, mas Tomi” jawab Nora singkat, mengulang jawabannya.
“Tapi aku yakin keadaanmu tidak baik saja Nora, karena barusan Tian meneleponku, nadanya sangat kesal, apakah kalian bertengkar karena kamu bersamaku tadi siang,” tanya Tomi.
Nora yang membacanya sangat kaget dengan apa yang Tomi bicarakan, namun Nora tidak bisa berbuat apa-apa, bagaimanapun Tian adalah suaminya, dan dia harus mematuhi perintah Tian apapun alasannya.
“Maaf mas, kalau anda jadi terbawa-bawa, saya sudah memaafkan mas Tian, tidak apa-apa,” jawab Nora.
“Kamu tidak mempunyai salah apa-apa Nora, jangan meminta maaf padaku, aku senang bisa mengenal istri Tian, dan kamu pantas di perkenalkan pada yang lain juga,” jawab Tomi yang selalu membuat perasaan Nora tenang.
Mengapa kata-kata itu tidak keluar dari bibir Tian, mengapa Tian tidak pernah melihatnya seperti yang Tomi bilang, Nora merasa belakangan ini air matanya sudah terlalu banyak keluar, dia tidak melakukan apa-apa namun dia merasa tubuhnya merasakan kelelahan yang teramat sangat.
Nora bangkit dari duduknya, dia berjalan ke kamar mandi lalu membasuh wajahnya, Nora keluar kamar untuk mencari Tian, Nora yakin Tian berada di ruang kerjanya, saat Tian ingin sendiri, dia biasanya pergi ke ruang kerja dan tidak pernah keluar lagi sampai waktunya tidur, tebakan hati Nora benar, dia melihat pintu ruang kerja tebuka sedikit, tapi lampu di dalamnya tidak menyala, Nora membuka perlahan pintu ruang kerja Tian, dia melihat Tian tertidur di atas sofa, Nora kembali ke kamar dan mengambil selimut lalu memakaikannya di tubuh Tian.
Nora memandang wajah Tian yang tertidur pulas, dia baru menyadari bahwa dirinya tidak tahu apapun tentang Tian, selama ini Nora hanya sibuk mengejar cinta Tian, mungkin caranya memang salah, mungkin dia harus merubah caranya untuk mendapatkan hati suaminya, Nora yakin suatu saat nanti Tian akan melihat dirinya dan menyadari betapa Nora mencintai Tian.
Tian terbangun dari tidurnya, dia melihat selimut yang membungkus tubuhnya, seingat dirinya semalam dia tidak sempat mengambil selimut untuk dia pakai tidur di ruang kerja, setelah dia bertengkar dengan Nora, seingatnya dia langsung keluar kamar meninggalkan istrinya itu.
Tian lalu turun dari sofa dan berjalan ke kamar tidurnya, namun dia tidak melihat Nora disana, Tian merasa lega, itu tandanya dia tidak harus berpapasan dengan Nora dan harus memutar otak untuk sekedar berbasa basi, Tian berjalan ke kamar mandi, namun saat matanya melirik ke arah tempat tidur, Tian melihat baju kerjanya sudah disiapkan oleh Nora, seperti biasa, Tian terdiam lalu beranjak pergi ke kamar mandi.
Nora masih sibuk di dapur menyiapkan sarapan pagi, kali ini dia hanya menyiapkan roti panggang dan kopi untuk Tian, dia mencoba menuruti semua perkataan Tian, Nora juga memutuskan tidak akan mengunjungi kantor Tian atau meminta dan berusaha membujuk Tian untuk mengenalkan teman-temannya kepadanya, meskipun itu tandanya dia harus rela kehilangan teman yang baru saja dia dapatkan, mas Tomi.
Saat Tian turun untuk pergi bekerja, dia pura-pura mengacuhkan Nora yang sudah menunggunya di meja makan untuk sarapan, namun Tian tahu ada yang berbeda hari ini, biasanya meja penuh dengan makanan yang Nora siapkan untuknya, namun hari ini hanya ada roti panggang dan secangkir kopi, memang selama ini hanya itu yang Tian sentuh untuk sarapan.
“Sarapan dulu,” sapa Nora sambil tersenyum pada Tian.
“Hmm,” jawab Tian singkat, lalu menyeruput kopi dan mengambil roti panggang yang di sediakan Nora untuknya,
“Aku minta maaf soal kemarin,” lanjut Nora.
Tian yang mendengar permintaan maaf Nora sedikit tercengang, namun dia tidak ingin terlihat oleh Nora, dia pura-pura tak acuh dengan apa yang Nora sampaikan, permintaan maaf Nora membuat perasaan Tian seperti ada yang mengganjal.
“Aku tidak akan terlihat di kantormu ataupun mencoba mengenal siapa teman-temanmu, atau semua hal yang kamu tidak suka, aku akan menurutinya, aku minta maaf sudah membuatmu marah,” lanjut Nora, yang masih saja tidak mendapatkan respon dari Tian.
Nora tidak tahu lagi harus berkata apa, wajahnya hanya memandang gelas kopi di hadapannya, dia berharap Tian mau memaafkannya, meskipun Nora sendiri merasa bingung mengapa dia harus meminta maaf atas hal yang menurutnya tidak salah, tapi itulah Nora, dia terlalu kalah oleh cintanya pada Tian.
“Bagus kalau kamu mengerti, aku berangkat dulu,” jawab Tian sambil bangkit dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Nora sendiri.
Meskipun jauh dari harapan Nora, namun dia menganggap Tian telah memaafkannya, Tian tidak seperti dulu, Nora merasa mungkin memang dia yang salah sehingga membuat Tian berubah menjadi dingin padanya.
“Tring..tring..tring,” handphonenya berbunyi, ada pesan masuk, Nora membukanya, namun pesan masuk dari nomor tak di kenal, pengirim pesan itu mengirimkan beberapa foto yang membuat Nora terperangah, bagaimana tidak, di foto itu dia melihat suaminya berada satu ranjang dengan wanita lain dan tubuh mereka hanya tertutup selimut, terlihat sekali mereka menikmatinya, wanita itu yang mengambil foto mereka berdua.
“Tring..tring..tring,” Nora menerima lagi foto-foto suaminya dengan wanita, apa maksud semua ini, mengapa bisa suaminya dengan wanita lain, siapa wanita ini.
“Tring,” satu pesan masuk namun kali ini bukan foto, melainkan pesan chat dari nomor tak di kenal.
“Hai, salam kenal, saya Citra, kekasih Tian,” sapa nomor tak di kenal pada Nora.
Nora masih memandangi foto-foto yang dikirimkan pengirim tanpa nama tersebut, dia perhatikan satu persatu, wajah Tian yang tak pernah dia lihat sebahagia itu saat bersamanya. Banyak pertanyaan yang terlintas di kepala Nora, apakah wanita yang bersama Tian di foto ini adalah Citra, orang yang mengirimkan foto itu padanya. Jam menunjukan pukul sepuluh malam, Nora tida bisa memejamkan matanya, gambaran foto itu terus datang saat dia memejamkan matanya, Nora sudah berjanji tidak ingin menangis lagi, untuk bertanya pada Tian, Nora tidak punya keberanian setelah mereka bertengkar semalam, tapi Nora tidak akan tenang sebelum tahu kenyataannya. “Apakah aku harus menemui mas Tomi ataukah Tyas,” gumam Nora dalam hati. Nora mengambil handphone yang berada di meja samping tempat tidurnya, dia mulai mengirikan pesan kepada seseorang, Nora memutuskan untuk bertemu besok pagi setelah Tian berangkat kerja, dan pesan Nora
Nora mematung di depan kanvas lukisnya, tangannya memegang kuas yang yang catnya sudah mengering, hampir satu jam lamanya Nora hanya memandang kanvas kosong, tidak seperti biasanya, bila di depan kanvas Nora dengan gamblang melukis dan memainkan kuasnya sehingga menjadi lukisan yang indah, hati Nora bimbang, dia merasa seperti perempuan bodoh yang hanya menurut dan akhirnya harga dirinya terinjak-injak. Foto-foto Tian dengan wanita lain masih terbayang dalam benak Nora, bahkan dia istrinya tidak pernah berpose seperti itu dengan suaminya sendiri, selama berbulan-bulan dia menikah baru kemarin Tian benar-benar menyentuhnya, itu pun mungkin bukan karena Tian mencintai dirinya. Nora meletakan kuasnya, dia berjalan ke kamar, membuka lemari bajunya, namun wajahnya terlihat ragu, Nora ingin pulang sejenak ke kampungnya, bertemu ayah dan ibunya, menangis dan bercerita dengan puas dengan adiknya hingga beban di pundaknya berkurang meskipun sedik
“Tian, aku mau bicara,” isi pesan singkat Tomi di handphone membuat Tian bertanya, tidak seperti biasa Tomi mengirimkan pesan hanya untuk bicara padanya, sepertinya kali ini dia ingin berbicara serius, batinnya dalam hati. Lima belas menit kemudian Tomi sudah berada di depan ruangan Tian, dia membuka pintu dan melihat Tian sudah duduk dan meracik kopi untuk mereka berdua, Tomi duduk di sofa sambil melihat ke arah Tian, setelah Nora menceritakan kejadian di museum tadi, Tomi langsung pergi menemui Tian. “Katanya mau bicara, kok malah diam aja sekarang,” tanya Tian pada Tomi. “Tapi sebelumnya aku tidak ada maksud apa-apa, aku hanya mau bertanya sesuatu padamu Ian, dan ini demi masa depan dan warisanmu itu,” jawab Tomi. “Ha ha ha sejak kapan jadi serius begini sob, kita sudah lama kenal, jangan tegang begini lah,” balas Tian yang memandang wajah Tomi, ad
Jam menunjukan pukul sepuluh pagi, kamar Nora masih terlihat gelap, dan Nora masih terbaring di tempat tidurnya, matanya tak mau terpejam hingga jam empat subuh, kata-kata wanita kemarin siang yang menemuinya masih terbayang di kepala Nora. dia tidak membayangkan Tian menghamili wanita itu, apakah mereka sudah menikah siri di belakang Nora, sesaat Nora merasa sebagai istri yang tak berguna, bagaimana tidak, harusnya dia yang mengandung anak Tian bukan wanita lain, rasa sesak kembali memenuhi dada Nora. Nora mencoba bangkit dari tempat tidur, dia menyandarkan punggungnya dan mengambil handphone yang dia letakan di dalam laci, Nora sengaja menyimpannya di sana, selepas pulang dari museum dia tidak ingin berbicara dengan siapapun, dia melihat layar handphone, tiga puluh dua panggilan tak terjawab dari Tian dan Tomi, Nora kembali meletakan handphonenya, dia tak menggubris semua panggilan yang masuk. Nora mencoba membuat dirinya sibuk untuk m
Almeera memandangi layar handphonenya, dia mencoba menghubungi Tian berulang kali, tidak ada jawaban, panggilannya tak di jawab dan pesannya tak di balas, Almeera gelisah, tidak pernah Tian melakukan hal ini padanya, setiap telephone dan pesannya selama ini tidak pernah menunggu lama, Tian pasti langsung membalasnya, namun saat ini tak ada balasan apapun dari Tian, Almeeran tidak bisa menunggu lagi, dia bergegas mengambil tasnya dan bergegas untuk pergi menemui Tian. “Tring…tring…tring,” bunyi pesan masuk di handphonenya membuat Almeera mengehntikan langkah kakinya, dia membuka pesan, berharap Tian yang membalas salah satu chatnya. “Nora sakit, dia pingsan kemarin malam, maaf sayang aku tidak sempat membalas pesanmu,” kata Tian di pesan itu. Raut wajah Almeera berubah kesal, semalaman perasaannya tidak tenang menunggu Tian, dia tidak pernah absen untuk datang ke apartemennya, namu
“Aku ingin tinggal denganmu dan Nora,” kata-kata Almeera tadi pagi masih terngiang di kepala Tian, bagaimana bisa Almeera berpikir seperti itu, meskipun kehamilannya adalah sebuah alasan, namun untuk tinggal bertiga itu adalah hal gila yang pernah Tian dengar. Almeera tersenyum setelah berhasil mengutarakan niatnya pada Tian, dia tidak peduli Tian setuju atau tidak, dia harus menjalankan rencananya, dia tidak akan membiarkan Nora lebih banyak mengambil perhatian Tian, dan Almeera merasa dia harus mengawasi gerak gerik Nora, satu-satunya cara adalah tinggal bersama mereka. “Tring..tring..tring,” handphone Almeera tiba-tiba berbunyi, dia melihat nama di layar handphonenya, “Tian” gumamnya dalam hati. “Sebenarnya apa yang sedang kamu rencanakan sayang,” tanya Tian. “Aku tidak merencanakan apa-apa Tian, kehamilan ini hanya membuatku ingin terus berdekatan
“Gue gak tau apa yang terjadi sama diri gue Tom, semalam pertama kalinya gue menyentuh Nora dengan sadar, gue sudah berusaha untuk berhenti tapi gak bisa, Damn..,” Tomi membaca pesan singkat Tian. Tomi yang membaca pesan Tian pagi ini tidak tahu harus membalas apa, tidak seperti biasanya, saat mereka saling mengirim pesan, keduanya akan membalas dengan cepat, apapun isi pesan itu, namun kali ini Tomi memutuskan untuk tidak membalas pesan dari Tian. Tomi mungkin baru menyadari bahwa dirinya tertarik pada Nora, dia melihat Nora tidak seperti kebanyakan wanita yang dia kenal, Nora polos dan cantik, ada disaat Tomi berharap Tian tidak menyadari itu, namun kini mungkin Tian sudah menyadarinya, dia sangat kenal Tian, meskipun sahabatnya sangat suka berfoya dan bermain wanita, namun Tian tidak akan tidur dengan sembarang wanita bila bukan wanita yang benar-benar dia sukai, tapi saat ini sepertinya Tian terlalu gengsi untuk mengakui bahw
Nora terlihat tersenyum seharian, dia masih mengingat kejadian semalam, saat Tian memeluknya dan berakhir dengan intim di atas ranjang mereka, Nora yakin bahwa malam itu Tian melakukannya dengan sadar, tidak mabuk seperti waktu itu,” apakah itu berarti Tian sudah mulai mencintaiku?” batin Nora polos. Nora membawakan teh hangat ke ruang kerja Tian, sambil sesekali melirik ke dalam laptop yang sedang dikerjakan Tian dari pagi, Nora menunggu Tian setidaknya beristirahat untuk menemaninya minum the, namun Tian sepertinya tidak berniat meninggalkan pekerjaannya meskipun sesaat. “Ini tehmu, aku membuatkan brownies juga untuk membuatmu tidak kelaparan,” kata Nora sambil meletakannya disamping meja kerja Tian. “Terima kasih,” jawab Tian singkat sambil melihat ke wajah Nora lalu kembali memalingkan wajahnya ke layar laptopnya. Nora masih berdiri di depan meja kerja Tian, menata