Pikiranku kosong. Air mata mengalir begitu saja, tapi tidak seperti sebelumnya. Aku menangis tapi ada perasaan senang di dalamnya. Apa ada hal sesuatu yang telah terjadi? Apa aku pernah bertemu dengan Tom sebelumnya? Namun, Tom mengatakan bahwa dia belum pernah menemuiku. Jika dia belum pernah bertemu denganku, mengapa dia bisa mengutarakan perasaannya meski baru bertemu beberapa hari? Padahal kami baru dekat pada saat sedang berdansa.
Aku membasuh muka dan kedua tanganku. Aku melihat diriku sendiri di cermin. Riasanku mulai memudar, tapi aku tidak memikirkannya. Aku mencoba menenangkan detakan jantungku, dan air mataku sudah berhenti mengalir. Apa yang harus aku lakukan setelah ini? Rasanya akan canggung sekali. Aku tidak bisa mengatasinya.
Aku melamunkan diri di hadapan cermin. Tujuanku sebenarnya adalah mencari tahu mengapa aku hilang ingatan, tapi aku merasakan ada hal yang berbeda. Ada apa dengan ini? Apa aku mengingat sesuatu? Mengapa jantungku tidak bisa berhenti kembali normal? Ah, sial aku tidak bisa mengingat sama sekali.
Akhirnya aku bisa menenangkan diri, meskipun aku baru merasakan bahwa kepalaku sedikit pusing. Aku keluar dari kamar mandi, dan aku mendapati Marry sedang berciuman dengan laki-laki lain. Siapa itu? Lebih baik jika aku tidak mencampuri urusannya. Akan lebih merepotkan.
Tom menghampiriku. “Jane, kau tidak apa-apa? Aku khawatir, apa yang terjadi?”
”Aku baik-baik saja, Tom. Hanya saja kepalaku agak sedikit pusing.”
”Hei, Tom,” sahut laki-laki itu.
”Ada apa kau dengannya?”
”Ah, hanya berbincang-bincang biasa.”
”Aku harap kau tidak mendekati wanita itu.”
Rupanya Tom tidak melihat mereka sedang berciuman. Aku membalikkan badan, dan Marry sudah tidak ada di situ.
Williams datang menghampiri kami. “Ada apa? Mengapa semuanya berdiam di sini?”
”Hanya kebetulan,” ujar Tom, dan laki-laki itu pergi.
Kami hendak kembali ke ballroom. Langkahku terhenti. Kakiku tidak bisa bergerak seketika. Aku melihat Raja itu sedang berdiri di sana—dia berbincang dengan Raja Aaron. Masih untung dia tidak melihatku. Mengapa dia ada di sini? Apa dia tahu aku berada di sini? Siapa yang memberitahunya? Sedangkan aku mengatakan kepada Tom, bahwa aku hilang ingatan ketika terjatuh.
”Maafkan aku Tom. Sepertinya aku butuh udara segar. Kau bersenang-senanglah. Nanti aku menyusulmu,” aku berbisik kepada Tom.
Ternyata Williams sudah tidak ada di sampingku.
Aku bergegas pergi dari kerumunan. Karena gaun ini sangat merepotkan, jadi aku mengangkat sedikit agar bisa melangkah dengan leluasa. Sebisa mungkin aku harus menghindarinya. Astaga, aku harus bagaimana? Sedangkan mereka tampak akrab. Bagaimana jika Raja Aaron mengetahui bahwa aku mempunyai hubungan dengan Raja itu? Akan lebih merepotkan. Aku pasti akan terpaksa kembali ke sana.
Udara malam ini cukup dingin. Hembusan anginnya terasa sekali. Gaunku terlalu terbuka untuk saat ini. Biarlah. Mungkin hanya sebentar. Jika pesta ini hampir selesai, aku akan kembali. Aku memasuki ke dalam halaman depan, mencari sesuatu yang bisa aku duduki. Sedikit gelap, hanya dibantu oleh beberapa lampu taman. Itu pun hanya menerangi jalan yang bisa dilalui oleh kereta kuda. Aku mendapati sebuah taman dilengkapi dengan beberapa kursi taman—terdapat lampu yang menerangi kursi itu juga. Tidak terlalu gelap, dan tidak terlalu dingin. Aku bisa merasakan kehangatan di situ, meskipun hanya sedikit.
Aku menduduki kursi itu. Hanya bisa merenung apa yang harus kulakukan setelahnya. Aku benar-benar sangat bingung. Harusnya aku melakukan sesuai keinginanku, bukan diatur seperti ini. Sepertinya aku memang dari kalangan rakyat biasa. Terbukti bahwa pemikiranku ingin bebas, tidak terikat dengan aturan yang membuatku sesak seperti memakai gaun ini yang dilengkapi dengan korsetnya. Sangat tidak nyaman.
Seseorang menduduki kursi dan berada di sampingku. Aku menoleh ke samping. Dia Williams. Mengapa dia ada di sini? Apa dia pergi karena menghindari Marry?
”Sedang apa kau di sini?”
”Aku hanya mencari udara segar. Bagaimana denganmu?”
”Aku menghindari seseorang, lebih tepatnya ayahku.”
Ayahnya? Seperti apa ayahnya Williams? Inginku bertanya, tapi aku tahan. Aku tidak berani menanyakan lebih dalam.
Aku hanya mengangguk canggung.
”Um, Jane. Maafkan perkataanku tadi siang. Aku hanya khawatir jika kau kepanasan. Lebih khawatir jika kau terluka karena ikut melakukan permainan itu. Aku hanya menginginkan kau untuk duduk melihat kami. Aku tidak mempunyai maksud apa-apa, sungguh.” Dia menatapku.
Aku bisa melihat hembusan napasnya. Mungkin karena udaranya sangat dingin.
”Tak masalah. Bukan karena itu aku pergi.”
Dia mengerutkan dahinya. ”Kau mungkin tidak percaya. Aku memang belum mengenalimu saat itu. Namun, aku merasa panik ketika melihatmu terkapar begitu saja di atas rerumputan. Tidak ada luka, hanya saja kau tampak lemah. Aku pikir kau sudah mati. Aku mengecek nadimu, dan ternyata kau masih hidup.” Sepertinya bukan ini yang akan dia lontarkan, hanya saja dia tidak ingin membuatku tambah sedih.
”Terima kasih telah menyelamatkan nyawaku. Jika terlambat mungkin saja aku sudah tidak di sini mengobrol bersamamu.” Aku tersenyum.
Dia membalas senyumanku. Senyumannya sangat indah.
”Um, Jane.” Dia mengeluarkan sesuatu dibalik tuxedo-nya. Sebuah kotak.
”Sebenarnya aku menyiapkan lebih dari ini. Hanya saja, baru ini yang kubawa.”
Dia menyerahkan kotak itu kepadaku.
”Bukalah.” Dia tersenyum malu.
Aku membukanya, apa ini? Terlihat seperti ukiran dedaunan tapi tidak beraturan. Namun,dilengkapi beberapa berlian untuk menghiasinya agar terkesan lebih hidup. Ukurannya tidak terlalu besar, tetapi tidak terlalu kecil pula. Aku mengangkatnya dari kotak tersebut. Ternyata sebuah jepit rambut. Cantik sekali.
”Aku rasa ini cocok untukmu. Pakailah.”
Aku memakainya dan menjepit rambut depanku yang terurai.
”Bagaimana?”
”Cocok sekali.” Dia tersenyum. Aku baru melihatnya tersenyum seperti ini. Selama ini dia menyebalkan sekali, sehingga aku tidak pernah melihat bibirnya tersenyum.
Dia melepaskan tuxedo miliknya, dan memakainya kepadaku.
”Udara malam sangat dingin. Pakailah.” Aku bisa merasakan suaranya begitu dalam, hembusan napasnya masuk ke telingaku.
”Tidak usah, Wil. Nanti kau akan kedinginan.”
Dia hanya menggeleng dan tersenyum.
Sepertinya hari ini dia lebih banyak tersenyum daripada sebelumnya. Ah terserah, aku tidak mau memikirkannya. Bukannya lebih baik jika dia seperti ini?
Aku memakai tuxedo miliknya. Harum. Dia memakai aroma lebih lembut daripada Tom. Aroma yang khas dan cocok untuknya. Saat ini kami hanya terdiam. Aku bingung harus memulai percakapan apa lagi? Aku memutuskan untuk kembali masuk ke dalam kastil.
”Wil, sebaiknya kita kembali.” Aku bangun dari kursi, diikuti oleh Williams.
Aku mengembalikan tuxedo miliknya. Aku tidak enak, jika harus memakai tuxedo miliknya. Tidak sopan, kurasa. Ketika hendak keluar dari taman, Tom memergoki kami sedang berjalan. Dia berlari menghampiri kami.
”Jane, kau tak apa?” Dia memegang lenganku.
Aku mengangguk.
”Lebih baik kau masuk. Badanmu dingin sekali.” Dia melepas tuxedo miliknya, dan memakaikannya kepadaku. Aku sempat menolak, tapi Tom mungkin tidak sadar. Setelah terpasang di badanku. Dia memegang kedua bahuku dan merangkulku sambil berjalan.
Kami meninggalkan Williams. Aku benar-benar ingin mengajaknya masuk bersama-sama. Akan tetapi Tom sungguh mengkhawatirkanku, jadi dia mengabaikan kehadiran Williams.
”Aku tak apa, sungguh.”
”Aku melihat wajahmu memerah, Jane. Boleh aku pegang keningmu.”
Aku hanya terdiam.
”Badanmu panas, Jane. Sebaiknya kau istirahat dikamar. Biar aku mengantarmu.”
Aku hanya mengikuti perintah Tom.
”Di mana Williams?”
”Dia pergi begitu melihatku. Entah ke mana.”
Aku memasuki ballrom, Tom masih merangkulku. Aku hanya menunduk, aku merasa bahwa semua orang sedang melihatku dan itu membuatku merasa tidak nyaman. Aku ingin segera memasuki kamar. Kepalaku mulai terasa sangat berat. Jangan sampai pingsan, kumohon. Akan sangat memalukan jika aku sampai pingsan.
Tiba di kamarku. Tom membantuku untuk berbaring di atas kasur. Dia mengatakan bahwa, nanti pelayan akan membantuku menggantikan pakaian ini. Ya, memang benar. Baju ini terasa sangat sesak. Dadaku sakit, kepalaku pusing dan terasa berat, ditambah lagi badanku mulai terasa menggigil. Aku tertidur di saat seperti ini. Badanku memang membutuhkan istirahat. Aku terlalu berpikir sangat keras.
Sayup-sayup aku mendengar suara perasan air menetes ke bawah genangan air dalam suatu bejana. Tetesan air itu mulai menyentuh keningku. Terasa dingin sekali. Aku mulai membuka mata, memang masih terasa berat. Sepertinya aku tidak membuka mata secara menyeluruh. Entah ini rasa kantukku atau memang aku kelelahan. Amy melakukan ini untukku, dia sudah menyiapkan makanan. Sesungguhnya aku tidak berselera dengan makanan.Aku melihat di sebrang sana, Tom sedang duduk di sofa. Namun, ia sedang tertidur. Dia masih mengenakan kemeja yang semalam ia pakai. Apa semalaman dia tertidur di sini?Badanku masih lemas. Hanya saja aku mencoba untuk berdiri menghampiri Tom. Aku sempat dicegah oleh Amy, tapi aku mengabaikannya. Dia langsung pergi keluar begitu aku membawa selimut dari tempat tidurku, dan memakaikannya kepada Tom. Aku tahu ini sudah siang, tapi aku merasa kasihan sekali kepadanya. Dia mengkhawatirkanku sampai seperti ini. Tom, maafkan aku. Dia terbangun—menggosok matanya."Jane, mengapa ka
Semua orang hampir meninggalkan kamarku begitu Tuan Philip pergi, dan Williams ikut pergi untuk mengantarkannya.Tom masih di sini dan duduk di atas kasur. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan? Setelah kejadian semalam, aku benar-benar merasa canggung. Apakah aku menyakiti hatinya?Kepalanya masih menunduk. Aku sangat yakin dia ingin mengatakan sesuatu, akan tetapi mengingat kejadian semalam, itu membuatnya menjadi canggung. Aku tidak berani berucap, hanya saja pandanganku tidak berpaling darinya. Aku menatap rambutnya yang berwarna keemasan, rasanya aku ingin sekali menyentuh rambutnya yang lembut itu. Kemudian dia mulai menegakkan kepalanya, dan melihat bahwa aku sedang menatapnya.Aku benar-benar memalukan, mungkin dia berpikir jika aku memang sedang memperhatikannya. Meskipun itu memang benar, tapi aku berharap dia tidak berpikir seperti itu."Jane?""Ya? Ada yang ingin kau sampaikan? Aku tidak tahu harus berkata apa? Sedangkan kau hanya melamun menunduk ke bawah."Dia tersen
Keesokan harinya aku merasa bahwa tidak selamanya bermalas-malasan itu menyenangkan dan aku membutuhkan udara yang segar serta pemandangan luar yang cerah. Walaupun aku baru saja menghabiskan waktu sehari di sini, aku mulai bosan dengan udara yang aku hirup dan pemandangan di dalam kamar. Bukan waktu yang lama, tapi aku merasa jika waktu berjalan terlalu lambat. Dua hari terasa seperti dua bulan. Meski kamar ini sangat indah, mataku mesti melihat pemandangan dengan jangkauan yang lebih luas dan tentunya berada di alam terbuka.Setiap kali aku keluar kamar, Amy memergokiku. Dia melarang keras jika aku keluar kamar, dengan alasan perintah dari Pangeran Tom tidak bisa dilanggar. Aku muak mendengarnya, aku benar-benar bosan. Ketika aku mencobanya lagi, aku bertemu dengan Williams di depan pintu. Dia memelototiku. Dia yang lebih menyeramkan daripada ucapan Amy."Tidak bisa kah kau berdiam diri di kamar?" ketus Williams.Baru saja dia bersikap manis kemarin, dan hari ini sifatnya kembali ke
Aku memakai pakaian yang Williams berikan, aku berusaha tidak memedulikan sesuatu yang terjadi di balik pakaian ini. Meskipun terkadang ketika aku memperhatikan pakaian ini secara mendalam, kepalaku kembali terasa sedikit sakit. Aku merapikan pakaian di hadapan cermin, dan mengepang rambutku agak ke samping, yang seharusnya lurus ke belakang. Terlihat sedikit berantakan memang, karena aku melakukannya sendiri tanpa bantuan Amy. Aku belum memotong poniku, terlihat sangat panjang dan ikal, akan sangat mengganggu jika aku melakukan banyak aktivitas. Aku menjepit poniku dengan jepitan yang diberikan Williams. Setelah semuanya selesai, aku mengikat tali sepatuku. Sepatu boot yang panjang sehingga menutupi seluruh betisku. Jujur saja, aku lebih terasa nyaman mengenakan sepatu ini daripada sepatu yang berhak.Pakaian ini sangat melekat di tubuhku. Meskipun terlihat jelas lekukannya, aku masih bisa bernapas lega. Tidak seperti ketika mengenakan korset. Aku merasa sangat nyaman dengan pakaian
Aku melaju dengan kencang, gerbang kastil terbuka ketika prajurit melihatku. Aku bisa merasakan kecepatan ini, hampir saja angin menghempaskan tubuhku. Setelah sekian jarak yang aku tempuh, aku mulai memperlambat kecepatanku. Entah berapa jarak yang aku tempuh sampai sini. Aku bisa melihat pemukiman warga beberapa meter ke depan. Aku menuruni kuda yang kutunggangi, dan mengikatnya di bawah pohon besar sebelum memasuki ke pemukiman. Ketika aku memasuki pemukiman, di sini ramai sekali. Mereka sedang sibuk dengan masing-masing kegiatannya. Ada yang sedang bertransaksi jual beli, ada pula anak-anak yang sedang bermain berlari ke sana kemari. Ah, terasa sangat bergembira dan tidak ada beban hidup sama sekali. Mereka hanya senang bermain dengan riang. Aku merindukan masa kecilku. Meskipun aku tidak ingat sama sekali, tapi sepertinya aku banyak bermain daripada mempelajari suatu hal. Betapa bodohnya diriku. Aku mencari sebuah tempat agak sepi, untuk beristirahat. Akhirnya aku menemukan sebu
Apakah Tom akan memaklumiku jika aku benar-benar pergi dari sana? Apakah aku bisa bertahan hidup tanpa pekerjaan atau orang yang aku kenal? Apakah jika aku menetap di kediaman Tom, semua kekhawatiran akan terjadi? Apakah aku akan kembali ke Kastil milik Raja tua itu? Apakah aku bisa melalui itu semua? Apakah pada akhirnya aku akan hidup dengan tenang?Aku menghela napas, memikirkan bagaimana aku harus bertindak sekarang dan nanti? Aku tidak tahu harus bagaimana? Sejujurnya aku sangat bergantung kepada Tom dan Williams.Entahlah. Memikirkan semua kekhawatiran itu membuat kepalaku kembali terasa cukup sakit. Aku benar-benar ingin bebas, tanpa terkekang oleh siapa pun.“Jane?” Seseorang membuyarkan lamunanku.Aku mengangkat kepalaku. Williams memberikanku jepitan rambut."Kau menjatuhkan ini.""Maafkan aku, aku tidak berniat menghilangkannya.""Tidak, kau tidak perlu meminta maaf."Aku kembali memakaikannya dan wajahku berpaling ke arahnya. Aku baru menyadari bahwa pakaian yang Williams
Pemandangannya sungguh gelap dan berkabut tebal, tapi sepertinya ini bukan malam hari. Jarak pandangku hanya beberapa meter saja. Aku melangkah dengan perlahan-lahan. Suara ranting patah terdengar begitu jelas ketika aku menginjakinya. Aku berada di dalam hutan. Sunyi sekali, sehingga aku tidak mendengar apa pun bahkan suara serangga sekalipun. Aku hanya berjalan lurus, dan aku tidak tahu arah karena ini gelap sekali. Ada setitik cahaya di depan sana, aku mulai bergegas menghampirinya. Namun, jalan yang aku lalui kini menyempit, aku tetap memaksakan untuk berjalan menuju cahaya itu. Seluruh badanku mulai terasa sakit, seperti tergores benda tajam. Aku merasa bahwa jalan yang aku tempuh melalui tanaman berduri. Aku rasa demikian, karena jalannya seperti menyempit, tapi aku berusaha melalui ini semua dan berjalan ke arah sumber cahaya.Aku berhasil melewati tanaman berduri dan menghampiri sumber cahaya. Kedua lenganku penuh dengan luka tergores dan mengeluarkan darah. Aku membencinya, t
Udara siang hari terasa begitu hangat dan menyejukkan. Aku menikmatinya. Aku pergi keluar rumah begitu melihat pemandangan di luar sana. Cuaca yang cerah, langit biru yang bersih hanya dihiasi beberapa awan tipis. Rumput hijau, dan beberapa pohon cukup memberikan ketenangan untukku. Aku merasa bahagia hanya dengan melihat pemandangan seperti ini. Di tengah-tengah halaman terdapat pancuran air tapi tidak mengeluarkan air. Pancuran itu dihiasi oleh beberapa patung kuda dengan gaya yang sedang berlari. Terlihat indah dan mewah. Terdapat kolam yang memutar mengelilingi patung-patung kuda untuk menampung air tersebut. Aku mendekati pancuran itu. Um, menjijikkan! Genangan air di dalamnya berwarna hitam, lumut di sekitarnya sangat tebal. Jika aku menyentuh air itu, mungkin akan terasa kental dengan beberapa serangga yang menempel di tanganku. Aku benar-benar tidak sanggup hanya dengan membayangkannya. Jika aku adalah Philip, lebih baik aku menghancurkan pancuran air ini daripada memelihar