***Sepertinya, aku kembali pingsan. Kudapati diriku sudah terbaring di atas ranjang. Keadaan di mana Romi, Irwan dan Suamiku berada di kamar. Mereka mendekatiku saat tau aku sudah siuman. Menanyakan bagaimana yang kurasakan saat ini, dan apa keluhanku. Kutatap Romi lebih lama. Entah sejak kapan ada plester luka di dahinya, kuusap dahinya. "Ini kenapa?" tanyaku padanya. "Ii, ini luka, Ma." jawabnya. "Apa tadi Papamu memukulimu sampai terluka?" tanyaku melihat ke arah Suamiku. "Tidak Ma! ini bahkan sudah ada beberapa hari yang lalu.""Kenapa?" tanyaku curiga. "Dilempar sama Mila, Ma. Saat dia tahu aku menghianatinya."Kuhembuskan nafas beratku perlahan, kejadian tadi masih terasa baru saja terjadi. "Kemana Besan dan menantuku?" tanyaku mengitari pandangan ke semua arah. "Mereka sudah pergi." jawab Suamiku. "Masalah ini pasti berlanjut ke depan, takkan selesai begitu saja." gumamku. "Mereka pergi saat Mama pingsan. Alih-alih khawatir, Ibunya Mila malah mengkhawatirkan Video y
***Pagi ini hari Minggu, Suamiku menemaniku ke kamar mandi, memandikanku, dan sekarang sedang memakaikanku pakaian. Setelah selesai, tiba-tiba suara ketukan beberapa kali terdengar. Si Mbak yang hendak ke Pasar, membukakan pintu. Si Mbak mengantarkan orang yang datang itu ke kamarku, dia adalah Mila. Mila sendirian saja, tapi kali ini dengan raut tenang dan terlihat santai. Mendapati kehadiran Mila yang tiba-tiba, aku dan Suamiku saling pandang heran, "Ada apa Mila? sepertinya ada yang ingin kamu sampaikan?" tanya Suamiku. "Yah, ini ada kaitannya dengan Selingkuhannya mas Romi." katanya santai. Aku dan suamiku saling memandang, mengapa pula Mila datang ke sini, jika untuk membahas masalah rumah tangga mereka? "Bukankah itu bisa kau sampaikan saja pada Romi?" tanya Suamiku. "Aku tadi baru saja pulang ke rumah. Kudapati perempuan itu di sana. Aku juga sudah menyampaikan ini pada mereka.""Apa? Romi sudah menempatkan perempuan itu di sana?" tanyaku kaget. "Kenapa Ma? bukankah M
***Romi memandang Amanda sambil tersenyum. Romi juga memandang ke arah Suamiku yang tampak tenang dan siap mendengarkan penjelasan Romi. Aku yang sedari tadi menyiap-nyiapkan mental untuk mendengar pernyataan mereka, meremas seprai kuat-kuat. "Ada apa sebenarnya, Romi?" tanya Suamiku. "Anak yang ada di dalam kandungan Amanda ini, bukan anak Romi, Ma, Pa." ucap Romi santai. "Apa?!" aku terkejut. "Ya, ini anak dari sahabat Romi, Dodi Hartanto.""Ja, jadi, bagaimana ini sebenarnya, Romi?" tanyaku semakin cemas. "Ma, Pa. Ini adalah satu-satunya cara agar aku bisa bercerai dengan Mila.""Apa?!" aku semakin kaget. "Aku sudah lelah dituduh mandul terus sama dia. Ia dan keluarganya selalu membanggakan diri dan keturunan keluarganya, kalau mereka adalah keturunan yang subur. Dan akulah penyebab Mila tak kunjung hamil sampai sekarang. Ia tak mau dicerai, ia bahkan mengancamku jika aku menceraikannya, dia akan melakukan aksi menyiksa diri sendiri kemudian melapor ke Kantor Polisi agar aku
***"Curhat dong, Ma!?""Iyaaa, doong!""Begini, Ma. Aku punya menantu, awalnya sih setuju, tapi lama-kelamaan, jadi gak suka sama dia. Aku kepinginnya dia diceraiin aja deh sama anakku, gimana itu Ma?"Demikian, penggalan pertanyaan dari seorang Ibu-ibu Pengajian di sebuah Acara Dakwah di sebuah stasiun televisi yang menuai banyak komentar dari Warganet, yang setelah viral ternyata dinyatakan settingan. Kuusap dadaku membaca satu per satu komentar di sebuah akun gossip yang kufollow di akun Instagramku. Aku, seorang Ibu dari anak-anak laki-laki yang semua sudah menikah, berdoa agar dijauhkan dari sikap seorang Ibu yang menginginkan perceraian terhadap rumah tangga anak menantunya. Komentar-komentar yang kubaca kebanyakan adalah dari para menantu yang memiliki mertua serupa, dan ada pula yang beradu nasib di sana. Aku sebagai 'silent Rider' hanya bisa mengelus dada. Apa iya, di luar sana banyak sekali menantu yang terzolimi? apa iya, para Mertua kebanyakan adalah penzolim karna mera
***"Kamu, punya akun Instagram?"Irma yang tadinya hendak melangkah, terhenti seketika. Ia kemudian menoleh, "Ah, Ma. Dulunya ada sih, tapi sekarang kayaknya udah gak aktif lagi.""Kenapa?""Yaaa, jangankan buka-buka IG, beli paket data aja Irma kadang-kadang.""Benarkah? bukannya gaji Irwan itu lumayan besar ya? pasti bisa dong untuk sekedar beli paket data.""Yaaa, andai saja Mas Irwan gak gila sama game online-nya. Mungkin kebutuhan rumah tangga kami bisa tercukupi, Ma.""Astagfirullah, benar-benar ya itu anak! ya udah, nanti kamu suruh aja dia ke sini, ya!" aku mulai sedikit emosional. "Ah, jangan Ma! gak usah! nanti kami bisa berantem.""Kamu tenang saja, Mama akan memarahi dia!""Iii, iya, Ma. Irma ke Pasar dulu ya! nanti kesorean. Assalamu'alaikum.""Wa'alaikum salam"Irma menstarter motornya, seiring perginya Irma, hatiku benar-benar seperti diremas-remas. Bisa-bisanya anak yang kudidik dari kecil, sanggup menzolimi anak istrinya seperti itu. Kuraih HPku, dan kutelfon Irw
***Membaca komentar itu, hatiku benar-benar tak tenang. Batinku yakin kalau itu adalah benar-benar Irma menantuku. Suara ketukan pintu menyadarkanku dari kerisauan. Suamiku pulang dari Masjid, ia mendekatiku saat didapatinya aku yang tak seperti biasanya. "Kenapa sih?""Aaah, bukan apa-apa, Pa.""Kalau bukan apa-apa, kenapa kelihatan risau begitu?"Aku hanya diam, kupegang erat HP yang malah membuat suamiku curiga. "Kamu sedang cemas karna apa?" tanyanya sambil meraih HP yang kupegang. Diamatinya layar HP yang masih terbuka itu, ia usap beberapa kali. "Hmmm, akun gossip? ini yang bikin kamu risau?""Bukan koook...!" "Udah tau akun gosip, pasti banyak mengandung mudharat daripada manfaat. Begini deh contohnya, suami pulang, bukannya disambut dengan senyuman, malah wajah risau yang kelihatan.""Is Papa, bukan karna akun gossip ini kok. Nah tuh, azan Isya. Mama mau ambil wudu dulu deh. Lagian Papa tumben pulang sebelum Isya?""Ah, itu... Papa rasa-rasanya malu sekali tadi di Masji
***Saat Romi sudah pergi, aku masuk ke dalam. Kudapati Suamiku sedang berdiri di balik jendela ruang tamu. Rupanya dia mengamati kami sedari tadi dari dalam. "Kenapa malah kamu berikan gelang itu, Ma?" tanya Suamiku. "Mama gak punya pilihan lain, Pa, maafkan Mama ya. Lagian, mereka berjanji akan menyicilnya juga.""Kamu percaya? Papa sih, enggak!""Jangan begitu Pa, sama anak dan menantu sendiri kok gak percayaan.""Saran Papa, lebih baik Mama ikhlasin deh itu gelang. Anggap sudah hilang atau gak pernah ada sama sekali. Daripada nantinya berharap-harap setiap si Romi gajian, eh ujung-ujungnya, Mama yang sakit hati.""Romi pasti menyicilnya, Pa."Suamiku menghela nafas dalam, ia menggeleng-geleng dan menepuk pundakku. "Jangan terlalu difikirkan, Pa. Yang penting sekarang, mereka udah gak dikejar-kejar sama Rentenir itu lagi.""Awal mereka berhutang itu kan, karna telat bayar Angsuran mobilnya, kan? lantas, gimana tuh nantinya?""Ya sudahlah, mereka juga pasti memikirkannya. Sudah a
***Kuperhatikan beberapa postingannya, kebanyakan gambar dan video tentang produk yang ia jual. Ada beberapa foto pribadi, foto Dion anaknya, foto ia dan suaminya, dan foto keluarga besarnya. Sama sekali tak ada fotoku atau suamiku. Bahkan ada foto-foto momen lebaran, ia hanya memposting foto ia, suami dan anaknya, dan beberapa foto keluarga besarnya. Padahal setiap berlebaran di rumah ini, mereka tampak heboh berswa foto dan video.Setidak sudi itukah menantuku memposting fotoku dan suamiku di media sosial mereka? ah, mungkin memang kami tak begitu berkesan di hati mereka. Tiba-tiba kulihat Irma baru saja update story, 'Halah, sok tegas! biasa juga takut sama bini. Adil apanya? pilih kasih sih tepatnya! makan tuh harta, udah bau tanah padahal. Mau dibawa mati kali tuh semuanya.'Aku terkejut membaca story-nya. Apakah Irma yang kukenal memang terbiasa berkata-kata kasar seperti ini? lantas, kepada siapa kata-kata itu ia tujukan?Kucoba melihat akun-akun apa saja yang ia ikuti. Te