Share

6. Teman Mommy

Pesawat Gulfstream jet mengudara meninggalkan Jerman. Aldric memandang ke luar jendela. Kenangannya di Bali ternyata bukan hanya tentang bisnis. Pantas saja dulu saat ia meninggalkan Bali, ia seperti merasa meninggalkan sesuatu yang berharga.

Marvin yang duduk persis di depan Aldric, melirik bosnya. Pengusaha terkenal di beberapa negara itu sedang mengusap-usap bibir dengan ibu jarinya. Matanya memandang Jerman yang semakin menjauh. Asisten setia itu tidak berani menerka ke mana pikiran bosnya saat ini.

“Aku ingin ada yang menjaga Sandra dan Alex di Jerman, Marv,” ucap Aldric pelan namun jelas terdengar oleh Marvin.

“Baik, Tuan. Akan saya siapkan pengawal untuk mereka.”

“Jangan sampai Sandra curiga. Minta para pengawal itu menyamar.”

“Siap, Tuan.”

Sekembalinya Aldric dari Jerman, ia tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Hati dan pikirannya terus menerus dibayangi Sandra dan Alex. Berkali-kali ia melihat foto maupun video kebersamaannya di Jerman yang diam-diam diabadikan sang asisten.

Aldric saat ini sangat sibuk. Ia mulai mendapat jadwal untuk berkampanye di beberapa tempat. Pengusaha yang memang terkenal dingin namun memiliki jiwa sosial tinggi itu mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak.

“Anda mendapat jadwal untuk berkampanye pada komunitas warga Asia yang telah memiliki green card di Inggris, Tuan,” ucap Marvin.

“Warga Asia?”

“Benar, Tuan. Mereka terdaftar sebagai calon pemilih pada pemilihan gubernur tahun ini.”

“Apa pekerjaan mereka?”

“Sebagian besar pengusaha dari berbagai ras, termasuk Indonesia.”

Mendengar nama Indonesia, Aldric langsung menghentikan kegiatannya yang sedang menandatangani beberapa berkas. Selalu saja ada yang mengingatkannya dengan Sandra. Seolah ada daya magnet yang menariknya kembali saat ia berada di Bali, Indonesia.

Akhirnya Aldric bertemu dengan para pengusaha Asia. Mereka saling berdiskusi dan mengungkapkan kendala-kendala yang mereka alami sebagai imigran legal di Inggris. Hingga di akhir pertemuan, politikus yang terdaftar sebagai calon gubernur itu mendapat kesempatan untuk berbicara dengan salah satu lelaki yang berpakaian gamis.

“Tuan Aldric, terima kasih atas diskusinya. Semoga kaum muslim kelak dapat menambah rumah ibadah baru yang kami butuhkan.”

“Terima kasih kembali, Ustadz. Ehm … boleh saya bertanya sesuatu?”

“Tentu saja.”

“Saya pernah mendengar kata mahram. Apa sebenarnya arti dari mahram itu Ustadz?”

Lelaki yang dipanggil Ustadz tersebut tersenyum simpul mendapatkan pertanyaan dari Aldric. Ia mempersilahkan Aldric duduk di depannya. Setelah itu, ia memberikan satu buah buku tentang Islam.

“Mahram adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi karena sebab keturunan, persusuan atau pernikahan dalam syariat islam,” jawab Ustadz.

“Selengkapnya Anda bisa membaca sendiri pada buku ini. Silahkan, buku ini untuk Anda,” imbuhnya lagi.

Aldric menerima buku tersebut. Ia masih belum mengerti apa yang ustadz tersebut jelaskan. Namun waktu mereka memang hanya sedikit. Ustadz mengatakan pada lelaki di hadapannya bahwa ia bebas menghubunginya kapan saja untuk bertanya tentang islam.

Setiap akhir pekan, Aldric melakukan kunjungan rahasia untuk menemui pemuka agama bernama Ustadz Rachman tersebut. Lelaki yang selalu menggunakan gamis itu selalu ramah serta sabar dalam menjawab setiap pertanyaan. Ia juga menerima Aldric dengan sangat baik, sehingga lama kelamaan, calon gubernur itu semakin tertarik mempelajari islam.

“Jadi sebenarnya Anda penasaran mempelajari islam karena melihat teman Anda tersebut sekarang menggunakan hijab?”

“Kira-kira begitu. Apa itu salah?”

“Tidak ada yang salah jika Anda ingin mempelajari sesuatu dengan niat yang baik. Allah membuka pintu hidayah atau petunjuk kepada siapa pun dengan cara yang tidak terduga.”

Secara garis besar, Aldric mendapatkan penjelasan, bahwa Sandra kemungkinan telah bertobat pada dosa besar yang pernah ia lakukan. Pengusaha kaya raya itu menahan napasnya mengingat dosanya sendiri.

***

“Daddy Luke,” seru Alex. Anak lelaki itu berlari dan langsung melompat ke dalam pelukan lelaki yang baru saja datang ke apartemennya.

“Hey boy.” Luke, kakak kandung Sandra menciumi kedua pipi keponakannya.

“Daddy bawa puzzle yang aku minta?”

“Tentu saja, anak pintar.”

“Yeayy … aku tidak sabar mau menyelesaikan puzzle itu.”

Malam harinya, Alex dan Luke bermain di ruang keluarga. Sandra mengambil kesempatan tersebut untuk keluar dan bersenang-senang bersama teman-temannya. Sambil menemani keponakannya bermain, kakak kedua Sandra itu menonton siaran berita bisnis dunia.

“Apa dia orang terkenal?” Alex menunjuk lelaki yang sedang berada di layar kaca televisi mereka.

“Terkenal di Eropa. Dia pengusaha sukses, kaya raya dan kini sedang mencalonkan diri menjadi seorang gubernur,” jawab Luke seraya mengusap sayang kepala Alex.

“Dia pernah datang menemuiku di sekolah. Dia bilang dia teman Mommy.”

Dengan tatapan tak percaya, Luke menatap keponakannya yang berbicara sambil tetap bermain. Apa Alex salah orang? Aldric Rafantino Osborn datang menemuinya di sekolah?

“Oh ya? Lalu kalian bicara apa?”

“Aku bertanya apakah dia daddyku karena wajahnya sangat mirip dengan wajahku.”

Bagai terkena sengatan listrik, Luke berjengit kaget, membulatkan matanya dengan mulut terbuka. Ditatapnya bergantian antara layar datar di hadapan mereka dengan wajah sang keponakan. Alex benar. Ia adalah versi mini lelaki tampan yang terkenal di Inggris tersebut.

“Ehm.” Luke berusaha menjernihkan tenggorakannya. “Lalu dia bilang apa?”

“Dia tidak menjawab. Saat aku bertanya pada Mommy, ia juga tidak menjawab pertanyaanku,” balas Alex tak acuh.

Lelaki yang sedang bersama Alex itu berusaha mencerna informasi yang baru saja ia dapatkan. Selama ini, keluarganya memang tidak memaksa Sandra untuk mengungkapkan siapa ayah kandung Alex. Apalagi saat dinyatakan hamil, adik perempuan satu-satunya itu mengatakan ia tidak tau siapa yang tidur dengannya karena ia sedang mabuk.

Orang tua mereka kemudian menyetujui keputusan Sandra untuk tinggal di Jerman. Selain untuk menghindari gunjingan sanak keluarga, adiknya itu memang mendapatkan beasiswa belajar di negeri ini. Secara berkala, anggota keluarga selalu bergantian menemani satu-satunya anak perempuan keluarga Javier.

Setelah Alex terlelap. Luke memikirkan kembali percakapannya dengan sang keponakan. Ia lalu meraih laptopnya dan mencari banyak informasi tentang Aldric melalui media sosial. Luke memutuskan menelpon seseorang.

“Leah?” Luke berbicara dengan sahabat dari adiknya.

“Kak Luke? Apa ada sesuatu dengan Sandra?” tanya seseorang di sana dengan nada khawatir.

“Tidak. Jangan khawatir. Sahabatmu dan putra tampannya baik-baik saja.”

“Alhamdulillah. Lalu, ada apa, Kak?”

“Kamu ingat saat Sandra menjadi liaison officer di Bali? Apa adikku itu pernah bercerita ia menjadi LO untuk pengusaha negara mana?”

Jawaban Leah membuat Luke mengerutkan keningnya dalam-dalam. Nama yang diucapkan Leah benar-benar membuat darahnya mendidih. Tangannya mengepal kuat menahan amarah yang bertahun-tahun lalu ia dan keluarganya simpan.

Comments (14)
goodnovel comment avatar
Aisah Muhammad
Kok bab selanjutnya ga bisa dibuka jdi penasaran nih
goodnovel comment avatar
Aisah Muhammad
Maaf gimana cara membuka ban selanjutnya
goodnovel comment avatar
Ayu Riani
seru,,, dan hars sabar menunggu hehe
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status