Ervan baru tiba di kediamannya dengan raut wajah lelah dan pusing. Bagaimana tidak pusing? Dalam waktu dekat, Ervan harus menikah dengan karyawannya sendiri. Tak pernah terbayangkan dalam benak Ervan, dirinya akan menikah dengan paksaan seperti ini. Semuanya terasa rumit bagi Ervan. Padahal Ervan belum siap dengan komitmen.
"Tapi, kok dia mau sama kamu?"
Ervan kesal dengan ucapan ayahnya yang terakhir. Namun, entah mengapa dirinya hanya tersenyum sekilas karena tak punya tenaga. Entah apa yang bisa dibanggakan dari Gea, sampai ayahnya begitu bahagia mendengar kabar ini?
"Kayaknya udah kebelet deh, Ma," celetuk Bagus. "Maklum, dia kan bolak balik ganti pasangan. Tapi nggak ada yang langgeng."Suasana tegang tiba-tiba berakhir setelah celetukan dari Bagus. Ervan hanya bisa bersungut menatap sang ayah yang tidak bisa mengendalikan ucapannya. "Nggak gitu juga kali, Pa. Aku nikah kan karena desakan kalian juga. Memangnya mau aku jomblo terus?""Ya nggak dong," ujar Nurma."Yaudah. Besok biar aku bawa dia ke sini. Sekalian kenalan sama Mama. Kalau Papa udah tahu orangnya. Aku mau mandi dulu. Gerah," pamit Ervan dan langsung beranjak pergi ke kamar sambil memungut dasi dan jas yang terjatuh di lantai.Sedangkan Bagus dan Nurma tampak tersenyum bahagia. Walaupun dadakan, mereka tetap senang karena Ervan akhirnya akan melepas masa lajang dalam waktu dekat."Punya mantu kita, Ma!"****Di tempat lain, Gea juga menceritakan rencana pernikahannya dengan Ervan pada sang Ibu. Hal tersebut tentunya membuat sang Ibu yang bernama Lastri Haryani hampir pingsan mende
Untungnya, Gea dapat mengendalikan ekspresinya dengan cepat. Dia tidak mau diejek oleh pria di hadapannya ini."Ooh," ucap Gea singkat."Gitu aja responnya?"Ervan menatap Gea penuh selidik. "Hhm?" Gea menatap bingung. "Terus, saya harus gimana dong?""Ya, setidaknya seneng gitu. Happy. Bukannya cewek-cewek bakalan happy ya kalau dikenalin ke calon mertuanya? Kamu kok enggak?"Gea menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia juga bingung harus bereaksi apa. Dia memang terkejut karena belum pernah mengalami hal ini sebelumnya. Tapi, apa harus senang menemui orang tua dari pria yang telah menodainya?"Ehm, ya mungkin karena kita nggak saling cinta kali," ujar Gea asal. "Makanya saya biasa aja. Bapak, eh Mas Ervan juga nggak cinta kan sama saya?"Deg!Kini, gantian jantung Ervan berdetak kencang. Entah apa yang terjadi, yang jelas, dirinya hanya bisa mendengus kesal. Ia tidak menduga respon Gea akan seperti itu. Memang mereka menikah tanpa cinta. Tapi, setidaknya berikan respon yang bisa mem
"Ups!" Gea menutup mulutnya karena sudah salah panggil. "Iya, maaf. Kok nomornya beda?" tanyanya kemudian."Bedalah. Ini nomor khusus. Yang biasanya nomor untuk kantor sama yang lain-lain. Ini khusus buat nelpon kamu sama orang tuaku aja."Gea mengatupkan bibirnya. Merasa dispesialkan oleh pria sangar nan menyebalkan itu. "Nggak usah mikir yang aneh-aneh dan nggak usah kepedean," celetuk Ervan tiba-tiba."Ish!" desis Gea kesal."Yaudah jangan lupa disimpan."Bip!Belum sempat Gea menjawab, panggilan sudah diakhiri oleh Ervan. Gea yang geram dan kesal hampir saja melempar ponselnya."Huft!"Emosi Gea terus terkuras hari ini hanya karena berhadapan dengan makhluk kurang ajar itu. Gea pun memutuskan untuk tidur.Mulai detik ini dan seterusnya, Gea harus terbiasa dengan sikap Ervan yang labil seperti anak ABG, meskipun usianya sudah 30 tahun!*****Gea tiba di kantor pukul 07.30 pagi, seperti biasanya. Meski dia sebentar lagi akan menjadi istri dari pria itu, Gea tidak bermegah diri. Dia
Belum sempat membalas, Ervan sudah berjalan santai keluar dari ruangan Gea. Pria itu seolah tak peduli dengan ocehan Gea. Dia menganggapnya sebagai pembalasan dendam karena Gea sudah berani melawannya akhir-akhir ini."Ih!" Gea menghentakkan kakinya ke lantai. Menatap Ervan yang sudah menghilang di balik pintu. "Ngeselin banget tuh orang! Andai cekik orang nggak berdosa, udah gue cekik dia sampai mati! Ya Allah, kok ada sih cowok nyebelin kayak dia? Sumpah, bisa makan hati gue."*****Sesuai dengan janji, Gea diajak Ervan untuk menemui Nurma dan Bagus di rumah. Sebelumnya, Gea sudah bertemu Bagus saat di kantor. Tapi mereka tidak terlalu banyak bicara karena kesibukan masing-masing. Dan sore ini, Gea dan Ervan akan membahas masalah pernikahan dadakan itu.Sesampainya di rumah Ervan, Gea disambut baik oleh Nurma dan Bagus. Ada sedikit rasa gugup di hati Gea karena harus bertemu camer alias calon mertua."Ma, ini dia cewek yang Papa bilang tadi," ucap Bagus sumringah."Wah, ternyata ka
Gea mengehntikan langkahnya dan menatap Ervan dengan tetap membuka pintu mobil. "Nggak usah, Mas. Baju pengantin Mama saya masih bisa dipakai kok. Buang-buang uang kalau harus beli lagi.""Masa kamu pakai baju bekas? Aneh," celetuk Ervan."Hhh! Saya cuma nggak mau mubazir, Mas. Biarin aja baju bekas, yang penting masih bagus dan cantik."Ervan mendengus. "Ck! Yaudah terserah. Buruan turun!""Dih, sewot amat!" gerutu Gea sambil turun dari mobil dan menutup pintu mobil Ervan.Tak lama, Ervan melajukan mobilnya meninggalkan Gea. Keduanya tak tampak seperti sepasang calon pengantin yang akan menikah.*****Pagi ini, Gea membantu Lastri untuk membuat makanan. Kebetulan hari ini Gea sedang libur karena hari minggu. Sepulang dari rumah Ervan kemarin, Gea langsung mengatakan pada Lastri bahwa calon mertuanya akan datang berkunjung."Ge, coba dicicipi," ujar Lastri, menyodorkan sendok berisi kuah kari yang sedang ia masak. "Udah pas belum asinnya?"Gea menerima sendok itu dan mencicipinya. Be
"Nggak apa-apa. Simpan aja ya."Gea menatap Lastri sejenak. Melihat Lastri tersenyum dan mengangguk, akhirnya Gea menerima dari calon mertuanya itu."Makasih, Ma," ucap Gea.*****Dua hari kemudian, Ervan mengajak Gea untuk fitting gaun pengantin. Sebelum pergi, mereka sempat berdebat karena Gea sudah mengatakan akan memakai gaun pengantin Lastri. Tapi Ervan tetap ngotot untuk mengajak Gea karena desakan Nurma."Mas maksa banget sih!" gerutu Gea saat di perjalanan. Bibirnya sudah mengerucut karena kesal."Yang maksa itu Mama, bukan aku," celetuk Ervan tak kalah kesal. "Lagian tinggal nurut aja susah banget sih! Bukan kamu yang bayar."Gea melotot dan mencubit lengan Ervan. Seketika Ervan meringis lalu memberi tatapan tajam ke arah Gea walau hanya sekilas. "Berani banget kamu nyubit aku!" protes Ervan."Kenapa? Nggak suka?""Ya iyalah!""Makanya, kalau ngomong itu dijaga. Jangan asal ciut aja. Kan ini juga karena salah Mas Ervan. Coba kalau Mas Ervan nggak mesum, otomatis saya nggak ru
Ervan menghentikan mobilnya di depan pekarangan rumah Gea. Sejak tadi, keduanya hanya saling diam dan sekarang pun suasana masih hening. Gea memberanikan diri menatap Ervan."Mas, tadi itu ….""Jangan bahas tentang dia," potong Ervan dengan datar.Gea pun memilih untuk tidak melanjutkan kalimatnya. "Saya permisi."Saat pintu mobil terbuka, Ervan berkata, "Aku berubah pikiran.""Hah?" Gea yang baru saja mengeluarkan satu kakinya pun langsung menatap Ervan. "Maksudnya?""Kamu boleh pakai gaun pengantin punya Mama kamu. Kita nggak perlu fitting lagi. Nanti aku pakai jas punya Papa aja," jelas Ervan."Oh, oke.""Yaudah, turun," perintah Ervan.Gea tersenyum getir, lalu pamit. "Permisi, Pak.""Mas!" tegas Ervan."Oh iya, Mas. Permisi."Gea melangkah keluar mobil sambil memukul pelan bibirnya. Kebiasaannya memanggil Pak sudah mendarah daging. Sampai terkadang lupa harus membiasakan diri memanggil Mas saat berada di luar jam kantor.'Bego banget gue,' batin Gea.***Tiga puluh menit kemudian
Senin pagi, Ervan disibukkan dengan rapat penting untuk membahas kemajuan proyek. Di dalam ruang rapat juga ada Bagus. Mereka membahas beberapa hal penting dan tugas Gea mencatat hasil rapat di buku catatan miliknya.Saat semua orang sibuk bekerja, tiba-tiba seorang wanita nyelonong masuk ke ruang rapat. Padahal rapat masih berlangsung."Mas Ervan!"Semua peserta rapat menoleh ke arah pintu. Ervan dan Gea terkejut melihat kehadiran wanita itu.'Dia lagi!' batin Ervan kesal.Ervan menatap Bagus dan berbisik, "Aku tinggal sebentar ya, Pa.""Iya. Itu siapa, Van?" tanya Bagus yang juga berbisik di telinga Ervan."Itu Intan, Pa. Mantan aku dulu.""Ooh." Bagus hanya ber-oh ria sambil manggut-manggut. Tak ada respon lain.Mendapat persetujuan dari Bagus, Ervan bergegas menarik paksa Intan untuk keluar dari ruang rapat. Membawanya ke ruang kerja dengan rasa kesal.