"Aku nggak akan minta kamu melakukan pekerjaan rumah, karena aku punya asisten rumah tangga yang aku pekerjakan. Aku juga nggak akan menuntut banyak hal dari kamu, aku hanya minta satu hal sama kamu." Alfan tak langsung berbicara, dia menarik nafas dalam -dalam sebelum kemudian kembali berkata.
"Aku hanya minta kamu menyayangi Kania." Ucapnya dengan tatapan penuh harap.
"Aku terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan, hingga Kania merasa kurang kasih sayang dari orang tuanya. Itulah sebabnya aku minta kamu agar lebih banyak meluangkan waktu untuk Kania. Setidaknya, ada orang yang menemaninya bermain, atau membacakan cerita dongeng sebelum dia tidur." Penjelasan berhasil membuat Dara merasa terenyuh.
"Deal." Balas Dara seraya mengulurkan tangan kanannya sebagai tanda kesepakan yang dibalas uluran tangan pula oleh Alfan.
"Awalnya aku kira kita butuh perjanjian hitam di atas putih, tapi sekarang kurasa tidak perlu. Karena jika kamu mengingkarinya aku punya bukti ini yang lebih akurat." Yaitu perbincangan antar keduanya yang sudah direkam di dalam handpone Dara.
"Kamu bisa pegang kata-kataku." Ucap Alfan bersungguh-sungguh. Sedangkan Dara hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Ya sudah sekarang kita sarapan dulu, mungkin orang tua aku hari ini bakal di sini sampai besok." Lanjutnya seraya berjalan terlebih dahulu dan Dara hanya mengekor di belakangnya. Tiba di ruang makan Dara sudah melihat banyak makanan yang tersaji di meja makan. Alfan sendiri langsung menarik kursi dan mendudukkan bokongnya hal yang serupa dilakukan oleh Dara.
"Ayo Dara makan yang banyak. Enggak perlu sungkan karena sekarang kamu juga bagian dari keluarga ini." Ucap mama Alfan diiringi senyum di wajah ayu nya dan dibalas dengan senyuman pula oleh Dara.
"Oh iya, Al, kalian ada rencana bulan madu ke mana?" Tanya papa yang berhasil membuat keduanya tersedak. Keduanya saling diam hanya tatapan mata mereka yang berbicara seolah tak begitu penting rencana bulan madu mereka.
"Emmm..... aku sama Dara belum ada rencana bulan madu, Pa. Kerjaan di kantor lagi banyak. Jadi nggak akan memungkinkan kalau harus bulan madu dalam waktu dekat ini. Iyakan, Ra?" Tanya Alfan kepada istrinya yang lebih tepat dibilang sebuah pernyataan. Sedangkan sang istri hanya mengangguk disertai dengan senyuman.
"Ohh kirain bakalan langsung bulan madu, jadi nanti biar mama yang akan jaga Kania." Timpal sang mama.
"Papa emang bulan madu itu apa?" Tanya Kania yang sedari tadi tak mengerti dengan pembicaraan keluarganya.
"Emmm....bulan madu ya sayang?, bulan madu ya..ya.. jalan-jalan." Jawab Alfan tergagap.
"Ohhh... berarti kalau papa dan Kania jalan-jalan namanya kita sedang bulan madu ya, Pa?" Tanya Kania dengan polosnya yang membuat sang ayah menggaruk kepalanya yang tak gatal. Sedangkan Dara beserta kedua orang tua Alfan hanya tertawa mendengar betapa lucunya Kania.
"Nggak dong sayang. Kalau Kania sama papa tetep namanya liburan." Jelas Alfan lagi.
"Kata papa tadi bulan madu berarti jalan-jalan ,terus kenapa sekarang bilang kalau sama Kania namanya bukan bulan madu. " Protes Kania. Sedangkan orang yang berada di meja makan tersebut hanya geleng-geleng kepala dengan sikap kritis Kania.
"Kalau Kania sudah besar, Kania pasti bakal mengerti sama yang dimaksud papa tadi." Ucap Dara setelah sedari tadi hanya menyimak obrolan antara anak dan sang ayah.
"Ya sudah deh, orang dewasa memang ribet. Kania jadi pusing." Ucapnya yang langsung mendapat cubitan di pipi oleh Dara karena memang posisi makan yang bersebelahan di antara keduanya. Lalu kembali hening suasananya, hanya terdengar dentingan sendok yang bertabrakan dengan piring yang saling menyahut.
"Kania sudah selesai kan makannya?" Tanya Alfan yang dibalas anggukan kepala oleh Kania.
"Oke berarti saatnya kita berangkat sekolah. Oh iya Kania nanti bakal diantar sama papa dan mama. Kania senang tidak?" Tanpa bertanya pun Alfan dapat melihat raut bahagia di wajah sang putri. Akhirnya, setelah sekian lama sang putri kini dapat merasakan kasih sayang layaknya teman sebayanya tak ia dapat dari sosok yang melahirkannya ke dunia.
"Senang dong, pa. Jadi sekarang Kania boleh panggil tante Dara jadi mama dong." Kata Kania tak kalah antusias. Pasalnya dia sudah sangat lama menanti momen di mana dia dapat memanggil seorang wanita dengan sebutan mama yang baru bisa terealisasikan sekarang.
"Kenapa harus tanya?, sekarang Kania bisa panggil tante dengan sebutan mama." Mama....ahhh sampai sekarang aku merasa belum terbiasa dengan panggilan itu, masih terasa seperti...... ahhh yang pasti menggelikan sekali, dan kalian perlu tau bahwa dalam mimpi sekalipun tak pernah aku berpikir bahwa anak yang akan memanggilku dengan sebutan mama adalah anak dari teman sekantorku, Alfan.
"Hore.... akhirnya Kania bisa seperti teman -teman Kania yang lain. Kania sekarang punya mama." Kata Kania yang membuat Dara tersenyum miris. Begitu inginkah Kania memanggil mama?, hingga hanya dengan panggilan tersebut ia dapat melihat sorot mata berbinar di wajahnya.
"Kenapa ada seorang ibu yang tega meninggalkan seorang anak bahkan anak itu belum bisa melakukan apa-apa, bahkan makan dan minum pun harus orang lain yang melakukan?, bahkan seekor hewan pun tak akan tega meninggalkan anaknya sendiri, apa salah kamu nak hingga ibu kamu tega ninggalin anak selucu kamu?" Batin Dara bertanya.
********
Suasana sepi hanya suara dari radio yang diputar yang mengisi perjalanan mereka bertiga ke sekolah Kania. Alfan yang fokus menyetir mobil, sedangkan di jok belakang Dara dan Kania pun tak bersuara. Sesekali Kania bertanya tentang apa pun yang dilewatinya. Seperti saat di lampu merah ia melihat anak kecil yang mengamen atau ada pula mengemis, Kania pasti akan bertanya apa anak-anak tersebut tidak sekolah?, atau mengapa mereka harus mengemis?, lalu ke mana orang tua mereka?, bukankah harusnya mereka masih harus menuntut ilmu.
"Mereka adalah anak-anak yang kurang beruntung, bisa jadi mereka berpisah dengan orang tuanya. Jadi Kania harus lebih bersyukur karena hidup Kania lebih beruntung dari mereka." Begitulah jawaban yang di berikan Alfan, dia tak mau hanya karena Kania sempat berpisah dengan ibunya, Kania menjadi anak yang kurang bersyukur. Dalam kehidupan sehari-hari Alfan sebisa mungkin menanamkan nilai agama bagi putrinya. Ia tak mau apa yang dilakukan ibunya Kania kelak dilakukan oleh Kania. Siapa pula yang bisa menjamin putrinya tak akan melakukan hal serupa dengan ibunya jika sedari kecil tak ia ajarkan pemahaman agama.
Mobil berhenti di halaman sekolah Kania, Alfan turun membukan pintu belakang mobil di mana Kania yang turun lalu disusul oleh Dara. Mereka berjalan bergandengan tangan layaknya sebuah keluarga yang bahagia. Dara memindai sekeliling, sekolah yang lumayan bagus. Dapat Dara lihat bahwa Kania bersekolah di tempat yang bisa dikatakan mewah, terbukti dari banyaknya mobil mewah yang keluar masuk gerbang sekolah. Ya wajarlah namanya juga anak satu-satunya. Begitu pikir Dara. Mereka mengantar Kania hingga memasuki halaman sekolah.
"Kamu yang baik-baik disekolah ya Princess, sekolah yang rajin, nanti papa yang akan jemput Princess pulang sekolah oke." Kata Alfan tersenyum seraya melingkarkan jari telunjuk dengan ibu jarinya ala anak-anak muda.
"Mama Dara nggak ikut, Pa?"
"Mama Dara pasti capek, biar nanti papa saja yang jemput Kania." Kembali Alfan menjawab.
"Oh oke deh, nanti Kania di jemput papa saja. Mama istirahat saja di rumah." Ucap Kania dengan seulas senyum yang tersungging di bibirnya.
"Ya sudah, Kania masuk kelas dulu. Dadah mama, dadah papah, emmuahhh." Kata Kania menyalami kedua orang tuanya disertai ciuman di pipi mereka. Kania semakin melangkah jauh, dalam setiap langkah dapat dilihat sesekali anak tersebut akan menoleh ke belakang dan melambaikan tangan kepada dua orang yang masih menatap ke arahnya. Hingga kemudian keduanya melangkah menuju parkiran setelah tak lagi tampak Kania dari pandangan keduanya.
"Mamanya Kania kenapa pergi meninggalkan kalian berdua?" Tanya Dara yang secara refleks menghentikan gerakan tangan Alfan yang hendak membuka pintu mobil.
********
Like dan koment selalu ditunggu??
Disudut ruangan, Dara tertunduk lesu, selepas menerima panggilan telepon dari keluarganya. Bagaimana tidak, pasalnya sang bunda selalu menanyakan dirinya apakah sudah memiliki pacar atau belum. Karena menurut keluarganya seorang perempuan tidaklah baik jika sampai berumur 25 tahun tapi belum menikah. Bisa jadi bahan gunjingan tetangga. Dara mengembuskan nafas kasar lalu menenggelamkan kepalanya di antara kedua tangannya yang berada di meja."Masalah menikah lagi, Ra?" Nita bertanya seraya menarik sebuah kursi yang ada di depan Dara. Sontak saja kepalanya mendongak ke atas hingga bertemu sorot mata teduh sang sahabat. Nita merupakan salah satu sahabat dari Dara yang tahu tentang masalah yang sedang dihadapi perempuan itu. Keduanya tak pernah saling menutupi permasalahan yang sedang di hadapi. Mereka akan bercerita dan saling mencari solusi dari setiap masalah."Nggak tahu tuh, perasaan kolot banget pemikiran orang tua gue. Belum juga umur 25 udah ditodong suam
“Selamat pagi, Papi."“Selamat pagi juga, Princess”.Kucium keningnya, kemudian kutarik kursi yang berada di samping tempat duduknya.“Pagi Pa, Ma”. Ucapku sambil menerima piring yang disodorkan oleh mama.“Hari ini princess cantik banget sih sayang, ada acara apa?” Tanyaku kepada gadis kecil berbando pink tersebut. Rambutnya sengaja dibiarkan terurai karena menurutnya dia akan terlihat lebih lucu dengan gayanya yang seperti itu. Tak heran karena dia juga memiliki pipi tembam yang semakin menggemaskan untuk dicubit.“Papi emangnya lupa?" Tanyanya balik kepadaku. Aku mengerutkan kening mencoba mengingat adakah hal penting hari ini. Namun sudah beberapa hitungan detik ingatan tentang janji tersebut tak jua aku temukan.“Memangnya ada apa sayang?, papi tidak ingat”. Ya mungkin karena beban pekerjaan jadi aku sering melupakan beberapa hal bahkan mungkin lupa pada hal yang penting sekali pun. Meskipun begitu aku beruntung karena di rumah aku memp
"Al, masih pagi Kenapa muka loe sudah lecek gitu sih, gue setrika juga muka lu lama-lama." kata Dion yang saat ini sedang berada di dalam lift bersamaku."Tahu ah, Pusing gue Yon, pagi ini Kania ada acara di sekolahnya, gue diminta Kania datang, tapi lu kan tahu kalau hari ini ada rapat jajaran komisaris.""Lah yang rapat kan pak bos, kenapa loe yang pusing." Sekilas menoleh ke arah pria jangkung yang tiba-tiba hadir tanpa di undang. Begini nih kalau punya teman otaknya pindah ke dengkul, bikin tambah enggak semangat kerja saja. Batinku dalam hati."Loe enggak ingat kalau Pak Bos beserta keluarganya lagi ada perjalanan bisnis ke Luar Negeri. Jadi beliau mengutus gue buat jadi perwakilannya." Jelasku dengan sedikit tidak santai, sedangkan Dion yang mendengar nada suaraku malah hanya tertawa saja. Dikiranya gue badut apa. Memang antara aku dan Dion pemikiran berbeda seratus delapan puluh derajat mungkin. Ya iyalah kalau dia segenius Alfan sudah pasti
Bagaimana acaranya tadi Princess?" Tanyaku kepada gadis kecil yang saat ini duduk di sampingku."Bagus banget pi, tadi ada yang bernyanyi, menari, baca puisi, pokoknya tadi aku suka banget pi." Ceritanya kepada sosok lelaki yang saat ini berada di samping sang putri dengan senyum yang tak lepas dari kedua sudut bibirnya."Princess sendiri tadi dapat bagian apa, sayang?" Masih dengan tatapan yang fokus kepada gadis kecil berbando pink dengan gaun warna putih yang menambah kesan cantik di wajah sang gadis belia tersebut."Kelas aku menampilkan drama Pih, jadi tadi aku sama teman-temanku jadi artis. Kalau sudah besar nanti Kania mau jadi artis beneran yah pi, biar terkenal dan membanggakan buat papi. Pokoknya tadi Kania seneng banget, pi." Gadis kecil yang bernama Kania tersebut menjawab pertanyaan ayahnya yang tak lain adalah Alfan seraya mulutnya memakan makanan, sedangkan sang ayah yang melihat bagaimana Kania bercerita ikut tersenyum. Kadang Alfan juga in
Mata ini masih menatap komputer di depan namun pikiranku berkelana entah ke dunia mana. Sedari tadi aku hanya memandangi layar tersebut tanpa melakukan tugas-tugasku. Kubiarkan saja tugas-tugas tersebut tergeletak di atas meja, barangkali nanti mungkin akan ada orang baik hati yang membantu mengerjakan tugas tersebut.Sudah seminggu ini aku tak fokus pada pekerjaan, hingga mengakibatkan diriku yang mendapat teguran langsung dari atasan yang tak lain adalah Alfan, ya dan kalian tahu karena pria itu pula yang membuatku tak fokus pada pekerjaanku akhir-akhir ini.Kupikir dia hanya bercanda saat memintaku menjadi mami Kania, tapi ternyata aku salah. Karena pada malam dia mengantarku pulang Alfan kembali berbicara seperti itu."Aku serius Ra, sama ucapan aku tadi. Dan aku harap kamu bisa mempertimbangkannya. Aku akan menerima apapun keputusan kamu."Ya seperti itulah yang Alfan ucapkan malam itu saat kami berada di dalam mobil dengan Kania ya
Pagi ini aku bangun lebih awal, semalam aku mendapat sebuah bisikan aneh agar pagi ini aku saja menyiapkan sarapan bagi penghuni rumah. Ya gimana pun aku tetaplah orang baru di kelurga ini, tak sopan rasanya jika aku terlihat malas dimata mertua. Memang pernikahan yang aku jalani bukanlah pernikahan impianku, tapi setidaknya orang tuaku menjunjung tinggi sopan santun dan itu yang sekarang coba aku terapkan pada keluarga baruku."Pagi-pagi enaknya buat sarapan apa ya?" Gumamku pada diri sendiri. Kubuka pintu kulkas, meneliti kiranya apa yang bisa kubuat dengan bahan-bahan yang masih tersedia disana."Ck, sepertinya Alfan belum belanja bulanan." Ucapku karena hanya melihat beberapa Snak kemasan ringan yang biasa jadi camilannya dan Kania. Sedangkan untuk membuat sarapan hanya ada telur dan jamur. Aku tanpa menggigit kuku jariku kebiasaan jika aku sedang berpikir."Buat nasi goreng aja kali ya." Gumamku seraya mengambil beberapa telur dari almari pendin
Suasana di dalam mobil terasa canggung, tak ada yang memulai pembicaraan antara aku dan Dara hanya terdengar suara musik dari radio yang kebetulan sedang kuputar. Sesekali aku menoleh ke arahnya, atau Dara menoleh ke arahku atau kadang juga tatapan kami saling bertabrak sebelum salah satu dari kita akan segera memutuskan pandangan tersebut.Sebelumnya kami memang tak begitu akrab, hanya sesekali saja kita pergi itu pun tak pernah hanya berdua jadi wajar saja jika saat ini kita terlibat kecanggungan saat hanya berdua begini.“Kamu biasa melakukan hal seperti itu?” tanyanya yang tak kumengerti.“Maksud kamu gimana?” tanyaku balik seraya menoleh kearahnya.“Biasa ngasih orang seperti tadi?” Jawabnya. Aku kembali menoleh kearahnya. Sebelum kembali melajukan mobil karena lampu yang sudah kembali hijau.“Tidak sering juga, hanya kadang saat kebetulan terjebak situasi sep
“Aku mencintaimu.” Dipeluknya tubuhku erat, bahkan kepalanya menempel sempurna di dada bidangku.“Dara kamu....” Lidahku terlalu kelu untuk berbicara, bahkan mataku pun yakin sudah melotot sempurna.“Aku mencintaimu, suamiku.” Ucapnya lagi dengan tersenyum. Bahkan genggaman tangannya terasa hangat menyentuh kulitku. Dara memperpendek jarak antara kita, matanya lekat menatap ke arahku hingga dapat kurasakan embusan nafasnya yang hangat. Mata kami saling pandang pada satu garis lurus yang sama hingga tanpa kusadari jarak antara kita semakin terkikis. Aku mendekatkan wajahku dengan wajahnya, kupejamkan kedua mataku yang juga di ikuti oleh Dara, bibir kami hampir saja bersentuhan jika saja tak kurasakan sebuah tepukan di wajahku.“Papi bangun.” Mataku seketika membeliak setelah mendengar suara Kania. Kutoleh sekitar ruangan dan aku baru menyadari rupanya aku telah tertidur di sofa ruang tamu. Ja