“Aku punya cara lain kalau kamu pengen cepat bangun in aku .” Ucap Alfan yang seketika membuat Dara terfokus menatap ke arah dirinya.
“Cara apa?” Tanya Dara antusias sedangkan Alfan tersenyum menyeringai.
“Kamu bisa peluk atau cium pipi aku, kalau masih nggak mempan juga, cium bagian ini nih pasti nanti langsung bangun.” Alfan tersenyum menggoda ke arah Dara seraya menempelkan jari telunjuk di bagian bibirnya. Matanya mengerling genit kepada sang istri. Handuk yang tadinya menyampir di pundak Dara seketika pindah tempat ke wajah Alfan sebab sang empunya telah melemparkan ke wajah lawan bicaranya.
“Mas nya sudah bangun tapi kok masih mimpi aja ya.” Kata Dara ketus karena mendengar tawa pecah Alfan. Dara segera bangun dari ranjang setelah mengambil handuknya kembali.
“Mau mandi, ra?” tanya Alfan seraya mencekal pergelangan tangan Dara yang refleks menoleh ke belakang.
Setengah hari sudah Aku sibuk dengan berbagai kegiatan entah membantu para lelaki memindahkan beberapa perabotan rumah tangga atau membantu beberapa orang menyiapkan berbagai makanan untuk nanti malam. Meskipun aku termasuk orang baru di keluarga Dara tapi aku sudah mengenal beberapa saudaranya seperti om Andre adik dari papa, ada juga Aksa sepupu Dara anak dari Om Farhan kakak bunda dan beberapa orang lainnya. Hanya sebentar aku berada disini tapi seolah aku dapat merasakan sebuah keluarga yang sempurna, keluarga yang saling menyayangi serta mengasihi.“Kamu kenal sama Dara karena satu kantor dengannya?” tanya om Farhan saat kami istirahat seraya menikmati makan siang yang menu utamanya Gulai. Menurut om Farhan Gulai salah satu makanan wajib di Yogya jika sedang ada khajatan. Aku mengangguk sebagai jawaban setelah menoleh sekilas ke arah om Farhan. Kami makan di teras bersama beberapa orang lainnya seraya menikmati suasana Yogya yang masih terasa segar di mat
Aku sedang berbaring di atas ranjang seraya memainkan gawai pintarku saat Alfan masuk ke dalam kamar. Tadi kami sampai di rumah sekitar jam delapan malam. Karena saat di perjalanan kami tadi sempat terjebak macet beberapa kali.“Kok belum tidur, Ra?, sudah malam ini.” Ucapnya setelah menutup pintu kamar dan kini dirinya sedang berjalan menuju tempat tidur. Refleks mataku yang sedari tadi terfokus kepada ponsel seketika menoleh kearah jam dinding yang terpasang di salah satu sudut kamar. Jarum pendek jam memang sudah berada di angka sebelas.“Belum mengantuk.” Jawabku asal setelah menoleh sekilas kearah Alfan, Alfan sendiri tak lagi bicara setelah menerima jawabanku. Jika sebelum adanya insiden di Yogya kemarin dirinya akan mengatakan jika tak baik tidur malam bagi kesehatan, atau setidaknya dia akan mengatakan kalau bisa saja aku terbangun kesiangan karena begadang yang berakibat pada Kurangnya konsentrasi saat bekerja. Hanya hal sederha
Sudah pernah dengar istilah jangan mengusik singa yang sedang tidur sebelumnya?, hal yang bahkan tidak pernah di pikirkan sebelumnya oleh Dara, jika dirinya telah membangunkan singa tidur.Sebelumnya Alfan masih tak mempermasalahkan sikap Dara yang terkesan mengabaikan dirinya. Hingga ucapan Dara di Yogya beberapa waktu lalu menyentil perasaannya. Bagaimanapun Alfan tetaplah suaminya yang harus dirinya hormati.Alfan tahu ada banyak pertanyaan yang ingin Dara tanyakan kepadanya. Namun Alfan sengaja pura – pura tidak menyadarinya. Kata – kata Dara sudah menyakiti perasaannya sebagai seorang pria.Sesaat setelah Alfan turun dari tangga, pandangannya bertemu dengan tatapan sang istri. Mengabaikan sikap Dara, Alfan segera bergabung dengan beberapa pria disana.“Kenapa duduknya disini?” Dara mendudukkan dirinya di samping Alfan, Alfan hanya menoleh sekilas kearah Dara. Ego lelaki membuat dirinya tak mengindahkan sa
Perjalanan ke kantor pagi ini di isi dengan keheningan. Tak ada yang mengambil alih suasana di mobil itu. Sepi, hening, dan sedikit menegangkan. Tapi yang pasti lebih menegangkan kejadian tadi malam. Apalagi Alfan yang harus rela keramas malam hari. Ehh.. oke lupakan kejadian tadi malam, mari kita kembali ke awal. Tak ada bunyi suara selain deru mobil dan suara dari penyiar radio yang menemani. Alfan terlihat fokus dengan setir bundarnya sementara Dara sibuk dengan gawai pintar di genggamannya.Tadi saat mengantar Kania ke sekolah suasana tak secanggung ini. Masih ada gelak tawa kepalsuan dari keduanya, namun begitu Kania turun suasana seketika berubah dingin dan membeku. Ya memang mereka tak ubahnya pemain drama bagi keluarga mereka masing-masing. Terlihat bahagia dengan pernikahannya padahal banyak luka yang tanpa sengaja tergores.Dara keluar terlebih dahulu sesaat setelah Alfan memarkirkan mobilnya. Menginjakkan kembali kakinya di kantor yang beberapa
“Ka... kamu.... mau apa. Hiks.” Dara menepis kasar tangan Alfan yang ingin meraihnya. Pandangan Dara menoleh ke kanan dan kiri. Mengedarkan pandangan yang menurut Dara mencekam. Air matanya semakin mengalir deras tiada henti. Tubuhnya yang tadi meluruh di lantai kini segera berdiri dengan air mata yang belum juga reda.Alfan menatap penuh tanya ke arah Dara. Dirinya tak pernah melihat Dara selemah dan setakut ini. Dalam benaknya bertanya memangnya kejadian apa yang pernah di alami hanya hingga mengakibatkan rasa trauma seperti ini.Melangkah perlahan mendekati Dara yang berdiri di sudut ruangan, hatinya ikut berdebar.“Dara, aku Alfan suami kamu.” Ucapnya halus. Alfan mendekat, memegang kedua bahu Dara yang untungnya tidak di tolak.“Astaga ini kenapa nggak di benarin sih. Memangnya tidak ada orang yang bisa cepat memperbaiki apa.” Ucap Alfan gusar. Pasalnya ada sekitar lima belas menit lebih mereka terj
Tuhan apakah aku sudah jatuh cinta kepada Alfan dengan begitu mudahnya. Seseorang yang tak pernah aku bayangkan akan menjadi salah satu sosok yang mengambil alih duniaku. Meskipun begitu, aku masih terlalu meragu untuk mengatakan jika perasaan yang kumiliki saat ini adalah bentuk cinta dan bukan rasa kagum semata. Tuhan semoga saja aku tak salah melabuhkan hati pada pelabuhan yang semestinya.Tuhan apakah aku sudah salah karena selama ini mempermainkan ikatan yang begitu sakral?, meskipun pernikahanku yang kita jalani bukan pernikahan atas dasar saling mencintai, tapi bukankah tidak ada yang tidak mungkin menurut sang kuasa?, lalu bagaimana jika aku dan Alfan di takdirkan berjodoh?. Bukankah seharusnya aku berusaha membuat Alfan mencintaiku? Dan juga sebaliknya.Jika dulu aku pernah berdoa kepadamu agar kelak di jodohkan dengan Reyhan, maka mulai sekarang aku akan mengubahku doaku, memintamu agar melunakkan hatiku, agar lebih ikhlas menerima pria lain sebagai imamku.
Pagi telah tiba, cahaya matahari yang masuk melewati celah gorden kamar mengusik tidur Dara. Dara menggeliat sebelum kemudian menyembunyikan wajah di dada bidang sang suami, hingga dapat di rasakan jelas hembusan nafas hangatnya oleh Dara. Dara merasakan bagian perutnya terasa berat, dirinya mengerjapkan matanya berulang, masih mencoba membiasakan dengan cahaya yang sedikit menyilaukan matanya. Pandangannya turun ke bawah hingga menampakkan tangan kekar yang melingkar erat di bagian perutnya. Meski dirasa berat, toh nyatanya Dara tak ingin menyingkirkan tangan sang pria yang sekarang mulai mengisi hatinya itu. Posisi tidur yang saling berhadapan memudahkan Dara memandangi wajah teduh sang suami. Dara merapikan bagian depan rambut Alfan yang terlihat acak-acakan tersebut dengan tangannya. Perlahan tangannya turun meraba wajah tegas namun penuh kasih sayang dan turun ke rahang kokohnya. Dara mengecup sekilas kening sang suami, sebelum sebelah tangannya menurunkan tangan po
Cuaca pagi hari ini terasa hangat karena matahari telah menyapa bumi dengan sempurna, namun berbanding terbalik dengan situasi di dalam sebuah mobil yang sedang di kemudikan oleh Alfan. Dua makhluk yang mengisi di dalamnya masih belum ada yang mencoba mencairkan suasana beku yang tercipta. Dara merasakan jika akhir-akhir jantungnya tak normal karena setiap berdekatan dengan Alfan jantungnya seakan berdetak lebih cepat di banding biasanya. Dara duduk di kursi penumpang dengan gelisah, beberapa kali Dara mengalihkan pandangan ke arah luar jendela lalu kembali sibuk dengan gawai pintarnya. Alfan tahu jika beberapa kali Dara mencuri pandang ke arah dirinya lewat kaca spion yang ada di dalam mobil namun dia memilih pura-pura tidak tahu dan fokus dengan stir bundarnya. Bukan karena Alfan tak ingin mencairkan suasana namun dirinya juga merasa bingung harus memulai pembicaraan tentang apa. Mereka tak ubahnya dua orang asing yang tinggal bersama hingga untuk memulai pembicaraan saja terasa s