Tak berselang lama setelah aku mengirim pesan singkat kepada Anto, bell pun berbunyi. Aku yang kala itu masih menggenggam ponsel di tangganku segera beranjak menuju ke arah pintu.
"Ko masih mencet bell? Padahal uda ku suruh langsung masuk! Ah ... Anto nih kebiasaan," ujarku yang hampir membuka pintu rumah.
'Eh, masa iya itu Anto?' gumamku. Aku sedikit bingung dan penasaran.
Akhirnya, aku putuskan untuk mengintip dari jendela. Dan Ternyata yang kulihat bukan Anto, tapi Bagas dan Ayu yg berdiri tepat depan pintu rumahku.
Aku begitu kaget dan heran, "kenapa Ayu datang kerumahku malam-malam begini sambil membawa Bagas? Padahal, baru tadi pagi Mereka dari sini." Tak seperti biasanya padahal diluar kulihat hujan lumayan deras cuaca pun sangat dingin.
Segera aku bergegas masuk ke kamar dan mengambil kemeja panjang milik Anto yang menggantung di belakang pintu.
Aku pun langsung memakainya. Meski terlihat kebesaran di tubuh langsingku namun kemeja itu bisa menutupi tubuh mulusku yang hanya menggunakan lingerie.
Ku buka pintu rumahku dan seketika Ayu memeluk ku sambil menangis. Wajahnya yang hitam manis terlihat memar di bagian pipi dan pelipisnya. Bibirnya pun terlihat sedikit berdarah.
"Kamu kenapa, Yu? Kenapa menangis? Apa yang terjadi?" Aku memberondong pertanyaan kepada Ayu. Tapi Ayu hanya menangis dan tidak menjawab apapun.
"Bunda di pukul Ayah" ucap Bagas dengan wajah ketakutan.
"Apa?? Bundamu dipukul Ayah?" Aku terkejut mendengar ucapan Bagas.
Segera ku ajak Ayu dan Bagas masuk karena udara diluar sangat dingin.
Sesekali ku lihat Hp ku, Tak ada balasan dari Anto. "Kira kira Anto sudah sampai mana ya? Pasti dia kehujanan," batinku.
Ku ambilkan Ayu dan Bagas minum dan sedikit camilan yang ada di atas lemari TV.
"Kamu kenapa Yu? Kenapa bisa begini?" Lagi- lagi aku bertanya pada Ayu dan berharap Ayu mau jujur padaku.
"Ta-tadi sore aku cek Hp nya Gery, dan ku lihat ada banyak chat dari wanita di hp nya! lantas ku tanyakan perihal chat itu. Namun, Gery yang tidak terima Hp nya ku buka langsung naik darah dan menamparku. Tak sampai di situ Gery pu mendorongku sampai aku terbentur ke lemari." Jawab Ayu terbata bata sambil menangis.
Benar-benar keterlaluan Si Gery! Berani sekali dia main kasar kepada Ayu. Mendengar cerita Ayu aku jadi yakin Akan membantu Ayu untuk memata matai si Gery.
"Kejutann .... ". Tiba-tiba terdengar suara Anto membuka pintu. Ia datang membawa bunga lili putih di tangan kanannya, dan sebuah paper bag kecil di tangan kirinya.
Ia begitu terkejut. Wajah Anto yang sumeringah berubah kebingungan dan kaget ketika melihat Ayu dan Bagas ada di rumah.
Akupun segera menghampiri Anto yang nampak sedang kebingungan.
"Sayang Ayu dan Bagas sedang ada masalah dirumahnya, mereka mau nginep disini malam ini, ga apa apa kan?" ucapku berbisik pada Anto.
Anto yang tidak pernah marah kepadaku terlihat keberatan, raut wajahnya yang tampan terlihat memendam kekecewaan yang mendalam kepadaku.
"Iya, tidak apa-apa" jawab Anto datar dengan sedikit senyuman yang terlihat dipaksakan.
Dia pun berlalu meninggalkanku yg tadi berdiri di sampingnya.
Pasti Anto sangat kecewa, karena ini adalah malam sepesial buat kami.
"Bagas sudah ngantuk ya? Tanyaku kepada Bagas yang dari tadi terus menguap.
"Iya Mamy, Na! Bagas ngantuk banget" jawab bocah tampan itu.
"Ya sudah, ayo kita ke kamar!" ajakku pada Bagas.
"Tapi Bagas mau tidur sama Bunda dan Mamy Na, Bagas mau tidur bertiga! Bolehkan mamy Na?" ucap Bagas memelas.
Gak mungkin jika Aku tidur bertiga dengan Bagas dan Ayu, kamar tamu sangat sempit kasurnya pun hanya cukup untuk berdua.Tapi aku juga tidak mungkin menolak permintaan Bagas yang sedang ketakutan ini.
"Ya sudah Ayo kita ke kamar!" Akhirnya aku putuskan untuk tidur bertiga bersama Bagas dan Ayu di kamarku. Biar Anto untuk malam ini mengalah tidur di kamar tamu.
***
Malam sudah semakin larut kami bertiga tidur di kasur yang seharusnya malam ini ku pakai untuk bercinta dengan Anto.
Ku lihat Bagas sudah tertidur pulas dan sesekali ku dengar dia mengorok, mungkin hari ini bagas kecapean.
Ayu yang tadi terlihat murung dan sedih pun uda mulai lelap tertidur.
Fikiranku masih tertuju pada Anto yang sekarang pasti sedang kedinginan tidur seorang diri di kamar tamu yang sempit.
Setelah kupastikan Bagas dan Ayu tertidur nyenyak perlahan ku turunkan ke dua kakiku ke lantai. Akupun mulai berlajan tanpa suara agar Mereka tidak terbangun.
Ku matikan lampu kamarnya dan ku buka pintu kamar secara perlahan. Aku keluar dari kamar diam-diam.
Mataku menyusuri ruang TV, tidak ada siapapun disana. Pasti Anto memang sedang di kamar tamu.
Akupun bergegas ke kamar tamu yang jaraknya tidak jauh dari ruang TV.
Perlahan mulai ku buka pintu kamar tamu yang tidak di kunci, ku lihat Anto sedang tertidur di bawah selimut tebal bertelanjang dada. Anto memang tidak pernah memakai baju kalo tidur dia hanya mengenakan celana kolor, Anto lebih suka tidur bertelanjang dada, lebih nyaman katanya.
Aku yang masih mengenakan kemeja milik Anto perlahan mulai ku buka. Ku lemparkan kemeja ke arah kursi.
Kini, aku hanya mengenakan lingerie renda hitam yang sexy.
Setelah mengunci pintu, perlahan aku mulai mendekati Anto, ku kecup keninggnya, ku raba tubuhnya yang atletis. Wajahnya yang tampan membuat semua wanita yang melihatnya pasti akan terpesona, beruntungnya aku memiliki suami seperti Anto.
Saat ku kecup bibirnya Anto mulai merespon, Matanya perlahan terbuka. Ia memandangku dengan senyum menggoda.
"Hem--kirain kamu gak bakal kesini! Aku nunggu kamu sampai ketiduran" ucap Anto sambil mengelus kepalaku.
"Kamu fikir, aku nggak menginginkan malam ini?" uapku mencebik kesal.
"Aku uda dandan dari sore, uda pakai lingerie sexy ini masa gak jadi, ini kan hari spesial kita! Ih, kamu nih gak peka!" sahutku lalu berdiri sambil melipat tangan.
Melihatku sedikit merajuk Anto hanya tersenyum sambil memperhatikanku dari atas sampai bawah. Menatapku yang berdiri mengenakan lingerie hitam dengan belahan lebar di bagian bawah yang sangat sexy.
Seketika, ia pun menghampiriku dan memeluk ku dengan erat. Mencium telingaku hingga ke bibir, kemudian mendorongku hingga terjatuh di atas kasur.
Bersambung...
🌸 jangan lupa follow dan subscribe cerita ini ya! Agar dapat notifikasi saat up date bab terbaru🌸 peluk cium dari jauh 🤭🌹
Tak terasa waktu hampir sepertiga malam."Sayang, semoga usaha kita kali ini membuahkan hasil, ya! Aku ingin segera memiliki keturunan darimu! Rasanya tak sabar ingin melihatmu mengandung anak kita," ucap Anto berbisik di telingaku yang tengah terbaring kelelahan di sampingnya."Amin, semoga ya sayang! Aku juga nggak sabar ingin segera dapat momongan," jawabku sembari menatap wajah Anto yang juga terlihat kelelahan sehabis bertempur barusan.Kita berdua pun tertidur.☆☆☆☆☆☆☆Matahari mulai terbit ke permukaan, waktu menunjukan pukul tujuh pagi. Aku pun terbangun dan segera mengambil kemeja yang semalam ku lempar di atas kursi. Setelah
Wajahnya semakin mendekat, bibirnya seolah akan mendarat di bibirku. Keringat dingin di tubuhku semakin bercucuran padahal semua ruangan di rumah ini terpasang AC.Bibirnya dengan bibirku hanya berjarak beberapa mili saja."Brakkk..." Bunyi benda terjatuh yang sangat keras. Gery yang akan menciumku terperanjat kaget.Dengan marahnya Gery berteriak memanggil nama seseorang yang dia sebut 'Bi ijah'"Bi Ijah! Bi Ijah! Bi Ijah…," Teriak Gery dengan nada emosi dan marah.'Siapa yang Gery sebut Bi Ijah itu?' Fikirku penasaran. Tak selang lama keluarlah seorang wanita paruh baya mengenakan daster berwarna hijau."Maaf Den.. aden manggil bibi?" ucap wanita paruh baya itu pada Gery."Bunyi apa barusan? Kenapa keras sekali bunyi nya?" tanya Gery dengan nada tinggi.Gery memang tidak pernah berubah,sikapnya
Aku pun keluar dari mobil Ayu dan beranjak masuk ke dalam kantor Gery.Di lobby kantor terlihat hanya ada beberapa karyawan dan dua orang resepsionis yang sedang melayani tamu yang datang.Aku harus segera menemui Gery di ruangannya, jangan sampai ada karyawan yang masih ingat dengan wajahku. Aku pun memutuskan untuk segera masuk lift.Ruangan Gery ada di lantai enam. Aku masih sangat ingat dengan ruangannya.Sesampainya di depan ruangan Gery, aku pun hanya mematung di depan pintu. Sungguh berat rasanya untuk memulai semua ini. Aku seperti mangsa yang akan menyerahkan diri kepada pemburunya."Ahhh… " aku menghela nafas panjang. Tuhan apa yang harus aku lakukan sekarang? Ingin rasanya aku kembali ke rumah dan mengurungkan rencana ini.Kring!...kring!Dering ponselku berbunyi kencang di lantai yang sepi ini. Lantai enam memang lant
Pov GeryHari ini adalah hari paling bersejarah dalam hidupku. Bagaimana tidak, setelah dua tahun aku tidak bertemu dengan wanita impianku karena dia menikah dengan pacarnya, hari ini wanita itu datang menghampiriku. Dan yang lebih mengejutkan lagi 'dia datang untuk melamar sebagai asisten pribadiku.Benar-benar hari yang penuh kebahagiaan. Tina tidak pernah berubah, wajahnya tetap cantik dan tubuhnya tetap sexy seperti dulu. Membuatku tak sabar ingin segera menyentuhnya."Argh!.. Tak sabar rasanya ingin segera bertemu lagi" gumamku dalam hati yang sedang berbunga bunga.Besok adalah hari pertama Tina bekerja sebagai asisten ku. Sepanjang hari dia akan menghabiskan waktu bersamaku. Aku harus memberikan kejutan untuknya. Aku ingin dia terlihat spesial saat hari pertamanya bekerja.Gegasku mengambil kunci mobil dan segera pergi meninggalkan kantor.
Pov TinaKring!..Kring!Handphone ku berdering. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang tidak kukenal."Nomor siapa ini?" ucapku sambil memandang layar benda pipih itu."Hallo, ini siapa?" tanyaku penasaran."Aku Gery!" terdengar suara lantang diseberang sana. "Cuma mau mastiin kalo hadiah yang ku kirim sudah kamu terima" ucapnya padaku.Mendengar suara Gery di telpon aku sedikit kikuk dan tak tau harus menjawab apa. 'Kenapa Gery bisa menelponku? Siapa yang memberi tahu nomer ku kepada Gery?' gumamku dalam hati bertanya tanya."Gak usah bingung. Aku tau nomor kamu dari Ayu" jawab Gery seolah tau apa yang sedang aku pikirkan."Aku mau--besok kamu pakai semuanya! Tanpa terkecuali dan aku gak mau dengar alasan apapun! Ingat Tina, TANPA TERKECUALI! Atau kau akan menyesal"Belum sempat aku menjawab Gery sud
"Tina?" ucap pria itu terkejut melihat ke arahku."Ma-mas Dimas?" jawabku tak percaya akan bertemu dengan nya disini.Dia adalah Dimas Prayoga 'Om nya Gery sekaligus mantan pacarku saat masih duduk di bangku SMA. Lebih tepatnya dia adalah cinta pertamaku."Kamu sedang apa disini?" tanya Mas Dimas dengan tatapan penuh curiga.'Ia melihatku keluar dari kamar mandi dengan baju yang sangat sexy dan rambut yang masih berantakan serta peluh yang masih bercucuran, akankah Mas Dimas mau mendengar penjelasanku?' gumamku dalam hati.Wajah Mas Dimas terlihat penuh curiga, matanya menatap ke arah Gery yang mengenakan kemeja dengan kancing yang masih terbuka."A--aku kerja disini, Mas!" jawabku terbata-bata.Perlahan kulangkahkan kaki telanjangku berjalan menghampiri mereka. Kulihat tatapan mata Mas Dimas tertuju padaku, meliha
Ciuman kasar yang menyakitkan membuatku tidak bisa bernafas.Gery menarik tanganku dengan tangan kirinya. Aku pun memberontak berusaha dengan sekuat tenaga melepaskan tanganku dari cengkraman Gery."Tenanglah,Tina! Hentikan perlawanan mu! Jangan memaksaku untuk bertindak kasar! Diamlah!" bentaknya lagi."Kenapa kamu seperti ini, Ger! Kenapa melampiaskan semuanya padaku? Hiks hiks!" ucapku terisak. Gery yang saat itu sedang dibakar amarah seolah ingin menjadikan ku pelampiasan.Entah apa yang ada di pikirannya, dia menatapku bringas seolah mendapatkan mangsa yang siap di terkam.Aku menangis ketakutan tapi Gery tidak menghiraukan itu, kini tangan kanannya yang berlumuran darah mendarat di perutku, memelukku dengan erat, mencengkram ku seolah tak akan melepaskannya.******Suaraku hampir habis, tapi tidak ada seorang pun yan
Aku berusaha untuk tidak menghiraukan ucapan mereka. Terserah mereka mau berbicara apa tentangku. Yang jelas, aku harus segera keluar dari kantor ini.Sesampainya di lobby aku dihampiri seorang pria paruh baya, dia pun berkata. "Ibu mau pulang? Mari saya antar buk!"Dengan sedikit heran aku pun menjawab. "Tidak usah pak, saya bisa pulang sendiri.""Jangan,Bu! Biar saya antar saja" jawab bapak itu sedikit memaksa."Tidak usah, Pak! Saya bisa pulang sendiri" jawabku sambil menyeka air mata yang terus menetes."Saya mohon, Bu. Ibu harus mau saya antar pulang. Kalau tidak--nanti saya bisa dipecat, Buk!" jawabnya penuh harap. Ia pun mengeluarkan kertas putih bermaterai lalu menyerahkannya kepadaku.Sebuah kertas perjanjian, disana tertulis 'jika Pak Karyo tidak berhasil mengantarkan aku ke rumah dengan selamat, Pak Karyo akan dipecat tanpa