Share

BAB 4 Istri Kakak Ipar dan Mantan Pacar Suamiku

Sudah tidak dapat lagi ditolerir. Perkataan Tantri dan Aurel berbau sindiran pedas. Febby tidak bisa mendiamkan hal ini.

Braakk

Sekeras mungkin Febby menggebrak meja. Setika Aurel terkejut menoleh kearahnya, Febby segera menyiram wajah Aurel dengan air teh yang dia bawa dari mejanya.

“Apa-apaan kau ini, dasar perempuan kampuuungg!” ucap Aurel shock sambil mengusap wajahnya yang basah.

“Febby! Apa kau sudah kehilangan akal?” imbuh Tantri yang langsung melotot.

“Seharusnya aku yang bertanya, apa kepentingan kalian berkata kasar padaku? Menyindir dan mengejek orang seenaknya. Membuat ribut di rumah orang.”

“Heh.. Kau ini hanya menantu, Febby. Ini bukan rumahmu! Kalau saja Kenny tidak menikahimu, siapa dirimu? pelayan restoran rendahan,” ucap Tantri emosi.

“Aku sudah cukup bersabar dengan Kak Tantri selama ini, tapi Kakak tidak pernah menghargai aku. Padahal level kita sama di keluarga ini, me-nan-tu! Kalau saja Bang Ronald tidak menikahi Kakak, sekarang mungkin Kak Tantri masih menjadi tukang jahit,” Febby melawan.

“Oh jadi sekarang kau sudah berani denganku. Kau orang baru dikeluarga ini, jadi jangan coba-coba melawanku.. perempuan gilaaa!” seketika Tantri mengangkat tangan hendak menampar Febby.

“Tak akan kubiarkan Kak Tantri menyentuhku. Sekarang aku akan bertindak kalau Kakak terus-menerus mengejekku dan membela dia yang tidak ada hubungannya dengan keluarga ini,” oceh Febby sambil menunjuk kearah Aurel.

“Perempuan bodooooh, gilaaaa! Aku sudah lebih dulu kenal keluarga ini, dari pada dirimu,” seketika Aurel mendorong Febby hingga tersungkur.

Febby terjatuh karena dorongan keras dari Aurel. Kepalanya terbentur bangku yang ada didekatnya. Namun, Aurel belum juga puas. Dia masih dendam karena wajahnya yang disiram air teh oleh Febby masih terasa lengket.

“Kalau kau berani melawan, kau akan merasakan yang lebih pedih dari pada ini,” oceh Aurel sambil menjambak rambut Febby.

“Aww.. lepaskan rambutku. Lepaskan!!!” Febby berontak.

“Tidak akan. Kau memang harus diberi pelajaran. Dasar kampungan, bodoh, gilaaaaaa!!!” Aurel semakin menjadi-jadi.

Keributan tidak terelakkan. Tidak tinggal diam, Febby pun meraih rambut panjang Aurel dan menjambak balik dengan tidak kalah kerasnya.

“Awwww.. jauhkan tanganmu dari rambutku. Lepaskaaaan! Tanganmu kotor, tidak pantas menyentuh rambutku yang dirawat hingga jutaan, bodoooh!” teriak Aurel kesal.

Namun, mereka berdua tidak ada yang mau mengalah. Febby tetap pada perlawanannya, begitupun Aurel yang terus pada posisinya.

“Kak Tantriii, tolong akuuuu!” ucap Aurel yang melihat Tantri kebingungan.

Dengan cepat Tantri menarik tangan Febby dan berusaha melepaskan genggamannya dari rambut Aurel. Bukannya terlepas, tapi tarikan dirambut Aurel malah semakin kencang dan menimbulkan rasa perih tak terkira. Aurel semakin menjerit kesakitan.

Praaak

Seketika Tantri menampar pipi Febby. Sontak Febby menoleh dan terpaku memandang kakak ipar disampingnya.

“Kak Tantri benar-benar tega menamparku, dan membela perempuan ini?” seru Febby dengan wajah yang merah.

“Tentu saja, kenapa? lepaskan tanganmu dari rambut Aurel! Rambutmu tidak terurus dengan baik, sementara rambut Aurel sangat mahal karena dirawat di salon. Tanganmu tidak layak menyentuh apalagi menjambak rambutnya, Febby!”

“Kalau bukan karena aku menghormati Bang Ronald, Kak Tantri sudah aku buat sama seperti Aurel.”

“Oh yaaa? Berani kamu?”

Tatapan mata Febby tidak berubah sedikitpun. Sorot itu seraya mengintimidasi Tantri atas pertanyaannya.

“Non Febbyyy.. ya ampun Non, baik-baik saja kan,” tiba-tiba bibi muncul karena mendengar keributan.

“Nyonyaaa.. Nyonyaaaa!!!” imbuh bibi yang kebingungan sambil berlari.

Seketika keributan mereda. Aurel dan Febby saling melepaskan jambakan mereka, karena tidak lama Nyonya Laras datang.

“Apa yang kalian lakukan di rumahku?”

“Febby membuat onar di sini, Mah,” tuding Tantri tajam.

“Ngga.. itu gak benar, Mah. Kak Tantri dan Aurel yang mengejekku lebih dulu.”

“Febby menyiram wajahku dengan air teh, Tante. Aku jadi basah kuyup begini. Bajuku jadi kotor kena cipratan airnya,” keluh Aurel mengiba.

“Febbyyy!”

“Dia menjelekkan Kenny, Mah. Dia juga menghinaku. Aku tidak terima,” terang Febby gundah.

“Masuk ke kamarmu, Febby! Kau memang selalu merugikan orang lain. Heran, kenapa anakku memilihmu menjadi seorang istri. Kau ini tidak becus menjadi pendamping Kenny. Kalau saja suamiku tidak menyetujui pernikahanmu dengan Kenny, pasti hidupku akan tenang tanpa menantu sepertimu.”

“Jangan berkata seperti itu, Mah..”

“Masuk kamarmu, sekarang! Jangan lagi kau tampakkan diri di depan Aurel dan Tantri,” oceh Laras.

“Maaf Nyonya, tadi Non Tantri dan Non Aurel yang datang mendekati Non Febby di sini. Pasti yang mengganggu duluan itu–.”

“Stop ucapanmu, Bibi! Tidak usah ikut campur. Tugasmu hanya melayani perempuan kampung yang susah diatur ini saja! bawa dia ke kamar!”

“Ba-baik Nyonya Laras.”

Dengan air mata yang jatuh di pipi, Febby melangkah pergi dari hadapan mereka. Jangan ditanya seberapa besar rasa sakit Febby. Sungguh perih seperti luka basah yang ditaburi garam.

Sesampainya di kamar, Febby langsung melompat ke tempat tidur dan menangis sejadi-jadinya. Dia tidak pernah berpikir akan mendapat perlakuan diskriminasi dari ibu mertuanya.

“Non Febby, sudah ya jangan nangis lagi. Tadi pipi Non memar, bibirnya juga ada luka. Sini Bibi kompres dan obati dulu,” ucap bibi yang menyiapkan air hangat dan handuk kecil.

“Kenapa mereka semua jahat denganku, Bi? Apa salah aku? padahal aku tidak pernah merebut hak mereka di rumah ini!” oceh Febby sambil sesenggukan.

“Benar Non. Mereka saja yang jahat dan tidak berperasaan. Non Febby tidak salah apa-apa kok. Non Febby itu orang baik, berbeda dengan mereka yang jahat semua. Bibi kesel liatnya. Pengen deh Bibi aduin ke Tuan Hendri Juan, biar Nyonya Laras diomeli.”

“Tidak usah Bi.”

“Tapi mereka harus tahu perlakuan Non Tantri dan Nyonya Laras. Mulutnya pada pedes kalau ngehina orang. Bibi juga suka diomelin sama mereka. Duuhh.. nyelekit banget kata-katanya, Non. Biarin saja kita aduin sama Tuan, biar kena batunya.”

“Pada dasarnya aku tidak mau mencari masalah, Bi. Sudahlah biarkan saja.”

“Hmm.. yasudah kalau itu mau Non Febby. Mari Non, biar Bibi obati dulu luka dan memarnya.”

*

Pukul 11.20 WIB

Ting

Pintu lift terbuka. Arga mulai melangkah keluar dan berjalan cepat menuju ruangan Kenny. Namun, tiba-tiba Kenny keluar dari ruang kerjanya.

“Mau apa kamu?” tanya Kenny ketika berpapasan dengan Arga yang hendak ke ruangannya.

“Eh Pak Kenny, ini dokumen yang tadi pagi. Sudah saya buat resume dan table prospeknya sesuai permintaan,” ucap Arga.

“Yasudah kau letakkan di mejaku. Nanti aku periksa setelah kembali dari luar,” jawab Kenny.

“Maaf, apa ada meeting hari ini dengan klien?”

“Umm.. yaa.. ya.. tentu saja. Saya ada perlu dan sudah janji saat makan siang. Cepat letakkan saja dokumen itu, kau membuang waktuku saja!”

Kenny pergi meninggalkan Arga menuju lift. Sementara itu Arga memasuki ruang Kenny dan meletakkan dokumen tersebut di atas meja.

“Lohh ini kan dompet Tuan Kenny. Bagaimana bisa dia keluar makan siang tanpa kartu debet dan kreditnya. Semua kartunya kan di sini. Ahh sudahlah, apa peduliku.”

Arga tak menghiraukan dompet Kenny yang tergeletak di kursi, tempat duduk Kenny. Dia membalikkan badan dan berjalan menuju pintu untuk segera meninggalkan ruangan.

“Ciihh.. mungkin saja dompet itu terjatuh saat dia buru-buru pergi tadi. Kalau tidak, kenapa bisa ada di kursi? Aduuh.. kenapa aku harus peduli? Tapi, jika dia tidak membawa dompetnya, dia pasti kebingungan saat bertemu klien. Hufft.. baiklah aku akan melupakan perlakuannya terhadapku. Mungkin dia masih belum jauh.”

Kenny meraih dompet tersebut dan segera meluncur keluar ruangan. Dia memasuki lift dan menekan tombol lobby untuk segera menyusul Kenny.

Sesampainya di lobby, Arga tidak menemukan Kenny. Bola matanya memutari seantero sudut ruangan. Sejurus kemudian, matanya menangkap Kenny yang berjalan di luar gedung hendak memasuki mobil. Secepat kilat Arga berlari menghampirinya.

Namun, usahanya sia-sia. Mobil Kenny telah beranjak meninggalkan gedung. Tanpa pikir panjang, Arga pun memasuki mobil miliknya dan mengejar mobil Kenny. Dia pikir, Kenny pasti sangat membutuhkan uangnya saat pergi meeting di luar bersama klien.

Arga berusaha mempercepat laju mobilnya untuk mengejar Kenny, tetapi laju mobil Kenny pun terus berjalan cepat.

“Jadi di sini dia meetingnya. baiklah aku cari parkiran dulu, baru aku susul dia ke dalam,” ucap Arga saat melihat Kenny memasuki gedung.

Belum sempat parkir, Arga dikejutkan dengan kedatangan wanita cantik dan seksi memasuki mobil Kenny. Tidak lama kemudian, mobil Kenny melanjutkan perjalanannya kembali.

“Whaat? Apa-apaan ini? dia dengan siapa tadi? Tidak, itu bukan klien perusahaan. Dia hanya menjemput seseorang,” oceh Arga terkejut.

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status