“Apa kau akan terus melanjutkan rencana gilamu, itu?” Wisnu bertanya dingin.Ekspresi pria itu datar dengan pandangan lurus ke arah sang istri.“Kenapa? Kau masih ingin terus memaksa ku untuk hamil dan melahirkan seorang anak? Bukannya dulu kau selalu mengatakan tidak apa jika kita tidak memiliki anak, kau bilang hidup bersama ku sudah lebih dari cukup,” balas Diandra santai.Dulu, lebih tepatnya sewaktu Wisnu melamar Diandra.Wanita itu pernah menyinggung soal keturunan, ia pernah mengatakan pada Wisnu jika mungkin saja mereka tidak akan memiliki anak setelah menikah nantinya, dan Wisnu menjawab jika ia tidak merasa keberatan dengan hal itu.Pria itu mengtakan jika ia tidak terlalu memikirkan soal keturunan, ia akan mengikuti pilihan Diandra jika memang dirinya tidak ingin atau mungkin saat itu Wisnu berpikir belum, ingin memiliki seorang anak.Namun keadaan berbalik setelah keduanya menikah selama beberapa waktu. Keluarga terus mendesak agar mereka lekas memiliki anak, dan dari sana
Aruna hanya diam menyimak. Tiga orang di sekitarnya terus saja membahas sesuatu yang tidak dirinya mengerti. Tapi meski begitu Aruna tetap mendengarkan apa yang tengah mereka katakan."Jadi, bagaimana Aruna?"Pertanyaan Chandra membuat Aruna terkejut. Gadis itu hanya terdiam dengan bola mata yang membola. Sejujurnya ia tidak tahu dengan apa yang baru saja ditanyakan oleh Chandra. Ia terlalu sibuk melamun, tenggelam dengan isi kepalanya sendiri."Karena kau sudah menyetujui kerja sama dengan Wisnu, ku harap kau bisa melakukannya dengan sepenuh hati. Juga berjanji untuk menjaga rahasia ini dari siapapun. Aku mempercayai mu."Aruna menatap Diandra yang tengah menggengam tangannya dengan erat. Entah, meski senyum wanita itu terlihat begitu tulus tapi Aruna merasa ada sesuatu yang lain.Ia merasa sesuatu yang janggal tapi ia sendiri tidak tahu apa itu."Begini, mulai besok kau akan menjalani prosedur kehamilan. Aku akan mengantarkan mu," ucap Chandra kemudian."Tiba-tiba?" tanya Aruna kage
Melihat bagaimana raut wajah Wisnu yang dingin, membuat Aruna dan Chandra saling bertatap selama beberapa detik."Kami baru saja berbelanja bahan makanan di pasar," jawab pria itu enteng.Ia kemudian menggandeng salah satu tangan Aruna dan mengajak gadis itu masuk ke dalam, mengabaikan Wisnu yang masih terdiam di tempatnya."Apa tidak apa? Maksud ku, mengabaikan Wisnu," ujar Aruna begitu keduanya sampai di dapur.Chandra yang tengah mengeluarkan belanjaan mereka terhenti, pria itu menatap sebentar ke arah Aruna dan tersenyum."Tidak masalah. Jika ia melakukan sesuatu atau bertindak tidak menyenangkan, kau bisa melaporkannya padaku," jawab Chandra."Lebih baik sekarang kau bantu aku memasak saja, kau harus merasakan masakan ku," ucap Chandra berusaha mengalihkan topik.Aruna tersenyum. Baru saja ia akan meraih pisau, suara Wisnu lebih dulu menginterupsi."Aruna, ikut saya sebentar."Pria itu hanya berkata sekali, kemudian ia melangkah pergi meninggalkan area dapur dengan wajah dinginny
Tanpa mengatakan apapun, Wisnu memundurkan tubuhnya. Pria itu sempat mengumbar smirk tipis yang entah mengapa membuat Aruna seketika merasa merinding."Lebih baik kau segera tidur, besok pagi jadwal mu akan padat," kata pria itu sambil tersenyum tipis.Tidak ingin terjebak lama-lama bersama Wisnu, Aruna segera melangkahkan kakinya ke arah kamar.Ia melangkah dengan buru-buru hingga tanpa sengaja gadis itu hampir terjatuh karena terpeleset pada anak tangga.Aruna harus bersyukur atau menggerutu sekarang? Wisnu yang melihat dirinya saat hampir terjatuh tadi dengan segera berlari, ia menangkap pinggang Aruna dan membuat jarak di antara mereka menjadi begitu dekat.Bahkan Aruna sendiri bisa melihat mata kecoklatan milik Wisnu juga deru napas pria itu yang memburu.Posisi keduanya juga terbilang cukup ambigu dan terlalu dekat satu sama lain. Yang mana Wisnu sedang memegangi pinggang juga bahu Aruna, yang membuat pria itu seolah-olah tengah memeluk si gadis.Menyadari hal itu, Aruna dengan
Suasana di antara tiga orang dewasa itu agak canggung, Celine masih menunggu jawaban Wisnu sambil sesekali melirik ke arah Aruna yang hanya bisa diam dengan kepala tertunduk."Dia Aruna, rekan bisnis aku," jawab Wisnu kemudian.Hanya hal itu yang terlintas benaknya saat ini.Celine mengangguk, wanita itu kembali mengamati Aruna dengan lekat sebelum kemudian berbicara."Bagus deh, lagian nggak cocok juga kalo kamu selingkuh sama orang yang jauh di bawah Diandra," ucap wanita itu.Aruna kian menundukkan kepalanya, entah mengapa hatinya mendadak sakit."Cel, sorry banget nih, tapi kayaknya aku harus pergi sekarang. Sampai ketemu lagi, ya."Dengan cepat Wisnu menggandeng tangan Aruna dan beranjak dari sana.Dua manusia itu memasuki mobil dengan suasana canggung. Aruna sejak tadi hanya diam dengan kepala yang terus tertunduk dalam, sementara Wisnu sendiri hanya diam kebingungan."Jangan pikirkan apapun yang dikatakan Celine. Dia memang seperti itu, suka berbicara seenaknya," kata Wisnu sa
Bunyi peralatan dapur saling beradu terdengar memenuhi area dapur. Aruna duduk nyaman dengan satu tangan memangku dagu, sementara matanya sibuk memperhatikan Chandra yang sedang bergulat dengan masakan yang dibuatnya. Iya, setelah berhasil memenangkan Aruna, Chandra mengajak gadis itu ke dapur dan mengatakan padanya akan merasakan sesuatu. Resep baru yang ia pelajari belum lama ini. Pria itu berbalik, tersenyum cerah dengan sepiring hasil masakan buatannya. Dengan celemek berwarna biru, ia menghampiri Aruna. Dengan senyum lebar Chandra meletakkan masakan buatannya di hadapan si gadis yang tersenyum tipis. "Ini namanya, theokpokki. Makanan khas Korea yang sedang tren akhir-akhir ini, kamu coba, deh, " katanya memberikan sumpit pada Aruna. Tanpa ragu gadis itu mencoba makanan buatan Chandra. Ia mengunyah perlahan, menikmati sensasi tiap rasa yang beradu di dalam mulutnya. Sementara Chandra sendiri hanya diam. Pria itu memperhatikan Aruna dengan lamat, menanti dalam diam soal reaks
Mobil hitam mengkilap itu berhenti di sebuah bangunan tua. Bangunan dengan cat yang sudah mengelupas, ranting juga daun-daun kering di sana-sini, membuatnya tampak seperti bangunan tidak berpenghuni.Langkah Wisnu perlahan namun pasti, pria itu berjalan ke arah pintu utama dengan cat kayu berwarna putih kusam.Ia mengetuk pintu perlahan, menunggu selama beberapa saat sampai kemudian seseorang membukakan pintu.Seorang wanita paruh baya dengan rambut yang mulai nampak memutih, juga kerutan yang terlihat jelas di wajahnya."Siapa, ya?"Winsu diam. Ia memperhatikan dengan seksama wanita baya tersebut. Melihat dengan lekat bagaimana penampilan wanita baya di hadapannya.Baju lengan panjang kusut dengan warna yang memudar, juga terdapat robekan di beberapa bagian. Wajah kusut dengan rambut berantakan."Anda siapa? Jika tidak ada kepentingan lebih baik saya tutup."Dengan gesit Wisnu menahan pintu rumah tersebut, ia menghela napas keras sebelum berbicara."Bolehkah saya masuk?"Di sinilah p
Aruna terdiam dengan pandangan kosong. Sudah sejak tadi otaknya terus memutar kata-kata yang dilontarkan Diandra beberapa saat lalu."Awal? Apa maksudmu? Jelas-jelas semuanya sudah mulai berjalan, dan aku tahu persis bagaimana hidupku."Aruna berucap lantang. Ia tidak lagi takut atau memikirkan siapa itu Diandra dan apa yang bisa wanita itu lakukan.Yang ia pikirkan hanyalah bisa segera keluar dari rumah ini dan menjalani kehidupan barunya, terlepas dari keluarganya juga perjanjian bodoh itu.Aruna ingin bebas. Ia ingin menata hidupnya dari awal, dari nol. Dirinya menginginkan kehidupan normal dimana ia bisa merasakan ketenangan hidup juga arti hidup yang selama ini ia tidak tahu.Meski ia harus rela menjauh, bahkan menghilang dari keluarganya, hal itu akan tetap Aruna lakukan demi bisa menjalani hidup yang lebih baik menurutnya."Kau benar-benar tahu hidupmu, atau mereka yang tidak memberitahu mu apa yang sebenarnya terjadi di hidupmu?""Apa maksudmu, katakan yang sebenarnya. Siapa k