Share

5 - Pernikahan

Hari pernikahan tiba.

Andromeda Prakarsa, laki-laki itu kini sudah berada di hadapan Raya dengan kursi rodanya.

Janji pernikahan sudah diucapkan, mereka sudah sah sebagai suami istri di disaksikan beberapa saja anggota keluarga Prakarsa juga keluarga Lazuardi. Tanpa pesta yang meriah dan dekorasi megah meski di gelar dalam salah satu restoran hotel yang mewah.

Semakin lama berdiri diatas pelaminan, Raya semakin gusar. “Ya Tuhan, akan seperti apa hidupku setelah ini?” gumam Raya dalam hati, ia memejamkan matanya dengan sedih. Namun, tiba-tiba suara nenek Naimah mengejutkan dirinya.

“Raya,” panggil nenek Naimah. Raya seketika langsung membuka matanya. Andro di samping Raya juga jadi ikut terfokus pada nenek Naimah.

“Iya, Nek,” sahut Raya. Ia mencoba tersenyum di hadapan neneknya tersebut.

“Raya, cucuku sayang. Kamu sekarang sudah menjadi seorang istri. Pesan Nenek, apapun keadaan suami kamu, kamu harus selalu bersamanya dan bagaimanapun perlakuan suami kamu, kamu harus tetap berbakti kepadanya. Jadilah istri yang baik. Nenek selalu mengajarkan hal baik padamu, jadi terapkan semua ajaran baik Nenek dalam bersikap terhadap suamimu,” ucap nenek Naimah sembari seperti menahan air mata yang dipaksakan.

Benar-benar hebat sandiwara neneknya ini di depan Andro, hingga Raya bingung sendiri dan hampir terkelabui oleh air mata neneknya. Namun mengingat kurungan keluarganya dalam gudang lima hari kemarin, sedangkan dirinya baru dikeluarkan saat Andro mengirim terapis ke rumah Lazuardi untuk perawatan pra nikahnya, kebingungan itu tertepis dari hatinya.

“Aku tahu nenek hanya pura-pura, tapi… kenapa aku justru senang…” batin Raya.

“Baik, Nek… Raya sayang sekali sama Nenek. Maafkan Raya kalau selama ini belum bisa membahagiakan dan membuat bangga Nenek.” Ujar Raya yang kemudian memeluk tubuh wanita tua di hadapannya saat ini. 

Meski Raya tahu neneknya hanya bersandiwara. Namun kesempatan ini Raya gunakan untuk mengungkapkan apa yang benar-benar ada dalam benaknya, sekaligus mengambil kesempatan agar bisa memeluk neneknya untuk pertama kali dalam hidupnya.

Sepanjang acara, Raya hanya terdiam berdiri disamping Andro yang duduk diatas kursi rodanya, terlihat sangat cantik dalam balutan gaun pengantin sederhana nan elegan berwarna putih. Wajahnya juga dihiasi dengan penuh senyuman. Sungguh dia sangat pandai berakting. 

Sedangkan Andro saat ini memakai setelan jas warna abu, juga terlihat luar biasa tampan tanpa masker menutupi sebagian wajahnya. Keluarga Lazuardi yang baru pertama kali melihat wajah Andro sepenuhnya dari dekat sampai takjub dengan kesempurnaan paras rupawan Andro, terutama Yarina.

Beberapa kali Yarina menyerukan kekaguman dan menyayangkan kondisi Andro, ‘ganteng juga sih. Sayangnya, cacat.’ Begitu kiranya komentar dalam hati Yarina.

Hingga pernikahan ini terjadi, tak terbesit sedikitpun pikiran Raya akan adanya hari ini. Bagaimana dirinya akan bisa menjalani pernikahan tanpa sebuah cinta, tanpa saling mengenal satu sama lain. Sedikit pemberontakan itu ada di hati Raya. Namun apalah bedanya, toh selama ini dia juga hidup tanpa cinta bahkan seakan asing meski tinggal dengan keluarga sendiri.

Malam semakin menuju puncaknya, para undangan sudah selesai memberikan ucapan selamat pada Andro dan Raya, acara malam ini berjalan dengan lancar tanpa halangan yang berarti hingga berakhir pada waktunya. 

Di parkiran hotel.

“Antar Nona Raya kembali ke rumah.” Setelah mengucapkan perintah pada seorang sopir, Andro dibantu sekretaris Hans masuk ke dalam mobil lain.

Raya melihat mobil suaminya meninggalkan tempat parkir hotel, dia menggigit bibirnya, bingung pada sikap Andro yang memilih pulang tanpa dirinya. Tapi memangnya apa yang dia harapkan. Pesta pernikahan telah usai, kini saatnya dia harus menjalani realita pernikahan tanpa cinta yang entah akan dibawa kemana.

“Silahkan masuk Nona.” Sopir yang ditunjuk Andro mengantarkan Raya membukakan pintu mobil untuknya.

Beberapa saat kemudian, saat mobil memasuki pintu gerbang utama yang sangat besar. Raya melihat sekeliling dari jendela mobil. Taman yang ia lewati begitu terang berpendar oleh lampu-lampu taman yang indah. Dia juga melihat beberapa penjaga berdiri siaga. 

Melihat penjagaan di rumah itu saja, sudah membuat seluruh tubuhnya merasa terikat. 

Beberapa pelayan menyambutnya di depan pintu masuk. Selain pelayan, Raya tidak melihat siapapun di rumah ini. Mungkin mereka masih di hotel atau justru sudah beristirahat lebih dulu, pikirnya. Karena Raya juga belum tahu pasti siapa saja yang tinggal di rumah ini bersama Andro. 

Mungkinkah rumah sebesar ini hanya ditinggali sendiri?

“Selamat datang Nona Muda!” Mereka menundukkan kepala dan memberikan salam. “ Selamat atas pernikahannya.”

Raya hanya bisa tercengang.

Aku? Mereka menyambutku? Si upik abu yang dilahirkan dari rahim hina. Pantaskah aku disambut seperti ini, aku cuma gadis yang ditumbalkan untuk majikan kalian, bahkan mungkin kedudukan kalian saja lebih terhormat dari pada aku. Begitu batin Raya bergejolak memandang rendah dirinya sendiri.

“Anda pasti lelah, saya akan menunjukkan kamar anda.”

Seorang laki-laki yang cukup berumur menuntun Raya untuk mengikutinya. Gadis itu pun menurut di belakangnya. Menaiki tangga, sampailah mereka di depan pintu sebuah kamar.

“Silahkan masuk, ini kamar anda dan tuan muda.”

Merasa ragu, Raya hanya maju beberapa langkah ke dalam pintu yang sudah terbuka. 'Tidak bisakah aku tinggal di kamar yang berbeda saja, aku bisa tidur dimana saja asal tidak bersama Andro, aku belum siap.'

“Silahkan masuk Nona.” Kata lelaki itu lagi, saat Raya tak bergerak dari tempatnya berdiri.

“I, iya.” Raya tidak punya pilihan lain selain masuk. Kamar yang mewah dan indah, gumamnya.

“Kalau Anda ingin ke kamar mandi, Anda bisa masuk melalui pintu ini, dan yang disampingnya sini adalah tempat berganti pakaian. Semua pakaian dan keperluan Anda sudah tersedia disana.”

‘Hah! Pakaian apa. Koperku saja masih di dalam mobil,’ tanya Raya dalam hati.

“Silahkan beristirahat Nona, saya permisi.”

“Terimakasih Pak.”

“Tidak perlu sungkan Nona.”

Ketika pelayan itu sudah keluar, Raya segera menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa. Menghela napas panjang. Ini semua bukanlah mimpi, dia sudah keluar dari kediaman Lazuardi dan entah akan masuk lubang apa lagi. Kini ia hanya bisa berdoa, kalau lubang yang ia masuki bukanlah lubang buaya.

Setelah lama tergeletak, Raya bangun dan merasa ingin membersihkan diri. Ia berjalan melalui pintu yang sudah di tunjukkan pelayan laki-laki rumah ini tadi.

Sebelum masuk ke kamar mandi, dia melewati ruang ganti pakaian, “seperti toko baju.” Gumamnya sambil memindai tempat itu.

Ingin sekali dia melihat-lihat apa saja yang ada dalam lemari-lemari disana, tapi dia takut dikira lancang. Jadi Raya memutuskan untuk langsung ke kamar mandi mencuci mukanya saja, menghapus riasannya di wastafel. Dia juga tidak berani sembarangan ganti baju, alhasil masih mengenakan gaun pengantinnya.

Keluar dari kamar mandi setelah selesai membersihkan riasannya, Raya terkejut bukan kepalang melihat Andro dengan kursi rodanya sudah ada di dalam kamar. ‘Ya Tuhan, ada dia.’



Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Andromeda,keberadaanmu yg tiba tiba mengejutkan Raya....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status