Diana membereskan kamar Michel sesuai dengan apa yang diperintahkan pagi ini.
Sebenarnya tidak banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan, karena kamar Michel sudah rapi dan tidak banyak debu. Tetapi Diana tetap membersihkannya, meskipun harus mengulangi mengelap meja, karena ia tidak memiliki kesibukan.
"Bagaimanapun caranya aku harus segera bebas dari sini," guman Diana setelah selesai membereskan tempat tidur Michel.
Namun, belum sepuluh detik Diana menutup mulutnya, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamar Michel dan langsung masuk begitu saja, hingga membuat Diana yang sedang menatap ke arah luar balkon terlonjak kaget.
"Nona, Tuan Michel memanggil Anda. Silakan ikuti saya," ujar Jake, asisten pribadi Michel. Tanpa banyak bicara, ia segera keluar sebelum Diana sempat bertanya lebih jauh.
Setelah Jake menghilang di balik pintu kamar, Diana tersenyum cerah, mengira bahwa Michel akan membebaskannya. Dengan wajah berseri-seri, gadis itu keluar dari kamar dan menghampiri Jake yang menunggunya di ujung anak tangga.
Namun, sesampainya di ruang utama, langkah Diana mendadak berhenti dan senyum di wajahnya menghilang begitu saja.
Wajah gadis itu berubah dengan tatapan menyidik ditambah dengan dahi yang mengerut.
"Apa yang pria tua itu lakukan di sini?"
Dody, ayah kandungnya yang dengan tega menjualnya itu, tampak tersenyum tanpa merasa bersalah. Ia duduk di atas lantai yang menghadap ke arah Michel yang duduk di atas sofa.
"Silakan, Nona." Jake menyuruh Diana agar menghampiri Michel.
Diana kemudian melangkah ragu ke arah Michel sembari melirik ke arah Dody yang menatapnya dengan tatapan tidak terbaca.
"Diana, kemarilah." Michel menepuk tempat duduk di sebelahnya, sebagai kode agar Diana duduk di dekatnya.
Tanpa membantah, Diana ikut duduk. Tatapannya terkunci pada sang ayah selama beberapa detik.
"Ulangi apa yang kau katakan tadi agar wanitaku ini mendengarnya," titah Michel pada Dody.
Ayah dan anak itu sama-sama terkejut karena mendengar Michel memanggil Diana dengan sebutan 'wanitaku'.
Keduanya serentak menatap Michel bingung. Tetapi Michel justru hanya memasang wajah datar, tidak terpengaruh sama sekali.
Dody berdeham, kemudian mengulangi maksud dan tujuannya datang ke rumah Michel.
"Tuan, saya mohon tolong berikan saya uang. Saya berjanji setelah ini saya tidak akan datang lagi," ujar Dody tatapan penuh harap.
"Uang? Bukankah semalam kau sudah menjualku?!" ujar Diana dengan marah, tidak menyangka ayahnya akan menjadi tidak tahu diri seperti ini.
Dody hanya memandangi anaknya itu sekilas. Lalu kembali lagi kepada Michel.
Diana memberi kode pada Michel dengan menggeleng, meminta Michel untuk tidak perlu memberikan uang kepada Dody. Tetapi lagi-lagi Michel tetap memasang wajah datar, lalu menoleh ke arah asistennya yang masih setia menunggu.
"Berikan uang itu padanya," katanya.
Diana sontak memucat. "Tidak, tidak... Tidak usah, Tuan! Bagaimana Papa membayarnya nanti?
Dody hanya memandanginya, seakan menegaskan bahwa nyawa Diana sebagai bayarannya. Diana dapat merasakan air mata menggenang di pelupuk matanya, kebencian benar-benar menguar dalam dirinya.
Diana bersumpah dalam hati akan membalaskan dendamnya pada Dody. Orang yang sudah tidak layak disebutnya sebagai ayah.
Dody tidak hanya menelantarkan Diana dan adiknya, tetapi juga memanfaatkan mereka. Dan Diana tidak akan diam saja jika adiknya ikut terseret rencana Dody.
Tangan Diana mengepal kuat untuk menahan tangis. Ia tidak sudi menangis di depan Dody.
Michel yang sedari tadi memperhatikannya, diam-diam mengulas senyum tipis.
Setelah itu, Jake kembali sembari memberikan setumpuk uang dan menyerahkannya pada Michel.
Diana melengos, harga dirinya kini sudah hancur tidak berbentuk. Ditambah lagi dengan senyum puas dan meremehkan yang diperlihatkan oleh Michel, semakin menginjak-injak ego yang tersisa.
Michel melemparkan segepok uang pecahan seratus ribu tersebut ke hadapan Dody, membuat wajah Dody terlihat semakin senang. Binar di matanya benar-benar menunjukkan kebahagiaan, tak memedulikan kehadiran putrinya sama sekali.
"Ambil uang itu dan pergi. Jangan pernah berani muncul lagi di sekitarku."
Dody yang sibuk menghitung uangnya dengan wajah tak berdosa hanya mengangguk sekilas.
"Dan..." sambung Michel dengan nada dingin.
"Jangan mengganggu Diana. Jika kau berani mengganggunya, aku pastikan kau akan kehilangan kedua tangan dan kakimu."
"Baik, Tuan. Terima kasih, Tuan." Dody mengangguk cepat, lalu kabur secepat kilat menuju pintu keluar rumah Michel.
Setelah Dody keluar, Michel menatapnya.
"Kembali ke dalam kamar dan jangan berani keluar tanpa perintah atau izin dariku."
Kalimat itu membuat Diana merasa kesal setengah mati. Setetes air bening akhirnya jatuh membasahi pipi, tapi dengan cepat ia mengusapnya.
Diana lantas berdiri dan meninggalkan ruangan itu.
Namun saat Diana menaiki anak tangga menuju kamar Michel, ia berpapasan dengan seorang wanita cantik yang menatapnya dengan tatapan penuh selidik.
Keduanya berhenti di tangga. Diana memperhatikan wajah cantik yang tampak familier. Matanya langsung melebar setelah mengingat siapa wanita itu.
Vanessa!
Wanita ini sering muncul di TV bersama Michel.
Diana baru tersadar, bahwa Michel sebenarnya sudah memiliki seorang istri. Tetapi karena semalam sangat panik, ia sampai melupakan fakta tak terbantahkan itu.
"Siapa kau?!" Vanessa menatap tak suka ke arah Diana, membuat gadis itu seketika gugup dan bingung harus melakukan apa.
Diana hanya bisa terdiam sambil menunduk takut. Bagaimanapun, dia bukan siapa-siapa. Ia hanyalah seorang budak yang telah dibeli oleh Michel.
"Ma-maaf, saya..."
"Apa yang kau lakukan di rumahku?!"
Diana langsung siaga begitu wanita itu berjalan mendekatinya, membuatnya terpojok pada teralis tangga.
"Apa kau tuli?!"
Diana berjengit. Tangannya mencengkeram teralis dengan kuat sebagai bentuk perlindungan. Jarak yang menipis di antara mereka semakin membuat Diana merasa kerdil.
"Saya budak yang—"
Dengusan kasar terdengar dari bibir yang dipulas dengan lipstik berwarna merah itu. "Budak katamu? Siapa yang membawamu kemari, hah?"
"Tu-Tuan Michel yang mem—"
Vanessa tiba-tiba menarik rambut panjang Diana hingga membuat gadis itu meringis kesakitan. "Nona, to-tolong lepaskan..."
"Berani-beraninya orang rendahan sepertimu menginjakkan kaki di rumahku. Perempuan tidak tahu diri!" Vanessa dengan kasar menyeret Diana hingga berjalan menuruni beberapa anak tangga.
"Akh, sakit! Nona tolong lepas—" Diana tidak melanjutkan kalimatnya saat mendengar derap langkah kaki berat dari arah belakangnya.
"Vanessa!"
Suara bariton yang menggelegar itu membuat Vanessa langsung melepaskan tangannya dari rambut Diana. Dia mundur selangkah, nyalinya seketika menciut melihat amarah di wajah suaminya.
"Michel, siapa wanita ini?" Vanessa bertanya ragu. Meski tidak suka, tapi ia penasaran mengapa ada orang asing di rumah mereka.
"Bukan urusanmu," sahut Michel dingin.
"Tapi dia—"
"Jangan ganggu hidupku lagi, Vanessa! Pergilah!"
Mendengar nada tidak suka Michel, Diana jadi bertanya-tanya dalam hati. Bukankah Michel dan Vanessa selama ini adalah pasangan sempurna seperti yang diberitakan di media?
Tapi setelah dilihat lebih dekat, ternyata hubungan keduanya sangat berbanding terbalik dengan apa yang diumbar pada publik.
Lalu, apa yang terjadi sebenarnya? Jika Michel sudah menikah, kenapa ia membutuhkan Diana untuk menjadi budaknya? Apa mereka sudah bercerai? Tetapi selama ini belum ada berita tentang perceraian mereka. Atau...
"Masuklah ke kamar!"
Lamunan Diana langsung buyar mendengar perintah dari Michel. Ia menatap pria itu bingung.
"Masuk ke kamar," ulangnya dengan nada dingin, membuat tubuh Diana seketika menegang.
Diana mengangguk kaku. Ia berjalan melewati Vanessa dengan kepala tertunduk, tidak berani menatap wanita yang wajahnya tampak menahan amarah itu.
Langkahnya terhenti tepat di samping Vanessa saat mendengar wanita itu berbisik dengan suara pelan, mustahil terdengar oleh Michel.
"Urusan kita belum selesai, wanita sialan!"
"Nona!" Diana tersentak kaget, waslap yang ia pegang jatuh ke lantai. Ancaman Vanessa yang tadinya terngiang-ngiang di telinga langsung buyar ketika seorang pria berseragam pelayan berjalan tergesa ke arahnya. "Apa yang Anda lakukan, Nona?" Tatang—pelayan itu—berteriak karena melihat Diana sedang memanjat naik ke atas kursi untuk membersihkan pintu kaca di kamar Michel.Karena terkejut mendengar suara lantang itu, Diana hampir saja terjatuh, tapi berhasil diselamatkan oleh Tatang."Saya cuman mau bersihin pintu kaca ini aja kok, Pak," jawab Diana takut. "Saya tidak berniat kabur," tambahnya karena pria itu masih menatapnya penuh selidik.Tatang lantas bernafas lega. Pandangannya beralih melihat piring sisa makan Diana yang berada di atas nakas dan mengambilnya."Kenapa makanan Anda tidak dihabiskan, Nona? Apa tidak enak?" Tatang bertanya guna memastikan alasan Diana untuk melapor pada Michel."Saya tidak lapar, Pak.""Baiklah. Kalau butuh sesuatu, Anda bisa panggil saya. Tapi jangan
Michel menatap tajam Diana dan kedua pelayan wanitanya yang ternyata sedang sibuk menjalankan tugas dari Tatang untuk membantu Diana mandi dan berganti pakaian tapi ditolak oleh Diana yang malu tubuhnya dilihat orang lain."Tuan, maaf. Pak Tatang meminta kami untuk membantu Nona Diana bersiap untuk melayani anda tapi Nona Diana menolak." Kedua pelayan wanita yang terkejut tersebut segera menunduk menghadap Michel.Salah satu pelayan mengadu dan membuat Diana seketika terdiam ketakutan seraya menelan ludah kasar. Diana memegangi baju haramnya dan menutupnya dengan kedua tangannya."Kalian berdua boleh pergi." Michel mengusir kedua pelayannya dan maju selangkah ke arah Diana yang dengan spontan melangkah mundur."Kau menghindariku?" Michel mencengkram kasar pakaian Diana dan menariknya hingga robek yang membuat Diana terdiam ketakutan."Tidak, Tuan. Maaf," jawab Diana terdengar gemetaran.Diana masih berusaha menutupi bagian sensitifnya dengan kedua tangannya."Tuan, apa anda ingin mand
Karena kesal dengan Michel yang lebih mementingkan Diana, Nyonya Kelly mengajak Vanessa untuk pergi menyegarkan diri dan pikiran dengan cara berbelanja. Namun karena saat ini mall belum buka, akhirnya Nyonya Kelly dan Vanessa memilih untuk sarapan di sebuah mini cafe yang tak jauh dari mall yang akan mereka kunjungi.Sedang di sisi lain, Michel terlihat sedang sibuk menghubungi Vanessa dan juga Nyonya Kelly yang dengan sengaja mematikan ponsel mereka membuat Michel kesal dan juga khawatir karena banyak bahaya yang bisa terjadi pada mereka karena status Michel."Jake, cepat cari mereka dan seret mereka pulang." pinta Michel dengan wajah kesal."Baik, Tuan." Sahut Jake seperti biasa.***Di dalam kamar Michel.Diana duduk termenung di atas ranjang yang masih berserakan."Ahh! Ssshhhttt... Sakit sekali," gumam Diana yang masih merasakan perih di bagian sensitifnya lalu menangis menyadari dirinya sudah tidak suci lagi."Apa setiap hari dan setiap malam aku harus hidup seperti ini? Hanya m
"Tuan, bolehkah saya meminjam telepon sebentar? Saya ingin menelpon adik saya. Pasti saat ini dia sedang mencari saya," pinta Diana setengah memohon pada Michel."Tidak. Itu urusan kamu. Kenapa saya harus perduli?" Tolak Michel berlalu masuk ke dalam rumah dan diikuti oleh Diana yang masih tetap berusaha untuk meminjam telepon karena ponselnya hilang ketika Diana masih berada di club malam waktu itu namun usaha Diana gagal.Sebenarnya ponsel Diana tidak hilang, tapi disimpan oleh Michel. Namun Michel memilih untuk merahasiakan hal itu dari Diana karena Michel tidak ingin Diana memegang ponsel."Tuan, sebentar saja ..." Tanpa sadar Diana mulai merengek menghentikan langkah Michel."5 menit," jawab singkat Michel seraya meminjamkan ponselnya pada Diana padahal sebelumnya ponsel Michel tidak pernah dipegang oleh orang lain kecuali Jake.Diana sedikit terkejut menerima ponsel Michel. Padahal tadinya Diana ingin memakai telepon rumah saja, tapi tanpa terduga, Michel malah memberikan ponsel
"Hentikan!" Bentak Michel menarik Diana yang terlihat sedang menyerang Nyonya Kelly ke sampingnya.Ternyata tadi Tatang adalah orang yang menelpon Jake untuk memberitahu bahwa pertengkaran terjadi diantara Nyonya Kelly dan Diana. Itulah yang menyebabkan ruang makan menjadi kacau dan Tatang harus segera melapor.Nafas Nyonya Kelly dan Diana masih terlihat terengah-engah. Entah bagaimana Diana bisa bertengkar dengan Nyonya Kelly dan berani menyerang Nyonya Kelly.Michel masih memegangi tangan Diana dan Diana berusaha untuk cepat tenang karena takut dimarahi Michel."Apa yang kalian lakukan? Apa kalian anak kecil? Mama, bicara duluan!" Michel memberi Nyonya Kelly kesempatan untuk bicara lebih dulu."Wanita ini berbicara kasar sama Mama, Michel," jawab Nyonya Kelly menyudutkan Diana.Michel menatap Diana dan Diana menggeleng sebagai respon penolakan."Tatang, jelaskan!""Jadi, Tuan. Awalnya semuanya baik-baik saja. Tapi Nyonya memulai lebih dulu dan menghina Nona. Jadi Nona membalas samp
Nyonya Kelly dan Vanessa saling menatap dan kembali ke tempat asal mereka duduk tadi sambil memikirkan ucapan Diana.Benar, seharusnya mereka bukan bicara dengan Diana jika ingin Diana pergi dari rumah Michel, tapi mereka harus bicara pada Michel. Michel yang membawa Diana masuk ke rumahnya.Tapi tetap saja, mereka masih membenci Diana karena mereka iri Michel lebih sering bersama Diana dan lebih perhatian pada Diana dari pada mereka.Padahal, Nyonya Kelly adalah ibunya dan Vanessa adalah istrinya. Michel memang tidak adil. Tapi mungkin Michel punya alasan lain.Di tempat lain.Michel menonton vidio yang Tatang kirimkan dengan amat serius. Vidio tersebut menampilkan perkelahian yang terjadi antara Diana, Vanessa dan Nyonya Kelly yang saling berdebat.Dari dalam vidio juga terlihat siapa yang memulai lebih dulu, tapi sekarang Michel malah marah pada Diana.Bukan tanpa sebab, Michel tadinya marah pada Vanessa yang memancing keributan tapi setelah mendengar ucapan Diana yang malah menyin
Michel dan Jake bergerak cepat menggendong Diana masuk ke dalam mobil dan membawa Diana menuju rumah sakit. Jalanan kota terlihat lebih sepi dari biasanya. Jadi Michel dan Jake akan lebih cepat menuju rumah sakit.Sesampainya di rumah sakit terdekat, petugas menyiapkan tandu darurat dan memindahkan tubuh Diana ke atasnya.Para petugas bergerak cepat membawa Diana ke ruang UGD dan memanggil dokter untuk segera memeriksa Diana.Dokter mengambil beberapa tindakan pemeriksaan dan memastikan jika Diana mengalami hipotermia dan suhu tubuh Diana hanya mencapai 31°C.Michel dan Jake masih menunggu Diana dari luar ruangan dengan perasaan khawatir. Michel tidak pernah bersikap begitu perhatian seperti ini sebelumnya kepada siapapun.Michel diam-diam merasa bersalah pada Diana karena hampir membunuh orang yang tidak bersalah. Dalam dunia gelap yang ia pimpin pun Michel tidak pernah membunuh orang yang tidak bersalah.Kalau Diana mati, ini kali pertama bagi Michel membunuh orang yang tidak bersa
Diana keluar dari kamar mandi ruangan Diana sudah dengan pakaian yang baru. Michel menatap kesal ke arah Jake dan Jake hanya diam saja."Jake, tanyakan pada dokter yang menangani wanita ini kapan wanita ini bisa pulang," pinta Michel yang tidak betah berada di rumah sakit."Baik, Tuan." Jake berlalu mencari kamar dokter yang menangani Diana.Hanya ada keheningan diantara Michel dan Diana yang hanya berdua saja di dalam ruangan sampai salah satu perawat masuk dan membawakan Diana bubur."Mohon dihabiskan makanannya ya, Kak. Setelah itu minum obat ini," ujar perawat wanita tersebut seraya memeriksa cairan infus Diana."Suster, apa makanan di rumah sakit ini semua hanya ada bubur?" tanya Diana tak berselera melihat makanannya."Rumah sakit hanya menyediakan bubur ya, Kak. Tapi kalau kakak mau makan yang lain boleh, tapi harus beli di kantin." Perawat tersebut menjelaskan lagi dengan sabar dan ramah."Oh gitu. Yaudah deh. Terima kasih, Sus. Terus kalau infus, uda bisa dibuka kan ya?" Dian