Share

4. My Cousin

Chapter 4

My Cousin

"Sekarang beri tahu aku," ucap Grace setelah mereka bercinta di dalam mobil.

"Kau yakin ingin mendengarnya?" tanya William dan Grace mengangguk. "Kau akan cemburu jika mendengarnya."

"Kau mau mempermainkan aku lagi?" sungut Grace.

"Cium aku lagi, Sayang." William berbisik tersenyum dengan nakal.

"Tidak!"

"Kalau begitu, aku tidak akan memberikanmu."

"Kau mengatakan akan memberi tahu asal kita bercinta di sini."

Grace menuruti keinginan William untuk meninggalkan kapel tanpa menunggu acara pengambilan sumpah pernikahan Calvin dan Meghan selesai dan ia juga sudah mematuhi seluruh keinginan suaminya itu, tetapi dirinya belum juga mendapatkan jawaban atas pertanyaannya.

William tersenyum dan mengelus sudut bibir Grace dengan lembut. "Beri aku satu ciuman, Sayang."

"Jangan bermain trik." Grace menyipitkan matanya menatap suaminya karena sepertinya mulai menyadari jika William sedang memainkan trik licik.

"Aku tidak suka bermain trik dengan istriku, percayalah." William mengecup pundak Grace dengan lembut. "Aku mencintaimu, Grace."

"Kalau begitu, jangan ada rahasia apa pun di antara kita.

"Tidak ada rahasia, aku akan menjadi suami yang paling jujur di dunia ini, sayangku." William menyusuri kulit leher Grace menggunakan bibirnya dan dengan suara pelan ia berbisik, "berikan seluruh dirimu padaku, cintaku." Lalu William kembali mengecup bibir Grace dengan lembut. "Aku mencintaimu, Grace."

"A-apa cinta pertamamu mematahkan hatimu hingga...." Grace menatap William dengan tatapan mengasihani. Ia mengira jika William pernah mengalami patah hati hingga membuat pria itu sama sekali tidak ingin mengingatnya.

"Jangan menatapku seperti itu," ucap William dengan nada rendah seolah-olah ia membenarkan apa yang sedang Grace pikirkan.

"Oh, Tuhan," desah Grace. "Baiklah, semua orang memiliki masa lalu, aku tidak akan mengungkitnya lagi." Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, tatapannya menunjukkan jika ia merasa bersalah kerena telah mendesak William mengingat masa lalunya.

"Aku mencintaimu, Grace."

William mengucapkan kalimatnya sekali lagi. Itu bukan tipuan maupun trik, ia memang sangat mencintai Grace dengan sepenuh hati. Dengan seluruh jiwanya.

Grace meletakkan kepalanya di dada William. "Aku juga mencintaimu."

William memeluk Grace dengan penuh kasih sayang, bibirnya menyeringai penuh kemenangan. Tetapi, di dalam benaknya, ia merasa tidak habis pikir terhadap wanita yang sedang ia peluk itu. Grace mengenalnya seumur hidup tetapi Grace ternyata sangat mudah diperdaya.

Bagaimana ia menjalani hidup selama berada di luar keluarga Johanson?

Ada rasa marah dan bersalah karena seharusnya ia tidak membiarkan Grace menjalani hidupnya sendiri. Tidak seharusnya di masa lalu ia membiarkan Grace meninggalkan keluarganya.

"Aku tidak akan mengungkitnya lagi," ucap Grace pelan. "Tapi, maukah kau berjanji sesuatu padaku?"

William mengecup puncak kepala Grace. "Aku berjanji."

Grace mendongak menatap William. "Aku belum mengucapkan apa pun."

William tertawa kecil. "Apa pun itu."

"Jika suatu saat ia datang lagi dalam hidupmu, kau tidak boleh berhubungan dengannya."

William ingin tertawa keras-keras. Tetapi, ia hanya mengulum senyumnya. "Aku akan menjaga pernikahan kita, hanya kau, satu dalam hidupku. Selamanya."

"Aku pegang kata-kataku, Tuan Johanson." Grace menjauhkan dirinya dari William lalu melihat dirinya di dalam cermin. "Aku sangat berantakan," ucapnya sambil merapikan rambutnya.

"Kau sangat cantik," ucap William, ia mengecup pundak Grace.

"Apa aku terlihat seperti telah ditiduri?" Grace menilai penampilannya sendiri lalu menatap William.

William yang sedang menatap Grace mengulurkan tangannya untuk mengelus puncak kepala istrinya. "Kau terlihat sangat dicintai."

Beberapa menit kemudian mereka telah berada di pesta pernikahan Calvin dan Meghan, Meghan telah mengganti gaun pengantinnya, kali ini Meghan mengenakan gaun yang lebih sederhana tetapi tidak menghilangkan kesan mewah.

Grace berulang kali mengagumi gaun pengantin yang Meghan kenakan, diam-diam ia juga menginginkan pesta pernikahan yang mewah. Mengenakan gaun pengantin yang indah, dikelilingi keluarga dan sahabat yang silih berganti memberikan doa dan selamat.

William yang berdiri di samping Grace memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku celananya, bibirnya mengulas senyum tipis. Ia mencondongkan kepalanya mendekat pada wanita kesayangannya. "Kurasa kita bisa mulai memikirkan konsep pesta pernikahan kita."

Grace tersenyum, ia melirik William sekilas. "Bagaimana jika aku menginginkan pesta yang sangat mewah?"

"Setibu kali lipat dari mewahnya pesta ini, aku tidak keberatan."

Grace tertawa pelan, tawa bahagia yang sama sekali tidak ada beban di dalamnya. "Sepertinya aku memang sangat dicintai."

"Kau harus membiasakan dirimu, aku akan memberikan dunia padamu jika kau menginginkannya."

"Dari mana kau gelar kata-kata manis seperti itu?"

William menjauhkan kepalanya dari Grace. "Kurasa itu bakat terpendam." Matanya mengikuti Calvin dan Meghan yang berjalan ke arahnya. "Pesta yang hebat," ucap William sambil mengeluarkan satu telapak tangannya lalu menyatukan tinjunya bersama Calvin seperti kebiasaan mereka sejak remaja setiap kali mereka bertemu.

"Meghan merancangnya, aku tidak diberi kesempatan untuk andil dalam hal ini," ucap Calvin dengan nada bercanda.

"Wanita dominan," ucap William yang disambut tawa oleh Meghan.

"Aku hanya menginginkan pesta pernikahan sempurna seperti yang kuimpikan." Meghan mengedikkan sebelah bahunya. "Bagaimana denganmu, Grace?"

Grace tersenyum malu-malu, ia melirik William. "Kami sedang memikirkannya."

"Aku tidak sabar untuk menghadiri pesta pernikahan kalian... andai saja kalian menikah dalam waktu dekat ini, alangkah indahnya jika kita bisa pergi berbulan madu bersama."

"Aku tidak ingin berbulan madu bersama kalian," sahut William cepat. "Aku ingin menghabiskan waktuku hanya berdua dengan istriku."

Calvin tertawa pelan. "Bulan madu bukan tugas belajar kelompok yang bisa kita kerjakan bersama-sama," ucapnya kepada Meghan.

William tersenyum, begitu juga Calvin. Meghan adalah orang yang paling bersemangat jika menyangkut persahabatan mereka, wanita yang baru saja dinikahi oleh Calvin itu, selalu mengatakan jika persahabatan mereka harus terjalin hingga maut memisahkan.

"Sangat menyenangkan sejak sekolah menengah atas aku memiliki dua pria yang selalu bersamaku, satu sahabat, satu kekasih. Oh, aku merasa saat itu aku seperti tuan putri yang memiliki dua prajurit." Meghan terkekeh, matanya tertuju ke arah seorang pria yang mengenakan pakaian dengan gaya yang sangat rapi berjalan ke arahnya.

"Sepupuku....." Meghan melompat ke dalam pelukan pria tampan yang merancang gaun pengantinnya. Sean Miller.

Bersambung....

Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.

🍒

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status