Share

Malam Pertama Pengantin Baru

“Jangan Tuan!" Lara menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Mata gadis itu menyiratkan ketakutan. Belum pernah disentuh lelaki mana pun membuat Lara was-was ketika lelaki tampan yang tiga jam lalu telah sah menjadi suaminya itu menatapnya penuh minat.

“Saya mau merasakan gadis dua ratus juta.” Xander melepas jas dan dasi juga kemejanya. Sudut mata lelaki itu melirik Lara yang tampak tertegun ketika melihat otot di perutnya hasil dari gym setiap hari. Ia tersenyum tipis.

“Tapi saya ... saya ....”

Xander mengangkat alisnya. “Kamu kenapa?”

“Saya ... sedang bulanan. Iya sayang sedang bulanan.” Akhirnya Lara mengatakan satu kebohongan awal.

“Oh, begitukah? Sini biar saya cek! Saya gak suka gadis pembohong.” Xander menarik tangan Lara dan membuka paksa gaun yang dipakai gadis itu. Kemudian gerakannya berhenti ketika melihat air mata Lara yang menggenang. “Ah,” teriaknya. Ia mundur dan duduk di sofa dengan napas tersengal.

“Maaf, Tuan.” Lara kembali meringkuk di ranjang. Tubuhnya bergetar hebat karena paksaan Xander barusan. 

“Ganti pakaianmu! Di lemari sudah disiapkan.” Lelaki dua puluh delapan tahun itu memalingkan wajah. Ia mengambil sebotol bir di meja lalu meneguknya. “Shit.” Xander meredakan gairah yang semula membara. 

Ia harus mencari cara yang lebih lembut agar gadis itu tidak takut lagi kepadanya. Kembali diteguknya bir yang botolnya masih ia genggam.

Ujung mata Xander menangkap gerakan ragu-ragu gadis yang hendak keluar dari kamar mandi kaca di kamar tersebut. 

Xander berdiri, ia kemudian membuka pintu kaca kamar mandi. “Kenapa gak keluar?” tanyanya pada Lara. 

Gadis itu melihat ke bawah. “Tuan, apa tidak ada pakaian selain ini?” Di lemari hanya ada beberapa potong pakaian, itu semua juga berupa baju tidur tipis. Lara sudah memilih pakaian yang paling tertutup, tapi tetap saja tidak lebih dari atas paha.

“Hanya ada itu. Besok beli lagi.” Xander menarik tangan Lara. Dibawanya gadis itu ke sofa. “Duduk!” perintah Xander.

Lara duduk di samping suaminya berjarak, ia merasa takut dengan lelaki dingin dan ketus itu. Meski telah sah menjadi suami Lara, tapi Xander tetaplah Xander. Laki-laki dingin dan arogan yang ia kenal lewat berita online. 

“Saya tidak menyuruh kamu duduk di situ.”

“Lalu saya harus duduk di mana, Tuan?” Lara beringsut turun ke lantai. 

“Bangun! Ke sini!” Xander menarik tangan Lara ketika gadis itu melangkah takut-takut ke arahnya. Sekarang Lara berada di pangkuan, satu tangannya memeluk pinggang Lara sedang tangan lainnya mengambil bir di meja. “Kamu mau?” Ia menawarkan pada sang istri.

Lara menggeleng. Degup jantungnya tidak beraturan ketika semakin dekat degan lelaki itu. Aroma tubuh bercampur parfum merasuk ke dalam indera penciumannya. Lara memejamkan mata ketika tidak sengaja wajah Xander menyerempet dadanya saat lelaki itu meletakkan botol bir. 

“Kamu takut sama saya?” Ditatapnya wajah manis dipangkuan. Xander melihat wajah Lara yang memerah. Entah karena malu atau kepanasan. 

“Iya.” Lara menjawab jujur.

“Kenapa? Memang saya orangnya gimana?”

“Tampan.” 

Tawa Xander pecah. Ia melihat wajah Lara yang semakin memerah menahan malu. Satu tangannya menutup mulut. “Bilang apa tadi? Saya gak dengar.”

“Gak ada, Tuan. Salah denger mungkin.” Lara berontak ingin turun dari pangkuan Xander. Lama-lama dengan lelaki itu bisa lepas jantungnya. Ternyata benar kata orang-orang, pesona Xander memang tak terbantahkan. Pantas saja banyak wanita dari kalangan biasa mau pun selebriti berlomba-lomba mendapatkan perhatiannya. 

Entah harus bersyukur atau menyesal karena ia menikah dengan lelaki itu. Meski statusnya dijual. Lara menghela napas panjang dan menatap Xander. “Tuan, bisakah saya turun?”

“Gak bisa. Saya ingin kamu di sini.” Xander mengambil ponselnya dan membalas beberapa pesan masuk. Satu tangannya tetap melingkar pada pinggang Lara. 

“Tuan Xander, apakah kalau saya mengembalikan uang yang diberikan pada mama saya, Anda akan melepaskan saya? Maksudnya menceraikan saya.” Memberanikan diri Lara bertanya takut-takut. Nyalinya menciut ketika Xander menatapnya tajam. 

“Kamu bilang apa?” Ponsel kembali ia letakkan. Rahangnya mengeras mendengar pertanyaan Lara. “Kamu baru menjadi istri saya tiga jam yang lalu, sekarang sudah minta pisah?”  

“Ah, bukan begitu. Tapi ....”

Perkataan Lara terhenti ketika Xander membungkamnya dengan bibir panas milik lelaki itu. “Itu hukuman karena kamu lancang.” Xander hanya melepaskan sebentar bibir Lara, ia kemudian menciumnya lebih kuat. Satu tangannya mulai menjelajah tubuh gadis di pangkuannya. 

Lara berusaha mendorong Xander, tapi tenaganya tidak sekuat lelaki itu. Akhirnya setelah hampir saja ia terbuai, digigitnya bibir Xander. 

“Aw.” Xander melepaskan ciumannya. Ia menatap Lara dengan tatapan membunuh. “Berani kamu sama saya?” 

“Memang kenapa? Mentang-mentang Anda kaya dan punya uang bisa seenaknya mempermainkan wanita, begitu?” Lara berapi-api balik menatap Xander.

“Kamu pikir saya sedang mempermainkan kamu?”

“Lalu apa namanya kalau pemaksaan seperti ini, hah? Saya mau pergi. Lepas!” Lara mengeliat dalam pangkuan Xander. 

“Akui saja kalau kamu sudah menaruh perasaan pada saya.” 

“Sok tahu! Kamu itu laki-laki arogan yang suka mempermainkan wanita. Memang saya tidak tahu sepak terjang Anda.”

“Oh, jadi diam-diam kamu sudah menyelidiki saya? Atau memang sebelumnya pernah terpikir untuk menjadi salah satu dari wanita saya, heh?" Tangannya membelai pipi Lara. Senyumnya tersungging ketika melihat gadis itu memejamkan mata saat tangannya menyusup di belakang telinga Lara. 

“Saya janji akan melakukan dengan pelan.” Xander mulai mendekatkan bibirnya ke dada wanita itu. 

**

Lelaki dengan tinggi seratus tujuh puluh lima centimeter itu menghembuskan asap rokoknya kuat-kuat. Ia menoleh sebentar ke belakang, di mana Lara tertidur pulas setelah ia membuat gadis itu berkali-kali mencapai puncak. 

Ada sedikit sesal karena tidak memperlakukan Lara dengan lembut, ternyata gadis itu masih suci. Masih teringat sudut mata Lara yang berair ketika ia menyatukan tubuh mereka. Xander mematikan rokoknya dan masuk ke dalam. 

“Tidur nyenyak, Lara.” Ia mengecup kening istrinya dan ikut merebahkan diri di samping Lara. Wajah manis nan ayu milik gadis itu membuat hati Xander tenang. Tangannya terulur menyingkirkan rambut yang menutupi wajah gadisnya. 

Lara mengeliat. Tangannya memeluk tubuh Xander kemudian kembali terlelap.

Xander tersenyum kecil. Ia menarik tubuh istrinya dan membenamkan ke dalam pelukan. Kemudian menyusul Lara ke alam mimpi. Untuk pertama kalinya dalam hidup Xander ia merasa nyaman dalam dekapan wanita. 

Dan tidak akan dilepaskan sampai kapan pun. Meski caranya untuk memiliki Lara cukup ektrim bagi wanita itu. 

“Jangan pergi! Jangan tinggalkan aku! Leo tunggu!” Lara berteriak diiringi lelehan air mata. Tangannya menggapai udara kosong di depannya.

Xander yang terlelap mendadak bangun karena teriakan Lara. 

“Jangan pergi! Tunggu!” Lara terus saja menggapai  udara kosong. Tapi matanya terpejam. 

“Lara, hei gak akan ada yang ninggalin kamu, oke.” Xander memeluk gadis itu erat. 

“Leo jangan pergi!” Lara memanggil lirih.

“Leo di sini. Leo memeluk kamu.” Xander mengeratkan pelukannya.

 

 

**

 

Add f* author yuk guys: Mish Kha Mishhalu

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status