"Lewat sini! Dia berlari ke arah sana! Cepat, cepat!" teriak Brad sambil berlari dan memberi kode lewat tangannya.Jack yang juga berlari karena mengejar David yang ternyata langsung kabur ketika polisi dan karyawan Security Black menggerebek aula teater seni, langsung mengikuti Brad tanpa pikir panjang.Ia sempat mendengar Brandon yang berteriak memberikan instruksi pada tim penjinak bom, sebelum ia benar-benar keluar dari teater lewat pintu lainnya."Brengsek!" umpat Brad setelah berhasil melepaskan tembakan yang sayangnya meleset.Jack melihat siluet tubuh David yang belum terlalu jauh dari jendela. Tangannya langsung membidik kaki kanan David dan melepaskan tembakan dua kali. Tepat sasaran. David tumbang, namun kembali bangun meskipun dengan kaki pincang."Ternyata dia memang setangguh itu," gumamnya sebelum melompat keluar dari jendela dan mengejar pria itu. "Jangan lari, dasar pecundang! Kau pikir bisa menghadapiku dengan cara licik seperti itu?"David sempat menoleh dan menodon
Jack tidak akan mengira bahwa ia akan mengalami kejadian ini lagi. Kejadian yang dulu sempat membuatnya trauma setelah hampir saja hancur lebur karena lemparan rudal di negara yang sedang berkonflik.Waktu itu dia hampir saja bunuh diri kalau saja tidak ada Leo yang membawanya ke psikiater. Ketahuan sedang menyamar di sarang teroris dan hampir dihancurkan oleh rudal adalah mimpi buruk bagi setiap laki-laki yang berada di posisinya.Bayangan kematian di depan mata sewaktu-waktu membuatnya terus berdoa dan mengingat Tuhan. Dan pengalaman mengerikan itu terus menghantuinya dalam mimpi selama berbulan-bulan.Lalu sekarang, ia seperti kembali mengadapi mimpi buruk itu lagi. Seperti gerakan lambat dalam sebuah film, Jack melihat wajah-wajah pucat dan tegang dari para penjinak bom ketika mereka menyadari ada yang salah."Sial! Ini bukan bom rakitan dengan timer! Ini dikendalikan dari jarak jauh!" umpat salah satu petugas kepolisian bagian penjinakan bom sambil mundur dengan cepat.Semua lang
"Bibi masak apa? Baunya enak sekali."Suara Brad yang begitu nyaring membuat Jack langsung membuka mata. Ia mengerang karena jantungnya berdebar gara-gara terbangun."Brad sialan!" umpatnya sambil menutupi matanya dengan lengan kiri.Setelah diperbolehkan untuk pulang oleh dokter karena mereka hanya mengalami luka kecil, Brad ikut menginap di mansionnya dengan alasan dia butuh istirahat yang banyak dan mansionnya adalah yang terdekat dengan rumah sakit. Sedangkan Freddy diantar oleh Evan pulang ke apartemen.Kini ia merasa seluruh tubuhnya nyeri. Tekanan dari ledakan itu benar-benar kuat dan benturan antara tubuhnya dan dinding bangunan cukup keras. "Waktunya makan dan minum obat, Tuan." Bibi Mary masuk ke dalam kamarnya sambil membawa nampan berisi sepiring macaroni schotel, sosis dan telur, serta segelas air putih."Aku butuh pijatan sebelum terbang ke Seoul," gumamnya sambil bangkit dari tidurnya."Sebaiknya anda beristirahat dulu. Penerbangan ke sana memakan waktu belasan jam. An
"Kami bisa tahu karena informasi dari Evan. Kau tahu, dia membuat grup chat dan sering membahas hal-hal random. Asisten ayahmu itu menyebarkan informasi ini di grup," ucap Nathan dengan gestur tenang.Jack melihat kedua pria itu dengan seksama. Ia tahu Nathan berbohong. Sudah pasti pria itu tahu sendiri dari Elena. Huh, awas saja nanti kalau ia bertemu dengan istrinya. Kenapa selalu membuatnya cemburu dan waswas?Memang dasar perempuan. Mereka akan terus mengungkit sampai kiamat jika lelaki tidak sengaja bertemu dengan perempuan lain atau mantan kekasih, sedangkan mereka sah-sah saja jika melakukannya dan akan berbalik marah jika pria membalikkan keadaan."Jadi, kenapa kau datang ke sini?" tanyanya sambil menahan sakit ketika Robert memijat lengan atasnya.Ototnya benar-benar terasa kaku. Entah sejak kapan terakhir kali ia dipijit. Terlalu fokus pada pekerjaan membuatnya lupa akan rasa lelah dan sakit pada otot-otot di tubuhnya."Aku hanya ingin menyampaikan tentang hasil perjalananku
Sudah dua hari tidak ada kabar dari Jack. Meskipun ada Nina dan Suzy yang selalu menghiburnya, tetap saja berbeda dengan ketika Elena sedang bersama dengan suaminya. Rasanya seperti baru kemarin saja mereka berduaan, sudah harus berpisah lagi.Hampir sebulan saja mereka berpisah ketika masih di Eropa dulu sudah membuatnya murung, apalagi dengan sekarang. Ia sedang hamil muda, butuh kasih sayang dan perhatian dari sang suami."Kita ke food street lagi? Atau kau mau ke Pulau Jeju?" tanya Suzy dengan wajah antusias.Dulu, ada Freya yang selalu menemani dan menghiburnya ketika sebulan ditinggal oleh Jack di Turki. Sekarang, ada Suzy dan Nina."Aku sedang tidak mood," jawabnya sambil tersenyum paksa, lalu kembali melihat ponsel milik ayah Suzy.Sejak Bum Sik menyita ponselnya, ia sekarang menggunakan ponsel milik Bum Sik. Jujur saja, ia sudah muak dengan semua ini. Ia sangat merindukan Alan dan ayah mereka. Ia rindu bermanja-manja dengan sang ayah. Ia rindu dengan Bibi Mary, bahkan ia rind
Elena sudah mirip seperti ular. Kedua tangan dan kakinya membelit tubuh suaminya dan bibirnya begitu sibuk. Jack bahkan belum sempat mengatakan apapun ketika menerima serangan mendadak itu. Mereka benar-benar saling melepas rindu yang menggebu-gebu."Kak Elen...Ouh! Ma... maaf.""Ssssttt, kau jangan melihat orang yang mau bercocok tanam. Anak seusiamu fokuslah belajar," ucap Nina."Hah? Bercocok tanam? Tapi di sini tidak ada sawah," jawab Suzy bingung."Ck, ayahmu benar-benar ketat dalam mengawasimu. Ayo pergi. Biarkan mereka bergulat," sahut Nina sambil menarik lengan Suzy dan menutup pintu kamar Elena."Eh? Bergulat? Tapi Kak Elena sedang hamil. Bagaimana dengan bayinya? Nanti dia...."Elena bahkan tidak peduli. Yang ada di otaknya saat ini hanyalah Jack. "Sayang, hati-hati. Kandunganmu semakin membesar...""Aku menginginkanmu. Benar-benar menginginkanmu."Cukup hanya dengan kalimat itu, maka Jack langsung patuh. Apapun yang diminta oleh Elena langsung dituruti. Untuk saat ini Elen
"Apa?"Jack sampai bangun dari tidurnya saking terkejutnya. Ia melihat istrinya yang kini menatapnya dengan kedua mata melebar karena ikut kaget."Kau dulu pernah mau diperkosa? Kenapa Alan membiarkanmu sendirian? Kau ini perempuan!" hardiknya.Rasanya ia ingin mendatangi preman-preman itu dan mematahkan tulang-tulang mereka. Berani sekali mereka berniat ingin menodai istrinya."Sayang, itu semua sudah berlalu. Aku dulu masih kuliah. Masih naif. Seharusnya aku tidak pulang terlalu larut hanya karena sibuk mengerjakan tugas di perpustakaan kampus," jelas Elena sambil memegang lengannya.Ia langsung memeluk wanita itu dan mengecup puncak kepalanya berkali-kali."Rasanya jantungku seperti terenggut ketika mendengar ceritamu barusan. Seandainya aku mengenalmu lebih awal, aku akan selalu melindungimu. Aku akan memarahi Alan karena membiarkanmu sendirian. Kalian ini konglomerat, seharusnya kau diantar oleh sopir dan memiliki satu bodyguard," ujarnya kesal.Elena membalas pelukannya. Wanita
Elena dulu begitu takut melihat bagaimana David benar-benar serius akan membunuh Lucas. Hampir saja terjadi pertumpahan darah, kalau saja Matthew Patt dan anak buahnya tidak memisahkan mereka.Ketika itu Elena tidak tahu apa yang terjadi setelahnya, karena ia tidak lagi melihat David sama sekali. Tapi Elena bersyukur karena akhirnya terbebas dari David yang di matanya begitu mengerikan."Dia pria yang tempramental berarti?" tanya Jack dengan sebelah alis terangkat.Elena mengangguk. "Kukira dia bersikap seperti itu hanya ketika menghadapi preman saja. Ternyata memang sifat aslinya begitu. Apalagi dia tidak terima ketika aku malah menerima Lucas tapi menolak dirinya."Suaminya mengangguk-angguk sambil mengelus dagu. "Itu menjelaskan kenapa dia dendam pada Jayden. Seharusnya dia diangkat sebagai kepala staf gabungan, tapi malah dikeluarkan dari gedung Pentagon dan dipindahkan ke FBI. David adalah pendukung presiden sebelumnya, begitu juga dengan Menteri Pertahanan sebelum Jayden.""Bena