Javas terbangun dari tidurnya, dia melihat sekitarnya dan samar-samar dia melihat wajah teman-temannya. Javas memegang kepalanya yang terasa pusing, dia ingin bangun tapi badannya sangat lemah. “Aku bantuin kak, badan kakak masih lemah kan.” Indira membantu Javas untuk menyender di tempat tidurnya.
Javas masih mengusap kepalanya yang masih agak pusing, dia lebih memperhatikan teman-temannya yang sebenarnya dia bingung kenapa mereka semua bisa di sini, “Kalian?!”
Jovan mendekat ke samping Javas dengan wajah penuh marah, “Bro, kamu sekarang anggap kita apasih, bukan sahabat kamu lagi?! Kenapa kamu nggak pernah bilang kalau kamu udah datang ke Indonesia?! Kenapa kamu harus sembunyi-sembunyi seperti ini?!”
Liora langsung mengelus punggung kekasihnya itu, “Sabar Van… Javas baru sadar, kamu jangan langsung marah-marah gitu dong!” Javas menunduk, tak mampu dia menatap teman-temannya.
“Jovan pantas kok
Matahari cerah menghiasi langit pagi itu dan terlihat rumah besar itu sudah penuh dengan hiruk pikuk. “Mbok, baju Indira yang Indira taro di ruang laundry udah selesai mbok setrika yah? Indira cariin lagi kok udah nggak ada?” teriak Indira dari dalam ruang laundray rumah itu.Haniel juga buru-buru turun dari lantai dua kamarnya, sampainya di meja makan dia juga malah ikutan teriak, “Mbok, sarapan belum dibikinin yah? Kalau belum nggak usah bikin sarapan buat Haniel deh, Haniel makan di sekolah aja nanti.”Javas yang duduk di meja makan sedang menikmati bacaan buku paginya jadi agak terganggu mendengar 2 adik-adiknya ini teriak-teriak, “Kalian kenapa sih ribut banget kayak gitu?!” tegurnya. Indira yang dari tadi pulang balik mencari perlengkapan kuliahnya dan Haniel yang mulai teriak-teriak nyariin pak Tarno untuk antar dia ke sekolah akhirnya terdiam. Habisnya kalau Javas sudah dalam mode tegas dan kesal seperti itu akan sangat memba
Nugraha dan Yuri sampai di rumahnya, rumah itu terlihat sepi karena hanya mereka dan 3 pembantu serta 1 supir yang ada di rumah itu. Yuri duduk di sofa ruang tamunya, dia merasa lelah padahal ini baru hari pertamanya bersekolah lagi. Nugraha datang dari dapur dengan membawa 2 botol air mineral dingin dari kulkas, “Kamu kelihatan capek banget, emang ngapain aja tadi di sekolah?” tanya Nugraha setelah mengoper botol air minum itu ke adiknya.Yuri dengan sigap menangkap air minum yang dilemparkan kakaknya, “Nggak kok kak, namanya baru masuk sekolah lagi setelah seminggu libur. Otak sama tenaganya dipakai lagi jadi pasti capek.” Keke memperhatikan kakaknya yang tengah bermain hp. Tiba-tiba sebuah kejadian terlintas kembali di ingatannya, “Tadi kenapa kakak berhenti? Kakak kenal sama orang yang ada di dalam mobil itu?”Nugraha terdiam, dia tidak menyangka kalau adiknya ternyata memiliki ingatan dan penglihatan yang tajam, “Kakak pik
Javas sudah selesai berpakaian begitu pun dengan Haniel tapi anehnya Indira belum juga bangun, “Haniel, kamu belum bangunin Indira dari tadi?” tanya Javas ke adenya itu.“Udah.” Hanya itu saja yang mampu keluar dari mulut Haniel, dia tidak bisa bicara banyak karena mulutnya penuh dengan roti. Javas segera menyelesaikan sarapannya lalu berjalan menuju kamar Indira.“Indira, Indira, bangun dek.” Javas memanggil lembut Indira sambil mengelus pipinya.Indira bergerak sedikit lalu membuka matanya, “Kak Javas udah enakan?” tanya Indira ketika melihat ternyata Javas yang membangunkannya. Javas hanya tersenyum tapi itu sudah menandakan bahwa dia sudah lebih baik. Indira berusaha bangun tapi kepalanya sakit sekali, dia memegang kepalanya dan bersandar di tempat tidurnya.“Kamu kenapa ra, kepalanya sakit?! Kalau sakit mending nggak usah masuk kampus dulu yah nanti kakak bilangin ke teman kelas kamu biar diijinin
Sekolah sudah hampir sepi tapi Jovita, Haniel dan Yuri masih di ruang musik karena ada eskul musik. Setelah agak lama akhirnya mereka pulang, Haniel belum menyerah untuk menanyakan apa masalah Yuri dengannya, “Yuri, tunggu bentar!” panggil Haniel sambil memegang tangan Yuri.“Apa sih Haniel, tolong, aku lagi males banget bertengkar sama kamu!” Yuri berusaha melepaskan genggaman tangan Haniel dari tangannya. Sangat kelihatan kalau Yuri sebenarnya sudah sangat lelah dengan aktivitas setengah hari ini.Haniel menatap Yuri dalam, “Aku cuma ingin tau kamu kenapa Yuri, kamu kenapa tiba-tiba marah sama aku? Kamu kenapa tiba-tiba hindari aku tanpa penjelasan apapun karena aku rasa kemarin kita masih baik-baik aja kan?! Bilang sama aku apa yang salah Ri, supaya aku tau dan aku bisa rubah!”Yuri menunduk, dia nggak sanggup melihat tatapan Haniel, “Aku lagi bad mood dan lagi nggak pengen ketemu kamu atau bicara sama kamu! Ini cuma
Malam menghiasi rumah sakit yang terlihat sepi itu, di sebuah kamar terbaring seorang cewek manis dan laki-laki yang tertidur di sofa panjang yang disedikan di kamar itu. Cewek itu terbangun, “Kak Javas… kak,” ujar cewek itu pelan.Mau nggak mau cowok itu langsung terbangun mendengar suara Indira, “Udah bangun kamu Indira, gimana keadaan kamu? Kepalanya masih pusing?” tanya lelaki yang terbangun dari sofa panjang itu.Nya
Javas sangat marah dengan kejadian yang dia lihat di ruangan itu lebih tepatnya dia merasa cemburu.Jelena memperhatikan gerak-gerik Javas, “Kok muka Javas masam banget? Ada masalah apa yah? Mana dia masuk mobil segala lagi nanti ada apa-apa harus aku susulin nih.” Jelena memandang mobil Javas yang meninggalkan kawasan kampus kemudian Jelena berniat menyusulnya dengan taksi yang kebetulan mangkal tak jauh dari tempat itu.***Javas mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, dia bermaksud ingin mengeluarkan semuanya amarahnya melalui itu. Sedangkan Jelena terus mewanti-wanti sang sopir taksi supaya terus mengejar Javas, untungnya jalanan agak lengang jadi mereka masih bisa melihat mobil Javas. Di sebuah jalanan yang sangat sepi, tiba-tiba mobil Javas di hadang oleh 2 motor dan 1 mobil, orang-orang itu keluar dari kendaraan mereka masing-masing dan mengetuk keras pintu mobil Javas. Javas keluar dan memandang sinis orang–orang itu, “Apa
Haniel sampai di depan rumah Jovita, tanpa basa-basi lagi dia langsung mengetuk pintu rumah itu. “Eh den Haniel toh, ada apa den?” Seseorang membuka pintu itu yang ternyata adalah pembantu Jovita.“Jovitanya udah pulang kan, bi?” tanya Haniel.“Loh, belum kok den, emang ada apa yah, den?” tanya bibi itu lagi.Haniel terdiam, seharusnya Jovita sudah ada di rumah kalau pulang sejak pagi tadi lalu ke mana Jovita? Haniel menggeleng, sebaiknya dia tidak menambah kepanikan, “Enggak kok bi, Haniel permisi pulang dulu yah, bi. Kalau Jovitanya udah pulang minta tolong sampaikan kalau Haniel tadi nyariin dia,” ujar Haniel lalu pergi meninggalkan rumah Jovita.Haniel berpikir keras, “Jovita ke mana sih sampai sekarang belum pulang?!” batin Haniel. Tiba-tiba pikiran dia tertuju ke satu tempat, “Apa mungkin Jovita ada di sana? Aku cek aja nggak ada salahnya kan.” Haniel bergegas pergi ke tempat ya
Hari ini ada pertandingan basket antar kampus Javas cs dan semua mahasiswa/wi kampus sudah memenuhi lapangan basket. Hal ini semakin ramai karena mereka tau kalau kampus mereka menjadi tuan rumah dalam pertandingan basket ini. Javas cs sudah berkumpul di tempat berkumpul para pemain, kebetulan Jovan adalah salah satu pemain dalam tim basket kampus mereka, “Please guys, masalah kemarin jangan membuat kita pada loyo yah buat mendukung Jovan, lupain aja dulu. Kamu juga Van, nggak usah kepikiran yah, kamu harus fokus mainnya, tetap tenang dan buat tim kampus kita menang.” Javas berusaha menyamangati teman-temannya.Yadi datan