Nugraha sudah selesai dengan segala urusan perkampusannya dan siap-siap untuk pulang. Tiba-tiba seseorang mendatanginya, “Aku mau bicarain sesuatu sama kamu tapi nggak di sini,” ujar Clement setengah berbisik. Nugraha mengangguk kemudian mengikuti Clement menuju markas besar mereka.
“Ada apa sih, Ment?” tanya Nugraha ketika mereka sudah tiba di markas.
“Aku ingin memberikan peringatan pertama ke Javas lewat seseorang yang sudah aku jadikan target, ini orangnya.&rd
Yadi dan Jelena memasuki ruang UGD tempat Javas dan Rachel dirawat karena tidak sadarkan diri. Yadi dan Jelena bergabung dengan teman-temannya, “Rachel sama Javas kenapa sih, Van?” Yadi mencoba meminta penjelasan ke Jovan.“Kalian dari mana aja sih emang?! Rachel sama Javas habis digebukin sama seseorang yang nggak dikenal.” Jovan memberikan penjelasan ke Yadi.Yadi menatap keadaaan Rachel sedih, “Kami berdua dari rumah aku, Yadi nyusulin ke rumah karena nggak ketemu sama aku di tempat les soalnya aku pulang bareng temanku. Kamu tau Van, siapa yang gebukin mereka sampai kayak begini?” Jelena ikut nimbrung dalam pembicaraan Yadi dan Jovan.Jovan menggeleng pelan, dia betul-betul tidak melihat siapa orang yang memukul Javas sampai seperti ini, “Mungkin Indira tau karena dia yang pertama kali temuin Rachel dan Javas di gudang.” Janetta juga ikut nimbrung. Mereka semua pun terdiam, akhir-akhir ini sudah banyak kali mer
Javas turun dari kamarnya sehabis bangun tidur, dia memperhatikan teman-temannya yang sibuk dengan urusannya masing-masing. Dia bosan dengan teman-temannya kalau sedang acuh nggak acuh seperti ini, dia berbalik dan mendapati sebuah grand piano putih miliknya. Dia berjalan mendekati piano itu dan mengelusnya, sudah lama sekali dia tidak memainkan piano ini. Dia mencari seseorang yaitu Jelena dan mendapati Jelena sedang membaca. Javas mendekati Jelena dan membisikkan sesuatu di telinga Jelena sementara yang lain tidak terlalu memperhatikan karena masih sibuk dengan aktivitas masing-masing. Jelena mengangguk senang lalu mengikuti Javas, Jelena duduk di samping Javas dan Javas mulai memencet tuts piano itu.
Ruangan yang tadinya ramai itu sekarang terlihat sangat sepi, semua masih memikirkan bagaimana nasib pertemanan mereka selanjutnya. Liora dan Tristan terlihat paling murung di antara mereka semua, bagaimana tidak? Setelah kejadian di mall kemarin, kurang lebih sudah 4 hari Janetta dan Jovan tidak terlihat di kampus. Liora jadi sering melamun bahkan menangis sendiri, dia selalu berharap kalau Jovan datang dan menerima permintaan maafnya, dia tau kalau dia juga salah karena tidak pernah memberitahukan ke Jovan kalau dia diberikan surat nggak penting itu.#Tristan pun sama, dia ingin Janetta datang dengan gaya cueknya dan duduk di sampi
Javas berjalan lesu ke ruang tempat kumpulnya, dia menaruh tasnya di kursi kemudian terduduk menyandarkan punggungnya yang terasa lelah. Dia sangat lelah dengan aktivitasnya hari ini, ditambah masalah sahabatnya yang belum selesai. Dia terduduk dan bersandar di kursinya, dia masih malas untuk pulang di rumah, tidak akan membuat dia berhenti memikirkan tentang sahabat-sahabatnya ini. Tiba-tiba Rachel juga masuk dengan muka yang kusut, dia juga capek dengan semua masalahnya hari ini. Javas teringat sesuatu yang ingin dia bicarakan ke Rachel akhirnya dia mendekati Rachel, Rachel yang merasa di dekati Javas langsung berbalik ke Javas. “Ada apa, Vas?” tanyanya.“Aku dengar pembicaraan kamu sama Indira di rumah sakit…” ujar Javas perlahan.Rachel tersenyum, “Aku sudah menduga kalau kamu mendengar semua pembicaraan kami.”Javas menatap Rachel dalam, “Kenapa kalian harus ikut dalam permasalahan ini, Chel? Biarkan aku yang
Hidup tidak bisa dijalani sesuai dengan keinginan kita. Semua ada pilihan-pilihannya dan setiap pilihan itu pasti ada konsekuensinya. Kita yang menjalani hidup itu harus bisa memilih yang terbaik. Apakah kita mau memilih dari salah satu pilihan yang diberikan dengan konsekuensinya masing-masing? Atau kita bisa saja tidak memilih namun pasti akan tetap ada konsekuensinya? Pikirkanlah itu semua, jangan menyesal karena telah salah menjatuhkan pilihan…***“Chel, sudah sampai?” ucap seseorang dari telepon yang digenggam gadis manis itu.“Aku lagi nungguin barang di bagasi Yadi, nanti kalau aku duluan yang sampai di ruang tunggu pasti aku telpon kamu.” Gadis itu terlihat agak repot dengan koper dan ransel yang dia gendong serta HP yang memenuhi tangannya.“Oke deh.” Lelaki itu mematikan hpnya dan langsung melesat menuju tempat di mana dia dan gadis itu sudah berjanji untuk bertemu.Dengan sete
Pagi itu Universitas Vinza Wacana terlihat heboh, pasalnya ada seseorang yang berjalan bersama sekelompok mahasiswa yang terkenal popular di kampus itu. Walau sangat terlihat banyak yang jelas-jelas berbisik-bisik menggosipi mereka juga menatap mereka heran tapi nyatanya 4 gadis manis dan 3 lelaki tampan itu tetap cuek terus berjalan dan berakhir di sebuah ruangan yang langsung ditutup dari dalam.“Eh-eh, siapa tuh?” tanya salah seorang siswa yang bernama Kenan.“Kamu nggak baru keluar dari goa kan Kenan?! Masa kamu nggak kenal sama anak popular di angkatan kita, senior aja tau kok tentang mereka,” cetus seorang cewek yang bernama Wulan tapi matanya tetap saja memandang ke HP nya.“Makanya jangan main nyeletuk aja, lihat dulu baru ngomong! Aku nanyain cewek yang diantara mereka itu, kayaknya anak baru deh. Setahu mereka kan selalu berenam aja, cuma Yadi, Jovan, Tristan, Janetta, Liora sama Jelena aja kan?!” Kenan menjitak kepa
“Guys, bangun… kita udah hampir telat nih jemput papa sama mama aku!” Rachel berusaha membangunkan teman-temannya yang masih tertidur pulas.“Beneran Rachel?! Kenapa nggak di bangunin dari tadi sih?” protes Tristan yang masih sempat-sempatnya marah dulu sama Rachel.“Ya ampun Tan, masih sempat-sempatnya kamu ngomelin Rachel sementara yang lain udah langsung ke kamar mandi,” komentar Janetta yang pagi-pagi sudah sibuk dengan HP barang kesayangannya. Tristan yang melihat 2 sahabat cowoknya dah pada masuk ke kamar mandi dengan gercepnya juga memasuki kamar mandi yang kosong.Rumah Rachel memang besar dengan tersedia kamar mandi yang dikhususkan untuk tamu dan untuk tuan rumah jadi sudah dijamin tidak ada alasan telat karena antri kamar mandi kalau nginap di rumah Rachel. Sementara 4 cewek manis yang sudah siap dari tadi itu mulai bergerak menyediakan sarapan buat mereka supaya selesai geng cowok siap-siap mereka bisa langs
“Rachel!” teriak Yadi sambil terus mengejar Rachel. Rachel mendengar teriakan Yadi sedari tadi dan menurutnya sudah cukup dia membuat Yadi harus capek-capek buang tenaga untuk mengejarnya lagi. “Sumpah Rachel, aku capek banget ngejar ka…” Kata-kata Yadi tiba-tiba terhenti karena Rachel yang langsung memeluknya, melepaskan semua tangisan yang dia tahan sejak tadi.“Di, aku bener-bener kangen sama dia, kenapa sih aku jadi lemah kayak gini gara-gara dia?” Rachel terus menangis tersedu-sedu.“Rachel, kamu begini itu bukan berarti kamu lemah tapi karena kamu belum bisa menerima dia meninggalkan kita tanpa perkataan apapun dan sampai sekarang kita juga masih sedih kalau ingat hal itu. Nangis aja Rachel, kamu nggak lemah dengan nangis seperti itu malah itu mungkin akan membuat kamu menjadi kuat nantinya.” Yadi berusaha menenangkan Rachel dengan mengusap kepalanya lembut walau dalam hatinya merapalkan doa-doa agar Rachel t